Wednesday, January 11, 2012

Masjid Shirothal Mustaqim, Masjid Tertua di Samarinda – Kaltim


Dalam bahasa Arab, “Shirothal Mustaqim” bermakna “jalan yang lurus”. Nama yang terasa begitu pas untuk masjid tertua di kota Samarinda – ibukota propinsi Kalimantan Timur ini. Karena dalam sejarah pembangunannya lokasi tempat masjid ini berdiri dulunya merupakan tempat maksiat termasuk didalamnya tempat judi sabung ayam dan penyembahan berhala. Masjid ini dibangun di lokasi sekarang ini salah satu tujuannya adalah untuk melenyapkan kemaksiatan di daerah tersebut.

Masjid Shirothal Mustaqim dibangun oleh Said Abdurachman bin Assegaf, seorang ulama dan pedagang muslim dari PontianakKalimantan Barat yang datang ke Samarinda pada tahun 1880. Beliau mendapatkan gelar kehormatan dari Sultan Kutai saat itu sebagai Pangeran Bendahara. Menyadari kondisi masyarakat Samarinda seberang tempatnya bermukim masih ada yang suka berjudi dan melakukan maksiat lainnya beliau tergerak hati untuk membangun sebuah masjid yang lokasinya di pusat kegiatan tersebut. Dan pada tahun 1881 dimulailah pembangunan masjid dimaksud.



Lihat Masjid Shirathal Mustaqim - Samarinda di peta yang lebih besar

Pembangunan masjid ini memang membutuhkan waktu yang cukup lama sampai 10 tahun. Baru pada tahun 1891 masjid Shirothal Mustaqim diresmikan oleh Sultan Kutai Aji Muhammad Sulaiman yang sekaligus menjadi imam sholat pertama di masjid bersejarah ini. Kawasan tempat masjid ini berada pun kemudian berubah total menjadi kawasan yang relijius bahkan kampung letak masjid ini pun kemudian bernama Kampung Mesjid.

Semaraknya syiar Islam di Masjid Shirothal Mustaqim ini telah menarik perhatian seorang Saudagar kaya Belanda yang bernama Henry Dasen untuk memeluk Islam pada tahun 1901. Setelah ber-Islam beliau turut menyumbangkan hartanya untuk masjid dengan mendanai pembangunan sebuah menara tempat muazin mengumandangkan azan di masjid ini. Menara ini juga masih berdiri kokoh hingga kini.

Secara umum arsitektural Masjid Shirothal Mustaqim hampir sama dengan masjid masjid tua lainnya di tanah air. Yang menjadi pembedanya adalah susunan atapnya yang terdiri dari 4 susun atap limas, sementara kebanyakan masjid tua Indonesia hanya bersusun tiga. Dan satu hal yang menjadi pembeda utama nya adalah bahan yang dipakai. Masjid Shirotal Mustaqim seluruhnya menggunakan kayu Ulin sebagai bahan bangunan nya. Kayu Ulin yang biasa juga disebut sebagai kayu besi ini memang sangat terkenal karena kekutannya. Selain tahan rayap karena sangat keras juga tahan terhadap segala kondisi cuaca. Wajar bila kini masjid ini masih berdiri kokoh meski telah melewati rentang waktu lebih dari 120 tahun sejak dibangun tanpa membutuhkan perbaikan berarti.

Presiden SBY pernah singgah ke masjid ini untuk melaksanakan sholat subuh bersama masyarakat Samarinda seberang dalam salah satu lawatannya ke kota Samarinda. Masjid ini juga pernah meraih penghargaan sebagai peserta terbaik ke-dua dalam Festival Masjid Masjid Bersejarah Se-Indonesia yang diselenggarakan oleh Dewan Masjid Indonesia di tahun 2003 lalu. So, Bila sedang berkunjung ke Samarinda jangan lupa untuk menyinggahi Masjid penuh sejarah ini.

-----------------------------------------ooOOOoo-----------------------------------------

Baca artikel masjid masjid di Kalimantan lainnya


Monday, January 2, 2012

Masjid (bernama) Indonesia di Maroko, Sejarah yang “Terlupakan”

"Masjid Indonesia" di Kota Kenitra, Maroko (Foto dari Blog Burhan Ali)

Bila di Jakarta ada ruas jalan bernama Jalan Casablanca sebaliknya di Casablanca – Maroko juga ada ruas jalan bernama Jalan Jakarta. Tidak hanya Jalan Jakarta disana juga ada ruas jalan bernama Jalan Bandung. Masih belum cukup cukup sampai disitu, di kota Rabat – Ibukota Maroko juga ada ruas jalan bernama Rue Sukarno (Jalan Sukarno). Semua itu adalah bentuk penghargaan pemerintah Maroko (kala itu) dibawah pemerintahan raja Muhammad V atas jasa Indonesia dan Bung Karno dalam mendukung kemerdekaan Maroko dari Prancis.

Bung Karno menjadi pemimpin negara pertama yang mengadakan lawatan ke Maroko paska kemerdekaan-nya. Kunjungan Bung Karno ke Maroko pada tanggal 2 Mei 1960 disambut meriah oleh rakyat Maroko, Bung Karno bahkan dibawa berpawai keliling kota Rabat dalam mobil kap terbuka bersama Raja Muhammad V. dikesempatan tersebut Raja Muhammad V menghadiahi Bung Karno untuk meresmikan sendiri ruas jalan di Kota Rabat yang dinamai sesuai namanya “Rue Sukarno” atau Jalan Sukarno, sekaligus memberi hadiah bebas visa bagi seluruh rakyat Indonesia yang akan berkunjung ke Maroko. Sebuah hadiah yang masih bisa dinikmati oleh rakyat Indonesia hingga kini.

Indonesia Mosque
Mosquée Moulay Lhassan
Avenue Er-Riyade, Kénitra, Maroko



Tapi selain dari semua itu, di Maroko juga ada sebuah Masjid megah yang juga dinamai “Masjid Indonesia”. Lokasinya berada di kota Kenitra. Meski selama ini sama sekali tak ada pemberitaan di tanah air tentang keberadaan masjid ini. Burhan Ali, seorang Mahasiswa Indonesia yang sedang belajar di negeri Maghribi tersebut mengangkat keberadaan masjid ini dalam tulisannya.

Masjid (bernama) Indonesia tersebut masih berdiri megah dan masih berfungsi dengan baik hingga kini. Di papan nama masjid yang dipasang di atas pintu utama  bangunan masjid tertulis dengan jelas nama “Masjid Indonesia” dalam huruf Arab.  Jangankan orang Indonesia di tanah air, orang Indonesia yang tingal di Maroko pun sangat sedikit yang tahu tentang keberadaan masjid bersejarah ini.

Masjid Indonesia (Maolay Hassan) Foto dari panoramio

Penamaan masjid ini pun tidak terlepas dengan penamaan nama-nama jalan sebagaimana disebut di atas serta pembebasan visa bagi warga Indonesia sebagai hadiah dari Raja Mohammed V. Masjid yang terletak di samping Souk Houriya, kawasan Biranzaran Kota Kenitra ini hingga saat ini masih menjadi salah satu pusat pengajaran dan  pemberantasan buta huruf dan pengajian singkat setelah shalat maghrib.

Dari segi arsitektural, Masjid Indonesia” ini sedikit berbeda dengan masjid-masjid di Maroko umumnya. Pernah ada dari orang Maroko bercerita bahwa beberapa arsitek yang ikut membangun didatangkan dari Indonesia.  Perbedaan mencolok terlihat pada bangunan menara masjid. Bila menara masjid Maroko umumnya berbentuk balok yang tinggi menjulang, menara Masjid Indonesia berbentuk segi empat tirus ke atas. (sisi atas lebih kecil di banding bagian bawah menara).

Menara Masjid Indonesia di Maroko

Atap Masjid ini juga jauh berbeda dengan atap kebanyakan masjid di Maroko, atap “Masjid Indonesia” ini berbentuk rangkaian atap limas yang dipadu jadi satu.  Sebuah perbedaan yang sangat menarik diantara Masjid masjid di kota Kenitra yang semuanya berarsitektur khas Maroko. Warga Kenitra asli pun tak banyak yang tahu tentang masjid ini kecuali kaum tua. Orang muda Kenitra lebih mengenal masjid ini sebagai Masjid Maolay seperti tertulis pada situs panoramio yang menampilkan masjid ini dengan nama Masjid Maolay Hasan (Maolay Hasan adalah nama putra Mahkota Maroko).

So, bila anda sedang berada di kota Kenitra – Maroko, jangan lupa untuk singgah ke “Masjid Indonesia”. Jangan lupa juga untuk menuliskan pengalaman anda berkunjung ke “Masjid Indonesia” yang sangat jauuuuh dari Indonesia ini ya. Sejauh ini tulisan BURHAN ALI yang pernah di muat di Republika, Kompasiana dan Blog pribadi beliau menjadi satu satunya sumber tentang keberadaan Masjid ini.

----------------------------------------ooOOOoo------------------------------------------

Baca juga


Sunday, January 1, 2012

Kembaran Masjid Baiturrahman Banda Aceh di Yogyakarta

Masjid Baiturrahman D.I. Yogyakarta (foto dari kaskus)
Paska bencana gempa dan tunami tahun 2004 lalu begitu banyak bantuan dan solidaritas mengalir ke provinsi Aceh, termasuk pembangunan kembali masjid masjid yang hancur di Aceh baik oleh pemerintah RI, bantuan asing dan bantuan masyarakat dari dalam dan luar negeri, salah satunya adalah Masjid Palembang Darussalam di Lhoknga pada posting sebelumnya.

Dua tahun paska gempa dan tsunami di Aceh, tahun 2006 gempa dasyat melanda wilayah Yogyakarta menghancurkan infrastruktur di wilayah tersebut termasuk bangunan bangunan masjid yang ada. Sebagai bentuk solidaritas, pemerintah Provinsi Nangroe Aceh Darussalam (NAD) membangun masjid di wilayah kabupaten Bantul. Sebuah bangunan masjid yang sangat elok dan begitu menarik karena sengaja dibangun sebagai kembaran Masjid Baiturrahman di Banda Aceh dengan ukuran yang lebih kecil.

Nama resmi masjid inipun menggunakan nama yang sama dengan
masjid aslinya di Aceh (foto dari kaskus)
Lokasi Masjid Baiturrahman di Jogja


Masjid sumbangan masyarakat Aceh kepada masyarakat Yogyakarta ini berada di sisi utara simpang empat ring road madukismo. Plurugan, Tirtonirmolo, Kasihan, Bantul, Daerah Istimewa Yogyakarta,Indonesia. Di google map ataupun google earth lokasi masjid ini masih belum eksis. 

Klik untuk melihat lokasinya di wikimapia
Koordinat geografi : 7°49'34"S 110°20'41"E




Lihat Replika Masjid Baiturrahman di Yogyakarta di peta yang lebih besar



Sejarah Pembanguan

Kembaran Masjid Raya Baiturrahman Banda Aceh di Kabupaten BantulYogyakarta, merupakan sumbangan masyarakat dan Pemerintah Aceh, sebagai bentuk solidaritas dan simpati atas peristiwa gempa bumi yang melanda Daerah Istimewa Yogyakarta pada 2006 silam.

Kemeriahan peresmian masjid Baiturrahman D.I. Yogyakarta
foto dari serambinews.net
Peletekan batu pertama pembangunan masjid ini dilakukan sendiri oleh Wakil Gubernur Aceh Muhammad Nazar pada tahun 2006 silam. Pembangunan masjid ini merupakan reflkesi dari sikap kebersamaan masyarakat Aceh atas derita warga Bantul yang digempur gempa.

Rencananya Masjid tersebut juga akan diresmikan oleh Wakil Gubernur Aceh, Muhammad Nazar. Namun beliau batal datang ke Yogyakarta untuk acara peresmian yang bertepatan di hari Jum’at tersebut karena ditutupnya bandara Adi Sucipto Yogyakarta untuk semua aktivitas penerbangan akibat tertutup debu vulkanik dari letusan gunung Merapi.

foto dari panoramio
Peresmian masjid ahirnya dilakukan pada hari Jum’at tanggal 5 November 2010 oleh Kepala Biro Keistimewaan Aceh dan Kesejahteraan (Isra) Drs Bukhari yang lebih dulu tiba di Yogyakarta mewakili Wagub Aceh yang gagal terbang ke Yogya. Sementara dari Bantul hadir Wakil Bupati Bantul Mardi Ahmad. Tokoh Aceh di Yogya hadir HM Djamil Mahmudi SH, Jufri dan beberapa tokoh Aceh lainnya.

Pembangunan masjid tersebut menghabiskan dana Rp 3,3 miliar, bersumber dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Aceh (APBA) 2007 -2009. Masjid tersebut mampu menampung 1000 jamaah. Pemprov Yogyakarta melalui Wagubnya KGPAA Sri Paduka Paku Alam IX jauh-jauh hari telah mempersiapkan rangkaian upacara peresmian masjid tersebut dengan mengundang Wagub Aceh, Muhammad Nazar. Di antaranya, tarian adat dan spanduk penyambutan yang dibentangkan di sejumlah tempat strategis di Bantul.

Wagub Muhammad Nazar, seyogyanya usai prosesi peresmian tersebut juga dijadwalkan menjadi khatib Shalat Jumat (5/11), di masjid yang kembaran Masjid Raya Baiturrahman Banda Aceh itu. Namun semua rencana tersebut tidak terwujud karena Bandara Adi Soetjipto Yogyakarta ditutup akibat debu vulkanik letusan Gunung Merapi seperti disebutkan tadi.

foto dari panoramio
Wagub Muhammad Nazar mengaku kecewa karena tidak bisa hadir ke Bantul, Yogyakarta. “Atas nama masyarakat dan Pemerintah Aceh, saya menyampaikan permohonan maaf karena tak bisa menjejakkan kaki di Yogya. Semata-mata ini karena kendala di luar kemampuan manusia”.

Upacara peresmian masjid diselenggarakan dalam suasana duka cita akibat meletusnya gunung merapi. Upacara peresmian berlangsung dalam suasana khidmat, meski diwarnai situasi tidak menentu akibat bencana Merapi, Kepala Biro Keistimewaan Aceh dan Kesejahteraan (Isra) Drs. Bukhari dan rombongan disambut secara adat Jawa, manifestasi dari rasa terima kasih pemerintah dan masyarakat Yogyakarta atas sumbangan Aceh itu.

senja di masjid Baiturrahman D.I. Yogyakarta (foto dari panoramio)
Dalam kesempatan itu, secara simbolik, Bukhari juga menyerahkan bantuan Rp 100 juta untuk bencana Merapi. Sebagai ungkapan dukacita dan belasungkawa, Wagub Muhammad Nazar menyempatkan diri melakukan pembicaraan per telepon dengan Wagub Yogyakarta. “Wagub Yogyakarta menyampaikan undangan kepada Wagub Aceh untuk berkunjung ke Yogyakarta”.

Referensi


------------------------------ooOOOoo-------------------------------

Baca Juga