Sunday, May 4, 2025

Masjid Subulussalam Nyatnyono Saksi Bisu Penyebaran Islam di Lereng Gunung Ungaran

Masjid Subulussalam Nyatnyono, Ungaran Barat, Kabupaten Semarang.
 
Masjid Subulussalam ini berada di desa Nyatnyono kecamatan Ungaran Barat Kabupaten Semarang provinsi Jawa Tengah. Disebut sebut merupakan masjid tua peninggalan Syekh Hasan Munadi. Tokoh penyebar Islam di Ungaran yang diyakini hidup sejaman dengan masa awal berdirinya Kesultanan Demak.
 
Bangunan masjid yang kini berdiri telah melewati beberapa kali renovasi dan pembangunan kembali. Bagian yang tersisa dari bangunan awal berupa empat sokoguru dari kayu yang ditempatkan ditengah tengah ruangan sholat utama, serta momolo yang kini ditempatkan dibagian atas sokoguru tersebut.
 
Lokasi Masjid Subulussalam Nyatnyono
Nyatnyono, Kec. Ungaran Bar., Kabupaten Semarang, Jawa Tengah 50551
 
 

Selain sokoguru dan momolo, ada dua benda lagi yang disebut sebut sebagai peninggalan asli dari Syekh Munadi yakni tongkat khatib untuk khutbah Jum’at dan mimbar asli yang disimpan oleh pengurus masjid.
 
Bangunan masjid ini berupa bangunan masjid dari beton tiga lantai memiliki sebuah menara di sayap kanannya. Atap bangunan utama dan atap menaranya berupa atap limas bersusun khas Masjid Indonesia.
 
Sejarah Masjid Subulussalam
 
Tidak ada catatan tertulis tentang sejarah masjid ini maupun sejarah perjalanan Syeikh Hasan Munadi yang diketahui juga memiliki nama lain sebagai Raden Bambang Kartonadi. Kisah sejarahnya dituturkan turun temurun secara lisan dari generasi ke generasi. Sehingga memang agak sulit untuk memvalidasinya.
 
Interior Masjid Subulussalam Nyatnyono, tampak Sokoguru asli bewarna gelap disebelah kiri dan mihrabnya disebelah kanan (muria.tribunnews)


Namun dari kisah tutur yang ada, dapat disimpulkan bahwa Syekh Munadi merupakan tokoh penyebar Islam di daerah tersebut. Beliau diyakini hidup sejaman dengan masa awal kesultanan Demak, semasa hidupnya beliau pernah mengabdi di kesultanan Demak sebagai salah seorang punggawa berpangkat Tumenggung yang bertugas menjaga kewibawaan kesultanan Demak dari rong-rongan kelompok yang hendak membuat onar. Kemudian beliau memutuskan untuk berdakwah dan menetap di lereng gunung Ungaran, membangun masjid dan pesantren.
 
Lebih Tua Dari Masjid Agung Demak ?
 
Kisah tutur menyebutkan bahwa masjid ini lebih tua dari Masjid Agung Demak, namun alur ceritanya sedikit rancu. “Dugaan usia” masjid ini disandarkan pada kisah kayu sokoguru masjid ini. Konon Syekh Hasan Munadi siap terlibat dalam pembangunan masjid Agung Demak namun beliau meminta syarat yakni
 
Salah satu soko yang hendak dibuat untuk Masjid Agung Demak, dikirim ke Ungaran. Sebab saat itu, Hasan Munadi tengah membangun sebuah masjid untuk tempat pembelajaran agama Islam bagi masyarakat di kaki Gunung Ungaran. Permintaan ini disanggupi Sunan Kalijaga dan langsung dikirim para prajurit Kesultanan Demak Bintoro kala itu." Dan tidak disebutkan apa keterlibatan Syekh Munadi dalam pembangunan Masjid Agung Demak.
 
Berdasarkan prasasti Bulus didalam mihrab Masjid Agung Demak diketahui bahwa Masjid Agung Demak dibangun pada tahun 1477 Masehi. Dibangun di lokasi yang sebelumnya sudah berdiri Masjid dan Pesantren Sunan Ampel yang sudah berdiri sejak tahun 1466 Masehi. Demak baru diproklamirkan sebagai Kesultanan merdeka dari Majapahit oleh Raden Fatah pada tahun 1478 Masehi.
 
Momolo asli Masjid Subulussalam ditempatkan diatas sokoguru asli ditengah rungah sholat Masjid Subulussalam Nyatnyono (regonal.kompas).

Bila Sokoguru dimaksud dikirim para prajurit Kesultanan Demak Bintoro ke Ungaran, maka berarti pengiriman dilakukan setelah Demak berdiri sebagai sebuah Kesultanan ditahun 1478, dan saat itu dipastikan Masjid Agung Demak sudah berdiri lebih dulu ditahun 1477.
 
Sejarah populer memang menyebutkan bahwa Sokotatal di Masjid Agung Demak dibuat oleh Sunan Kalijaga dari serpihah kayu dari tiga sokoguru lainnya, namun dari berbagai kisah tutur populer dapat disimpulkan hal tersebut dilakukan lebih karena memang kekurangan bahan kayu jati utuh ukuran yang setara dengan tiga sokoguru lainnya, bukan karena ‘sengaja’ salah satunya dikirimkan ke tempat lain atas persetujuan Sunan Kalijaga.
 
Kemungkinan Pernah dipugar di Jaman Penjajahan Belanda ?
 
Kisah tutur juga menyebutkan bahwa sokoguru masjid ini awalnya hanya satu lalu dibelah menjadi empat untuk menghindari dikultuskan atau disembah, pembelahan menjadi empat tersebut dilakukan dijaman Belanda. Pada saat proses pembelahan, pelangi muncul diatas masjid ini sehingga mengundang kecurigaan tentara Belanda.
 

Sesuai dengan namanya, sokoguru atau tiang utama merupakan struktur utama bagi sebuah masjid kayu yang menjadi penopang utama seluruh struktur atap bangunan. Bila awalnya sokogurunya hanya satu kemudian dibelah menjadi empat, maka kemungkinan terbesarnya adalah pada saat itu terjadi proses pemugaran atau renovasi besar terhadap bangunan masjid ini.
 
Sokoguru asli Masjid Subulussalam Nyatnyono kini ditempatkan ditengah ruangan sholat, dibungkus dengan kayu jati berukir. Kayu aslinya dapat dilihat dari bagian atas seperti pada foto sebelumnya (regional.kompas).

Atau bisa jadi sebenarnya masjid ini memang baru dibangun dimasa penjajahan Belanda, sehingga memang sangat masuk akal proses pembangunan-nya mengundang kecurigaan tentara Belanda, apalagi sosok Syekh Hasan Munadi memang dikenal sebagai tokoh penyebar Islam disana.
 
Keseluruhan kisah tutur tersebut menjadi lebih rancu mengingat sumber lain (Humas Pengurus Makam) mengatakan bahwa Syekh Hasan Munadi merupakan seorang pendakwah yang datang dari Kerajaan Mataram. Mungkin yang dimaksud adalah Kesultanan Mataram atau juga populer disebut Mataram Islam, untuk membedakannya dengan Kerajaan Mataram Hindu / Kerajaan Medang.
 
Garis waktu berdirinya Kesultanan Mataram teramat jauh setelah sejarah keberadaan Kesultanan Demak. Dan Belanda memang sudah hadir di tanah Jawa pada masa Kesultanan Mataram. Sejarah mencatat Mataram beberapa kali melakukan penyerbuan terhadap benteng Belanda (VOC) di Batavia. Wallahuwa’lam bisshowab.
 
Objek Wisata Rohani
 
Dalam menjalankan syiar Islam nya, Syeikh Hasan Munadi dibantu oleh anaknya yang bernama Syekh Hasan Dipuro. Kini, makam ayah dan putranya ini selalu ramai dikunjungi peziarah, dari Semarang hingga luar provinsi dan luar Jawa.
 
Pengelolaan masjid ini dilakukan oleh keturunan Syeikh Hasan Munadi termasuk pengurusan komplek makam Syekh Hasan Munadi. Dikomplek masjid ini masih berdiri madrasah diniyah atau tempat pembelajaran agama dan sendang (telaga) yang diberi nama sendang kalimah toyyibah.
 
Pengunjung ramai datang kesini setiap menjelang bulan Ramadhan, mereka mengunjungi masjid, sendang, ziarah kubur, dan haul yang yang diisi dengan mujahadah, sema'an quran dan pengajian akbar.***
 
Follow & Like akun Instagram kami di @masjidinfo dan @masjidinfo.id
------------------------------------------------------------------
Baca Juga
 
 
 
Rujukan
 


No comments:

Post a Comment