![]() |
Masjid Subulussalam Nyatnyono, Ungaran Barat, Kabupaten Semarang. |
Masjid
Subulussalam ini berada di desa Nyatnyono kecamatan Ungaran Barat Kabupaten
Semarang provinsi Jawa Tengah. Disebut sebut merupakan masjid tua peninggalan Syekh Hasan Munadi.
Tokoh penyebar Islam di Ungaran yang diyakini hidup sejaman dengan masa awal berdirinya
Kesultanan Demak.
Bangunan masjid
yang kini berdiri telah melewati beberapa kali renovasi dan pembangunan
kembali. Bagian yang tersisa dari bangunan awal berupa empat sokoguru dari kayu
yang ditempatkan ditengah tengah ruangan sholat utama, serta momolo yang kini
ditempatkan dibagian atas sokoguru
tersebut.
Lokasi Masjid Subulussalam Nyatnyono
Nyatnyono, Kec. Ungaran Bar., Kabupaten
Semarang, Jawa Tengah 50551
Selain sokoguru
dan momolo, ada dua benda lagi yang disebut sebut sebagai peninggalan asli dari
Syekh Munadi yakni tongkat khatib untuk khutbah Jum’at dan mimbar asli yang
disimpan oleh pengurus masjid.
Bangunan masjid
ini berupa bangunan masjid dari beton tiga lantai memiliki sebuah menara di
sayap kanannya. Atap bangunan utama dan atap menaranya berupa atap limas bersusun
khas Masjid Indonesia.
Sejarah
Masjid Subulussalam
Tidak ada
catatan tertulis tentang sejarah masjid ini maupun sejarah perjalanan Syeikh Hasan Munadi yang
diketahui juga memiliki nama lain sebagai Raden Bambang Kartonadi. Kisah
sejarahnya dituturkan turun temurun secara lisan dari generasi ke generasi.
Sehingga memang agak sulit untuk memvalidasinya.
![]() |
Interior Masjid Subulussalam Nyatnyono, tampak Sokoguru asli bewarna gelap disebelah kiri dan mihrabnya disebelah kanan (muria.tribunnews) |
Namun dari kisah tutur yang ada, dapat disimpulkan bahwa Syekh Munadi merupakan tokoh penyebar Islam di daerah tersebut. Beliau diyakini hidup sejaman dengan masa awal kesultanan Demak, semasa hidupnya beliau pernah mengabdi di kesultanan Demak sebagai salah seorang punggawa berpangkat Tumenggung yang bertugas menjaga kewibawaan kesultanan Demak dari rong-rongan kelompok yang hendak membuat onar. Kemudian beliau memutuskan untuk berdakwah dan menetap di lereng gunung Ungaran, membangun masjid dan pesantren.
Lebih Tua Dari Masjid Agung Demak ?
Kisah tutur menyebutkan bahwa masjid ini lebih tua dari Masjid Agung Demak,
namun alur ceritanya sedikit rancu.
“Dugaan usia” masjid ini disandarkan pada kisah kayu sokoguru masjid ini. Konon Syekh Hasan Munadi siap terlibat dalam
pembangunan masjid Agung Demak namun beliau meminta syarat yakni
“Salah satu soko yang hendak dibuat untuk Masjid
Agung Demak, dikirim ke Ungaran. Sebab saat itu, Hasan Munadi tengah membangun
sebuah masjid untuk tempat pembelajaran agama Islam bagi masyarakat di kaki
Gunung Ungaran. Permintaan
ini disanggupi Sunan Kalijaga dan langsung dikirim para prajurit Kesultanan
Demak Bintoro kala itu." Dan tidak disebutkan apa
keterlibatan Syekh Munadi dalam pembangunan Masjid Agung Demak.
Berdasarkan prasasti Bulus didalam mihrab Masjid Agung Demak diketahui
bahwa Masjid Agung Demak dibangun pada tahun 1477 Masehi. Dibangun di lokasi
yang sebelumnya sudah berdiri Masjid dan Pesantren Sunan Ampel yang sudah
berdiri sejak tahun 1466 Masehi. Demak baru diproklamirkan sebagai Kesultanan
merdeka dari Majapahit oleh Raden Fatah pada tahun 1478 Masehi.
![]() |
Momolo asli Masjid Subulussalam ditempatkan diatas sokoguru asli ditengah rungah sholat Masjid Subulussalam Nyatnyono (regonal.kompas). |
Bila Sokoguru dimaksud dikirim para prajurit Kesultanan Demak Bintoro ke Ungaran, maka berarti pengiriman dilakukan setelah Demak berdiri sebagai sebuah Kesultanan ditahun 1478, dan saat itu dipastikan Masjid Agung Demak sudah berdiri lebih dulu ditahun 1477.
Sejarah populer memang menyebutkan bahwa Sokotatal di Masjid Agung Demak
dibuat oleh Sunan Kalijaga dari serpihah kayu dari tiga sokoguru lainnya, namun
dari berbagai kisah tutur populer dapat disimpulkan hal tersebut dilakukan
lebih karena memang kekurangan bahan kayu jati utuh ukuran yang setara dengan
tiga sokoguru lainnya, bukan karena ‘sengaja’ salah satunya dikirimkan ke
tempat lain atas persetujuan Sunan Kalijaga.
Kemungkinan Pernah
dipugar di Jaman Penjajahan Belanda ?
Kisah tutur juga menyebutkan bahwa sokoguru masjid ini awalnya hanya satu
lalu dibelah menjadi empat untuk menghindari dikultuskan atau disembah,
pembelahan menjadi empat tersebut dilakukan dijaman Belanda. Pada saat proses
pembelahan, pelangi muncul diatas masjid ini sehingga mengundang kecurigaan
tentara Belanda.
Sesuai dengan namanya, sokoguru atau tiang utama merupakan struktur utama bagi sebuah masjid kayu yang menjadi penopang utama seluruh struktur atap bangunan. Bila awalnya sokogurunya hanya satu kemudian dibelah menjadi empat, maka kemungkinan terbesarnya adalah pada saat itu terjadi proses pemugaran atau renovasi besar terhadap bangunan masjid ini.
Atau bisa jadi sebenarnya masjid ini memang baru dibangun dimasa penjajahan
Belanda, sehingga memang sangat masuk akal proses pembangunan-nya mengundang
kecurigaan tentara Belanda, apalagi sosok Syekh Hasan Munadi memang dikenal
sebagai tokoh penyebar Islam disana.
Keseluruhan kisah tutur tersebut menjadi lebih rancu mengingat sumber lain (Humas Pengurus Makam) mengatakan bahwa “Syekh Hasan Munadi merupakan seorang pendakwah yang datang dari
Kerajaan Mataram”. Mungkin yang dimaksud adalah Kesultanan Mataram
atau juga populer disebut Mataram Islam, untuk membedakannya dengan Kerajaan
Mataram Hindu / Kerajaan Medang.
Garis waktu berdirinya Kesultanan Mataram teramat jauh setelah sejarah
keberadaan Kesultanan Demak. Dan Belanda memang sudah hadir di tanah Jawa pada
masa Kesultanan Mataram. Sejarah mencatat Mataram beberapa kali melakukan
penyerbuan terhadap benteng Belanda (VOC) di Batavia. Wallahuwa’lam bisshowab.
Objek Wisata Rohani
Dalam menjalankan syiar Islam nya, Syeikh Hasan Munadi dibantu
oleh anaknya yang bernama Syekh Hasan
Dipuro. Kini, makam ayah dan putranya ini selalu ramai dikunjungi peziarah,
dari Semarang hingga luar provinsi dan luar Jawa.
Pengelolaan masjid ini dilakukan oleh keturunan Syeikh Hasan Munadi termasuk pengurusan komplek makam Syekh Hasan Munadi. Dikomplek masjid ini masih berdiri madrasah diniyah
atau tempat pembelajaran agama dan sendang (telaga) yang diberi nama sendang kalimah toyyibah.
Pengunjung ramai datang kesini setiap menjelang
bulan Ramadhan, mereka mengunjungi
masjid, sendang, ziarah kubur, dan haul yang yang diisi dengan
mujahadah, sema'an quran dan pengajian akbar.***
------------------------------------------------------------------
Baca Juga
Rujukan
No comments:
Post a Comment