Showing posts with label Masjid di Yogyakarta. Show all posts
Showing posts with label Masjid di Yogyakarta. Show all posts

Sunday, January 28, 2018

Masjid “Kubah Pelangi” An-Nurumi Candisari

Masjid An-Nurumi

Masjid An Nurumi atau lebih dikenal dg sebutan Masjid Kremlin terletak di Jalan Solo, Candisari, Kalasan, Sleman, di jalur perlintasan Jogja-Solo. Masjid ini berada di dalam komplek Rumah Makan Ayam Goreng Mbok Berek, dan sengaja di bangun oleh pemiliknya Nur Indarti, Dan anaknya Umi Nur terinspirasi dari bangunan legendaris Katedral Santo Basil yang menjadi ikon kota Moscow di Russia, yang sempat mereka kunjungi.

Lapangan Merah, Katedral Santo Basil dan Kremlin merupakan destinasi wisata paling terkenal di Russia, lokasinya yang berdekatan seringkali membuat turis asing yang berkunjung kesana salah kaprah menyebut salah satu dari tiga ikon tersebut. Wajar bila kemudian warga disekitar Masjid An-Nurumi inipun seringkali menyebut masjid ini sebagai Masjid Kremlin.

Masjid An Nurumi
JL. Raya Yogya - Solo‎, KM.15 Desa Candisari
Kec. Kalasan, Kab. Sleman, Daerah Istimewa Yogyakarta 55571



Tentang nama masjid ini, An-Nurumi, merupakan gabungan nama ibu dan anak, Ibu Noor (Nur Indarti) dan putrinya yang bernama Umi, yang digabungkan menjadi Nurumi. Kedua nama tersebut terpampang jelas di papan nama Rumah Makan Ayam Goreng Mbok Berek yang bersebelahan dengan masjid unik ini.

Pembangunan masjid ini memang terinspirasi dari bentuk bangunan Katedral Santo Basil di Moscow. Konon, ceritanya, ibu Nur dan Putrinya sempat berkunjung ke Moscow, Russia, sepulang dari perjalanan Umroh. terkesan dengan bangunan tersebut, ibu dan anak ini kemudian membangun bangunan yang serupa dengan ukuran yang lebih kecil di halaman samping rumah makan milik mereka di Candisari, Sleman di tahun 2015.

Masjid An-Nurumi

Selain ukurannya lebih kecil, fungsinya pun sama sekali berbeda dengan bangunan legenda di Russia, bangunan yang mereka bangun tersebut justru dibangun sebagai masjid meskipun bagian atapnya meniru bangunan Santo Basil di Moscow tersebut. Maka Jadilah sebuah masjid yang unik seperti yang kita lihat saat ini dan diresmikan pemakaiannya pada tanggal 9 Agustus 2007 oleh Sri Sultan Hamengku Buwono X.

Keunikan masjid ini memang cukup menarik perhatian. saking uniknya, ada yang mengira bangunan ini sebagai toko permen atau toko souvenir, maklumlah selain bentuknya yang unik, papan nama masjid ini juga cukup jauh dari bangunannya. Tak hanya wisatawan lokal yang terpesona dengan masjid ini, turis asing yang melintas disana pun seringkali tersenyum sumringah menyaksikan bangunan unik ini, dan menyempatkan mampir meskipun sejenak untuk berselfie berlatar Masjid An-Nurumi yang unik ini.

-------------------------------------------------------------------------------
Follow & Like akun Instagram kami di @masjidinfo
🌎 gudang informasi masjid di Nusantara dan mancanegara.
🌎 informasi dunia Islam.
-------------------------------------------------------------------------------

Baca Juga


Sunday, December 3, 2017

Masjid Agung Dr. Wahidin Soedirohoesoedo Sleman

Masjid Agung Kabupaten Sleman, Yogyakarta.

Masjid Agung Dr Wahidin Soediro Hoesodo adalah masjid agung kabupaten Sleman provinsi Yogyakarta, lokasinya berada di samping jalan utama dan dekat dengan komplek perkantoran Pemerintah Daerah Kabupaten Sleman.

Pembangunan Masjid Agung dimulai pada tanggal 20 Mei 1986, dengan baiaya sebesar Rp. 1.173.304.482. Diresmikan pada tanggal 25 Juni 1990 oleh Bupati Sleman Drs.Samirin, dan dipergunakan untuk ibadah sholat Jum’at pertama pada tanggal 19 April 1991.

Masjid Agung dr. Wahidin Soedirohoesodo
Jalan Parasamya, Tridadi, Kecamatan Sleman
Kabupaten Sleman, Daerah Istimewa Yogyakarta 55511
Indonesia



Berbagai kegiatan dalam rangka memakmurkan masjid selain ibadah sholat Fardhu dan Jumat antara lain: pengajian tafsir Al-Qura’an setiap minggu, pengajian Al-Hidayah setiap Jum’at, pengajian ibu-ibu dan anak-anak setiap minggu, Kegiatan Amaliah Ramadhan.

Upaya memakmurkan Masjid Agung terus dikembangkan dengan kegiatan-kegiatan  antara lain pelatihan manasik Haji, pengajian remaja dan pembinaan PNS Pemda Kab. Sleman sampai dengan pembinaan ekonomi umat. Hal ini dimaksudkan untuk mengoptimalkan peran dan fungsi masjid baik sebagai tempat ibadah, pendidikan agama, pembinaan umat maupun meningkatkan kesejahteraan umat. 

Nama masjid Agung Sleman ditulis dalam huruf arab di fasad depan masjid. 

Masjid Agung Paripurna Nasional

Pada Tahun 2015, Masjid Agung Dr. Wahidin Soediro Hoesodo menjadi Masjid Agung terbaik di Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta dan menjadi Finalis Masjid Agung Percontohan Tingkat Nasional.  Dan di tingkat Nasional, Masjid Agung Sleman ini mendapatkan penghargaan Paripurna Nasional ke 3, Posisi pertama diraih masjid Agung Riau, dan tempat kedua diraih masjid Agung Jawa Timur.

Penilaian itu didasarkan pada fungsi masjid tersebut sebagai tempat ibadah dan juga berbagai aktivitas sosial masyarakat, termasuk kegiatan ekonomi produktif. ‪Penghargaan tersebut diberikan Kementerian Agama RI, karena takmir masjid Agung Sleman dinilai mampu memakmurkan fungsi masjid secara optimal. Masjid Agung Sleman telah mampu memberikan optimalisasi bagi upaya pemberdayaan masyarakat melalui berbagai kegiatan, baik ekonomi, sosial maupun lainnya.

------------------------------------------------------------------
Follow & Like akun Instagram kami di @masjidinfo
🌎 gudang informasi masjid di Nusantara dan mancanegara.
🌎 informasi dunia Islam.
------------------------------------------------------------------

Referensi


Baca Juga



Sunday, November 19, 2017

Masjid Agung Al-Ikhlas Wonosari Gunung Kidul

Masjid Agung Al-Ikhlas Wonosari, Gunung Kidul (foto from akun IG @hikari_shiro) 

Masjid Agung Al-Ikhlas Wonosari adalah masjid agung kabupaten Gunung Kidul yang berada di Wonosari selaku ibukota pusat administrasi kabupaten Gunung Kidul. Sebagai masjid agung kabupaten, masjid agung Al-Ikhlas ini berada di alun alun kabupaten Gunung Kidul. Berdekatan dengan kantor Bupati Gunung Kidul.

Masjid Agung Al-Ikhlas berada di sisi Barat laut alun alun Wonosari. sedangkan kantor Bupati berdiri di sisi timur laut alun alun. Seluruh bidang danah si sisi timur laut masjid ini menjadi lahan kantor Bupati, tidak seperti lahan di sisi barat laut alun alun yang tidak seluruhnya merupakan lahan untuk masjid namun juga terdapat beberapa bangunan lain.

Masjid Agung Al-Ikhlas
JL. Masjid, Kepek, Wonosari, Kabupaten Gunung Kidul
Daerah Istimewa Yogyakarta 55851



Berjejer dengan komplek masjid agung Al-Ikhlas ini ada Kantor Kementrian agama kabupaten Gunung Kidul dan Sekolah milik Muhammadiyah, serta perkantoran lainnya. Dibelakang masjid, juga terdapat Pondok Pesantren yang didirikan oleh (Alm.) Haji. Mohammad Hussein yang pernah menjabat sebagai Imam besar Masjid Agung Al Ikhlas.

Arsitektur masjid ini juga cukup menarik. meski dibangun berlantai dua namun tetap mempertahankan bentuk atap tajuk atau atap limas bersusun tiga yang merupakan ciri khas masjid masjid asli Indonesia dan Nusantara. dan bagian yang tak kalah unik dari masjid ini adalah ornament di puncak menaranya yang tak biasa.

Interior Masjid Agung Wonosari, Gunung Kidul.

Puncak menara masjid ini tidak menggunakan kubah namun menggunakan instalasi besi baja tahan karat yang membentuk denah segi delapan, di tempatkan di puncak menara. Dibagian bawah instalasi baja ini terdapat balkoni yang digunakan untuk menempatkan beberapa perangkat pengeras suara.

Sebagai Masjid Agung, Masjid ini menjadi pusat aktivitas ke-Islaman di kabupaten Gunung Kidul seperti pelaksanaan ibadah wajib maupun sunnah seperti Ibadah Jum’at, manasik haji, pengajian-pengajian, kursus-kursus agama Islam, perayaan Idul Fitri dan Idul Adha, pusat kegiatan di bulan ramadhan, dan lain sebagainya.

Halaman masjid ini yang cukup luas juga seringkali dipergunakan warga untuk beragam aktivitas termasuk menjadi tempat pavorit para pedagang keliling. Anak anak sekolah juga seringkali memanfaatkan halaman masjid ini untuk kegiatan latihan Baris Berbari, Pramuka dan sebagainya.***

------------------------------------------------------------------
Follow & Like akun Instagram kami di @masjidinfo
🌎 gudang informasi masjid di Nusantara dan mancanegara.
🌎 informasi dunia Islam.
------------------------------------------------------------------

Baca Juga


Sunday, June 4, 2017

Masjid Kraton Soko Tunggal, Tamansari, Yogyakarta

Masjid Kraton Soko Tunggal, Tamansari, Yogyakarta, terdiri dari dua bangunan yakni bangunan utama ditambah dengan sebuah pendopo.

Sesuai dengan namanya, masjid ini memang berada di lingkungan Kraton Yogyakarta dan memang hanya memiliki satu soko atau tiang penyanggah. Soko Tunggal yang dimaksud adalah tiang penyanggah struktur atap masjid yang dalam pakem masjid Jawa biasanya menggunakan empat sokoguru, namun di masjid ini hanya menggunakan satu sokoguru, berdiri di tengah tengah ruangan masjid menyanggah langsung ke puncak struktur atap.

Lokasi masjid Soko Tunggal berada komplek Kampung Wisata Tamansari, langsung terlihat disebelah kiri jalan ketika melewati gerbang kampung wisata tersebut. Selain Soko gurunya yang hanya satu saja, soko guru tunggal tersebut juga berdiri diatas umpak (landasan batu) yang berasal dari era kekuasaan Sultan Agung Hanyokro Kusumo (raja terbesar kesultanan Mataram Islam). Keunikan lainnya adalah bahwa pembangunan masjid ini sama sekali tidak menggunakan paku besi untuk menyambung masing masing struktur kayu-nya.

Masjid Soko Tunggal
Jl. Taman 1 No.318, Patehan, Kraton, Kota Yogyakarta
Daerah Istimewa Yogyakarta 55133. Indonesia



Arsitektur Masjid Kraton Soko Tunggal

Masjid Sokotunggal dirancang oleh (almarhum) R. Ngabehi Mintobudoyo, arsitek Keraton Yogyakarta yang terakhir. Desainnya berbentuk joglo, dengan satu menara dari besi dan satu tiang (soko) berukuran 50 cm x 50 cm. Masjid yang sangat kental corak jawa. Atap masjid berbentuk Joglo, dengan 4 soko Brunjung, 4 soko bentung dan 1 Soko Guru. Ompak raksasa sebagai landasan bangunan berjumlah 2 dan berasal dari kraton Sultan Agung di desa Kerta, Kraton Plered.

Berdiri diatas lahan seluas 900 m2, yang merupakan tanah wakaf dari Sri Sultan Hamengkubuwono IX. Bangunan masjid berukuran 10 x 16 m2. dan ditambah dengan bangunan serambi berukuran 8 x 16 m2.Luas keseluruhan-nya mencapao 288 m2 dan mampu menampung 600 jamaah.

Arsitektur bangunan masjid ini sarat dengan makna. 4 buah Saka Bentung dan 1 buah Saka Guru, semuanya berjumlah 5 buah, melambangkan Pancasila. Sedangkan sokoguru tunggalnya merupakan lambang sila yang pertama, “Ketuhanan yang maha esa”. Usuk sorot (memusat seperti jari-jari payung), disebut juga peniung merupakan lambang Kewibawaan negara yang melindungi rakyatnya.

Pendopo Masjid Kraton Soko Tunggal.

Beragam ukiran dimasjid ini juga mengandung makna dan maksud tertentu. Ukiran Probo, berarti bumi, tanah, kewibawaan. Ukiran Saton, berarti menyendiri, sawiji. Sorot berarti sinar cahaya matahari. Tlacapan berarti panggah, tabah dan tangguh. Ceplok-ceplok berarti pemberantas angkara murka. Ukiran mirong berarti maejan. Bahwa semuanya kelak pasti dipanggil oleh Allah. Ukiran tetesan embun diantara daun dan bunga yang terdapat di balok uleng. Maksudnya, siapa yang salat di masjid ini semoga mendapat anugerah Allah.

Dari aspek konstruksi, bangunan masjid Sokotunggal ini juga sarat makna. Dalam konstruksi masjid itu ada bagian yang berbentuk bahu dayung. Ini melambangkan, orang-orang yang salat di masjid ini menjadi orang yang kuat menghadapi godaan iblis angkara murka yang datangnya dari empat penjuru dan lima pancer. Sunduk, artinya menjalar untuk mencapai tujuan. Santen, artinya bersih suci (kejujuran). Uleng, artinya wibawa. Singup, artinya keramat, Bandoga, artinya hiasan pepohonan, tempat harta karun. Dan tawonan, yang berarti gana, manis, penuh.

Rangka-rangka masjid yang dibentuk sedemikian rupa juga memiliki makna. Soko brunjung melambangkan upaya mencapai keluhuran wibawa melalui lambang tawonan. Dudur adalah lambang ke arah cita-cita kesempurnaan hidup melalui lambang gonjo. Sirah godo, melambangkan kesempurnaan senjata yang ampuh, sempurna baik jasmani dan rokhani. Dan mustoko yang melambangkan keluhuran dan kewibawaan.

Soko atau tiang tunggal berdiri ditengah tengah ruang masjid, bukan empat soko (tiang) seperti kebanyakan masjid masjid bergaya Jawa pada umumnya.

Sejarah Masjid Soko Tunggal

Berdarsarkan prasasti yang ada di masjid ini, Masjid Kraton Soko Tunggal selesai dibangun pada hari Jum’at Pon, tanggal 21 Rajab tahun 1392 Hijriah, bertepatan dengan tanggal 1 September 1972. Peresmiannya dilaksanakan pada tanggal 28 Februari 1973 Oleh Sri Sultan Hamengkubuwono IX.

Pembangunan masjid ini merupakan inisiatif dari masyarakat muslim setempat, yang memang membutuhkan masjid sebagai tempat peribadatan mereka. sebelum masjid ini berdiri masyarakat muslim disana melaksanakan sholat Jum’at di salah satu gedung di komplek Tamansari yakni gedung Kedung Penganten.***

Referensi



Sunday, January 15, 2017

Masjid Sela Peninggalan Sultan Hamengkubowono I

Kecil dengan gaya dan kesannya sendiri, masjid Sela bertahan melintasi waktu dari era Sultan Hamengkubuwono I sebagai masjid Panepen hinga saat ini. 

Masjid Sela adalah salah satu masjid tua bersejarah di Yogyakarta, lokasinya berada di RT 41, RW II, Kampung Panembahan, Kelurahan Panembahan, Kecamatan Keraton, Propinsi Daerah Istimewa Yogyakarta. Masjid ini terletak di tengah pemukiman penduduk yang cukup padat, akses jalan untuk menuju ke ini merupakan gang kampung yang sempit. Bahkan pengendara kendaraan beroda dua pun harus menuntun kendaraannya untuk memasuki wilayah ini.

Ukuran masjid Sela hanya seukuran sebuah mushola yakni sekitar 6 m x 6 m berdiri diatas lahan seluas 7 m x 8 m, dengan daya tamping hanya sekitar 30-40 jemaah saja. Atap masjid ini masih merupakan bangunan lama dengan motif atap wajik. Kemuncak dari masjid ini juga masih merupakan bangunan lama, berbentuk kerucut dengan ornamen yang kucup kaya di semua sisi dan sudutnya. Kemuncak semacam ini agak umum terdapat pada masjid-masjid Jawa di masa lalu.


Masjid ini dulunya juga dilengkapi dengan kolam di bagian depan (halamannya). Sama seperti masjid-masjid di Jawa masa lalu. Kolam yang difungsikan untuk mencuci kaki bagi siapa pun yang akan memasuki masjid dan sebagai lambang pensucian diri ini sekarang sudah tidak ada lagi. Keberadaan kolam ini telah tergantikan oleh lantai yang diperkeras dengan ubin batu.

Pada era 1960-an kompleks masjid ini sempat terbengkalai. Ruang di dalam masjid digunakan untuk tempat penyimpanan keranda, kolam di depan masjid ini digunakan untuk pembuangan sampah. Baru pada tahun 1965-an dilakukan rehabilitasi untuk memulihkan kondisinya dan setelah kembali difungsikan sebagaimana mestinya dan terbuka untuk khalayak umum.

Masjid Untuk Pangeran

Masjid Sela ini pada mulanya adalah sebuah masjid panepen yang dibuat di dalam kompleks rumah (dalem) pangeran. Jadi fungsinya lebih sebagai masjid keluarga pangeran. Sebagai masjid panepen yang berasal dari kata nenepi dan bermakna menyendiri atau semadi ini Masjid Sela memang lebih difungsikan untuk hal yang demikian. Artinya, pada waktu-waktu tertentu masjid ini memang digunakan untuk bertafakur oleh pangeran atau keluarga yang memilikinya.

Merujuk kepada angka tahun yang tertulis pada papan di atas pintu masjid ini, Masjid Sela dibangun tahun 1709 Saka atau sekitar tahun 1787 Miladiyah, dimasa kekuasaan Sultan Hamengkubuwono I yang berkuasa Antara tahun 1755 – 1792, kemudian dilanjutkan di masa pemerintahan Sultan Hamengku Buwana II (1792-1810).***

Saturday, January 14, 2017

Masjid Kagungan Dalem Pajimatan Imogiri Peninggalan Sultan Agung

Masjid Pajimatan, Masjid yang dibangun di komplek pemakaman raja raja Mataram di Imogiri.

Masjid Pajimatan merupakan salah satu masjid tertua di Yogyakarta, peninggalan raja Mataram Islam, Sultan Agung, Usia masjid tersebut hampir sama dengan Masjid Kotagede dan Masjid Giriloyo. Lokasinya berada satu kompleks dengan makam raja-raja Mataram di Dusun Pajimatan, Kecamatan Imogiri, Bantul. Dari Kota Yogyakarta, Masjid Pajimatan sekitar 17 kilometer ke arah selatan wilayah Imogiri.

Letak masjid berada di kawasan perbukitan Pajimatan yang menjadi satu kompleks atau satu kesatuan dengan makam Sultan Agung, makam trah Kasunanan Solo dan trah Kasultanan Ngayogyakarto Hadiningrat. Hanya saja letaknya masih di bawah bukit. Sedang untuk mencapai kompleks makam, dari masjid harus menaiki sekitar 415 anak tangga.

Tidak diketahui dengan pasti mengapa masjid itu dinamakan Masjid Pajimatan, hanya diketahui nama dusun di kawasan itu bernama Dusun Pajimatan begitupun dengan bukit tempatnya berdiri. Namun nama Pajimatan mengingatkan kita akan nama jimat yang berarti sesuatu yang dianggap keramat, sakral atau mistik.

Masjid Kagungan Dalem Pajimatan
Komplek makam raja raja Mataram Dusun Pajimatan
Kecamatan Imogiri, Kabupaten Bantul
Prov. Daerah Istimewa Yogyakarta, Indonesia



Masjid Pajimatan diperkirakan dibangun pada tahun 1632 oleh Tumenggung Citrokusumo atas perintah Sultan Agung Hanyakrakusumo. Sejak itu pembangunannya dilanjutkan raja-raja berikutnya. Bangunan ini masih asli meski ada beberapa tempat yang direstorasi untuk mencegah kerusakan. Pada saat gempa melanda wilaya Bantul tahun 2006 lalu, bangunan masjid tidak banyak yang rusak seperti kompleks makam yang ada di atasnya. Beberapa tembok bangunan hanya retak-retak dan sudah diperbaiki.

Dari sisi arsitektur bangunan masjid juga sama dengan bangunan masjid tua lainnya dengan model limasan dengan atap tumpang satu (tajug) di ujung atapnya terdapat Mustaka menyerupai mahkota berbentuk bunga kenanga dari tembaga. Tembok bangunan menggunakan batu bata merah namun bila dibandingkan dengan batu bata sekarang ini, ukurannya lebih besar dan tebal dengan bahan perekat menggunakan batu kapur, sedangkan konstruksi penopang atap dan lainnya menggunakan kayu jati.

Ruang utama masjid ini kira kira seluas 89 meter persegi terbagi dua yang terpisah untuk jamaah laki-laki dan perempuan, dilengkapi dengan mimbar dan bedug masjid. Di halaman masjid menjelang pintu masuk terdapat kolam yang dulunya merupakan kolam untuk berwudhu dan mencuki kaki sebelum masuk ke masjid namun kini sudah dijadikan kolam ikan. Untuk keperluan berwudhu dan mencuci kaki sudah disediakan keran keran air.

Oleh karena masjid ini merupakan satu kesatuan dengan kompleks makam, lanjut Mangun, masjid ini diurus dan dijaga oleh 12 orang abdi dalem keraton. Mereka semua adalah warga dusun sekitar yang diberi tugas merawat sekitar lingkungan masjid secara bergiliran. Dan karena lokasinya juga, masjid ini menjadi tempat beriadah bagi para peziarah yang datang ke komplek pemakaman tersebut.***


------------------------------------------------------------------
Follow & Like akun Instagram kami di @masjidinfo dan @masjidinfo.id
🌎 gudang informasi masjid di Nusantara dan mancanegara.
------------------------------------------------------------------

Baca Juga



Sunday, January 8, 2017

Masjid Giriloyo Yogyakarta

Masjid Giriloyo berada di komplek pamakaman Giriloyo.

Masjid Giriloyo adalah masjid tua yang berada di komplek pemakaman Giriloyo di Dusun Giriloyo, desa Wukirsari kecamatan Imogiri, kabupaten Bantul, provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta. Berdirinya kompleks Masjid dan Makam Giriloyo ini, erat kaitannya dengan Masjid Pajimatan dan kompleks makam raja-raja Mataram di Imogiri, usia kedua masjid dan pemakaman ini diperkirakan tidak jauh berbeda, dibangun sekitar abad 16 Miadiyah. Kedua tempat tersebut diperkirakan dibangun pada masa pemerintahan Sultan Agung.

Masjid Giriloyo atau Girilaya dibangun oleh Pangeran Juminah (Paman Sultan Agung) Atas perintah langsung dari Sultan Agung, sebagai bagian dari rencana pembangunan komplek pemakaman kerajaan. Lokasi-nya berdekatan dengan makam Sultan Cirebon ke VI, Panembahan Ratu Pakungwati II yang merupakan menantu dari Raja Mataram Sunan Amangkurat I (Putra Sultan Agung), Panembahan Ratu Pakungwati II dikenal dengan nama Panembahan Girilaya karena dimakamkan di Girilaya (Giriloyo).


Di Pemakaman Giriloyo terdapat makam Pangeran Juminah dan keluarganya, serta ibunda dari Sultan Agung. Letak komplek makam Giriloyo berada di perbukitan yang lokasinya lebih tinggi dari masjid ini, untuk sampai ke makam harus menaiki tangga batu dan semua orang akan melewati Masjid Giriloyo yang berada di bawahnya.

Kompleks makam Pangeran Juminah di-urus dan dijaga beberapa abdi dalem keraton yang ditunjuk untuk bertugas. Sebagian besar adalah warga sekitar Dusun Cengkehan Giriloyo. Sedangkan pembangunan masjid kemudian di lanjutkan oleh Kiai Marzuki dan keluarganya. Untuk makam di sekeliling masjid atau yang ada di bawah adalah diperuntukkan warga dusun setempat saja.

Bagian ruang utama Masjid Giriloyo masih utuh seperti semula dengan atap model tumpang atau tajug dengan empat saka guru dari kayu jati yang. Bangunan masjid berdenah bujur sangkar dengan luas sekitar 80 meter persegi. Di dalam ruangan tersebut terdapat mimbar tempat khatib menyampaikan khotbah.

Dinding bangunan terbuat dari batu bata yang diplester. Sedangkan lantai masjid terbuat dari tegel warna hijau tua. Selain itu terdapat bedug, kentongan dan beberapa keranda yang disimpan di samping masjid. Gempa 27 Mei 2006 sempat membuat retak-retak pada tembok sisi selatan masjid ini namun sudah diperbaiki.

Di sebelah selatan ruang utama terdapat ruang pawestren yang dulu biasa digunakan untuk jamaah perempuan. Serambi masjid juga masih ada dan berbentuk seperti aslinya. Di depan serambi masjid terdapat kolam dengan ukuran 10 x 1,5 meter yang digunakan para jamaah membersihkan kaki sebelum masuk masjid agar bersih dari segala kotoran.

Masjid Giriloyo dilengkapi dengan tiga buah pintu dan empat jendela, namun ruang utama masjid masih tampak gelap dan temaram ditambah dengan udara di dalam masjid yang sangat sejuk karena banyak pepohonan rindang yang tumbuh di sekeliling masjid, memberikan nuansa ke-khusu’an tersendiri beribadah di masjid tua ini.***


Sunday, January 1, 2017

Masjid Besar Pakualaman Yogyakarta

Gapura Masjid Pakualaman

Masjid Pakualaman adalah Masjid Resmi Puro Pakualaman yang berada di kelurahan Kauman, kecamatan Pakualaman kota Yogyakarta, lokasi nya berada disebelah barat laut alun alun Sewandanan diluar komplek Puro, sekitar dua kilometer kea rah timur laut dari karton Yogyakarta. Karena faktor usia dan sejarahnya Masjid Pakualaman merupakan salah satu benda cagar budaya di provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta.

Dengan usianya yang sudah mendekati dua abad, kondisi masjid Puro Pakualaman ini sangat terawat. Bangunan utama masjidnya berupa bangunan joglo dengan empat sokoguru ditengah ruangan sebagai penyanggah struktur atap, bangunan ini memiliki luas luas 144 m2 dan dilengkapi dengan empat buah serambi dengan luas 238 m2. Didalam masjid dilengkapi dengan mihrab dan sebuah mimbar kayu berukir dibalut dengan warna emas.

Sejarah Masjid Pakualaman

Sejarah pembangunan masjid ini dicatat dalam empat prasarti yang ada di masjid ini. Dua prasasti menggunakan aksara arab dan dua prasasti menggunakan aksara Jawa. Dari dua jenis prasasti tersebut terdapat dua tarikh yang berbeda, prasasti yang berada disebelah utara masjid bertarikh Jawa 1767 atau bertepatan dengan tahun 1839 Miladiyah, sedangkan prasasti disebelah selatan menunjukkan tarikh Jawa yang bertepatan dengan tahun 1855 Miladiyah

Meski ada perbedaan tarikh pada dua prasasti tersebut namun pada umumnya para ahli bersepakat bahwa masjd Pakualaman dibangun oleh KRT Natadiningrat atau Sri Paku Alam II pada tahun 1831 yang berkuasa di wilayah Kadipaten Pakualaman dan Kadipaten Karang Kemuning paska perang Diponegoro.




Kanjeng Raden Tumenggung (KRT) Natadiningrat atau Kanjeng Pangerang Haryo (KPH) Suryaningrat atau Sri Paku Alam II dinobatkan sebagai Raja di Kraton Puro Pakualaman pada tanggal 4 Januari 1830 dan wafat pada tanggal 13 Juli 1885 dimakamkan di Pesarean Hastana Kotagede Yogyakarta. Beliau naik tahta menggantikan mendiang ayahandanya Pangeran Natakusuma atau Sri Paku Alam I yang wafat pada tahun 1829.

Selain sebagai Raja, Sri Paku Alam II juga dikenal sebagai seorang seniman ulung yang sangat terkenal. Paska perang Diponegoro, Paku Alam II banyak sekali menghasilkan karya seni termasuk juga mengenalkan seni musik dan drama secara terbuka di kalangan Kraton dan masyarakat Yogyakarta pada umumnya.

Selain mendirikan dan memimpin jama’ah di masjid Puro Paku Alam, Sri Paku Alam II juga menulis karya sastra Serat Baratayudha dan Serat DewaRuci yang berisi tentang penjabaran dua kalimat syahadat dan sifat Allah yang dua puluh. Beliau juga dikenal dengan titahnya yang berbunyi : "Barang siapa masuk Masjid Puko Paku Alam, saya mengharap dengan sangat agar membasuh diri atau bersuci hingga bersih, juga agar turut menjaga kebersihan dengan menyapu serambi masjid dan halamanya".***


Sunday, September 25, 2016

Masjid Islamic Center Universitas Ahmad Dahlan Yogyakarta

Masjid Islamic Center Ahmad Dahlan Yogyakarta 

Sesuai dengan namanya, Masjid Islamic Center Universitas Ahmad Dahlan ini berada di dalam komplek kampus IV Uad di desa Tamanan, Banguntapan, kabupaten Bantul, provinsi Daerah Istimewa Yokyakarta. Diresmikan oleh Ketua Umum PP Muhammadiyah, Din Syamsuddin, pada hari Jumat 19 Juni 2015, disaksikan oleh seluruh civitas akademika UAD.

Bangunan masjid ini sangat megah dan terlihat anggun di malam hari. Berdiri di atas lahan seluas 1 hektar, menghabiskan dana sekitar Rp 37 miliar, sebagian besar merupakan swadaya dari UAD dan bantuan dari Kedutaan Besar Arab Saudi sekitar Rp 5 miliar.


Masjid UAD ini dibangun tiga lantai. Peruntukan dua lantai atas sebagai tempat ibadah pria dengan kapasitas mencapai 1600 jemaah, lantai  3 untuk Jemaah wanita, di atas mihrab dibuat lengkungan setengah lingkaran agar jamaah perempuan bisa melihat gerakan shalat imam. sedangkan lantai bawah difungsikan untuk Kantor Majelis Tarjih PP Muhammadiyah, perpustakaan pusat kajian Islam dan  ruang pertemuan.

Pembangunan masjid ini melibatkan dua orang arsitek yakni Rachmat Wondoamiseno dan Bambang Budiarto. Pembangunan menggunakan konsep minimalis mediterania namun memiliki sentuhan timur tengah khususnya di bagian interior masjid, menghadirkan idealismenya membuat bangunan masjid yang megah dan modern.

Megah dan Unik serta Ramah Lingkungan 

Rancangan masjid ini tidak mengadopsi gaya bangunan masjid manapun, murni merupakan paduan dari beberapa ide dari arsiteknya dan hasil musyawarah dengan pihak kampus UAD. Tampak megah dengan dua menara menjulang setinggi 40 meter di kanan dan kirinya.Menara bulan sabit dari galvalum emas ini nampak bersinar dengan balutan sinar lampu LED ketika malam hari sehingga menambah kemegahan masjid tersebut.

Masjid ini dilengkapi dengan tangga berundak langsung menuju ke II. Kehadiran tangga berundak ini memberikan kesan gagah dan tinggi. Memasuki lantai dua masjid ini melalui tangga berundak, jamaah akan melewati pintu masuk ke masjid yang dibuat trap atau lapisan di kanan kirinya sebanyak lima lapis melambangkan rukun Islam yang lima, dengan lengkungan presisi dan dibalut dengan batu granit India warna hitam.

tampak depan Masjid Universitas Ahmad Dahlan Yogyakarta

Masjid UAD ini juga memiliki Islamic Center yang disiapkan sebagai pusat kajian Ilmu-ilmu ke Islaman di Yogyakarta. Ramadhan tahun 2014 Masjid Islamic center UAD mulai difungsikan untuk kegiatan ibadah sholat lima waktu, teraweh, shalat jumat, pengajian dan kajian.

Masjid ini bukan hanya untuk sivitas akademik UAD saja namun  juga dibuka untuk umum. Khususnya selama bulan suci ramadhan, panitia menyiapkan  makan takjil bagi jamaah, imam salat teraweh dan shubuh oleh para hafidz yang sudah diseleksi dan menghadirkan para penceramah yang sudah terkenal, seperti mantan ketua umum PP Muhammadiyah Amien Rais, Mantan Ketua MK, Mahfudz MD, dan Ketua PP Muhammadiyah Yunahar Ilyas dan pembicara kondang lainnya.

Wednesday, July 31, 2013

Masjid Wotgaleh, bangunan kuno yang jadi favorit di Yogyakarta

[foto] Bangunan dengan arsitektur khas Keraton Yogyakarta, sampai saat ini terlihat masih tetap terjaga di Masjid Wotgaleh. Bahkan, masyarakat sekitarnya tetap menjadikan masjid tersebut sebagai tempat favorit dalam melakukan kegiatan keagamaan.
Bangunan dengan arsitektur khas Keraton Yogyakarta, sampai saat ini terlihat masih tetap terjaga di Masjid Wotgaleh. Bahkan, masyarakat sekitarnya tetap menjadikan masjid tersebut sebagai tempat favorit dalam melakukan kegiatan keagamaan.

Letak masjid ini memang tidak berdekatan dengan pemukiman. Sebab, sekitar 1950 ada proyek perluasan lahan Akademi Angkatan Udara (AAU) yang dilakukan oleh pihak pemerintah. Pemukiman warga sekitar yang beralamat di Sendangtirto, Berbah, Sleman pun ikut tergusur dan mendapatkan ganti oleh pemerintah. Satusatunya masjid saat itu, Wotgaleh, yang seharusnya juga ikut dipindahkan, tidak jadi ikut digusur.

“Saat itu, Sri Sultan Hamengku Buwono IX telah mempersilakan kalau ingin dipindah. Tapi beliau mengatakan, kalau terjadi sesuatu hal yang tidak diinginkan, tidak mau tanggung jawab,” kata Mas Surakso Adjuri Jazuli, Juru Kunci Makam Eyang Purboyo, yaitu anak dari Panembahan Senopati di masa Sri Sultan Hamengku Buwono I. Namun, upaya untuk memindahkan masjid tersebut ke daerah Imogiri, Bantul, tidak terjadi. Upaya yang dilakukan tidak berhasil oleh petugas.

Dikatakannya, pembangunan masjid milik Keraton ini sudah sejak sekitar 1600-an. Sampai saat ini, rehab masjid sudah dilakukan sebanyak lima kali. “Rehab hanya dilakukan di beberapa bagian saja. Seperti atap-atap. Kalau untuk soko (tiang) masih tetap seperti itu sejak dulu,” kata Adjuri Jazuli. Masjid ini letaknya berjarak sekitar 100 hingga 200 meter dari pemukiman.

Bangunannya dikelilingi oleh lahan kosong milik AAU. Di sampingnya, ada sebuah makam milik Eyang Purboyo yang selalu ramai dikunjungi para penziarah. Menurut Adjuri Jazuli, jemaah masjid ini tidak pernah terlihat sedikit. Saat salat lima waktu, jemaahnya sekitar dua-tiga saf. Namun, ketika salat Jumat, bisa sampai halaman luar masjid. Takmir Masjid Wotgaleh Muhammad Tukinam mengatakan, tidak saja warga sekitaran satu kelurahan untuk tertarik beraktivitas di masjid ini.

Namun, orang di luar daerah ataupun musafir juga sering datang. Banyak juga musafir yang sekedar ingin beristirahat di emperan masjid. “Karena memang, merasa lebih nyaman dari pada masjidmasjid lainnya,” katanya. Hal menarik yang rutin dilakukan setiap tahunnya di masjid ini adalah acara Nyadran Ageng. Yaitu, kirab ambeng-ambeng (gunungan) nasi ingkung yang dilakukan saat menyambut datangnya bulan puasa. “Setiap bulan Syaban, dilakukan Nyadran Ageng. Masing-masing warga membuat nasi ingkung kemudian diarak,” ucapnya.



Sunday, January 1, 2012

Kembaran Masjid Baiturrahman Banda Aceh di Yogyakarta

Masjid Baiturrahman D.I. Yogyakarta (foto dari kaskus)
Paska bencana gempa dan tunami tahun 2004 lalu begitu banyak bantuan dan solidaritas mengalir ke provinsi Aceh, termasuk pembangunan kembali masjid masjid yang hancur di Aceh baik oleh pemerintah RI, bantuan asing dan bantuan masyarakat dari dalam dan luar negeri, salah satunya adalah Masjid Palembang Darussalam di Lhoknga pada posting sebelumnya.

Dua tahun paska gempa dan tsunami di Aceh, tahun 2006 gempa dasyat melanda wilayah Yogyakarta menghancurkan infrastruktur di wilayah tersebut termasuk bangunan bangunan masjid yang ada. Sebagai bentuk solidaritas, pemerintah Provinsi Nangroe Aceh Darussalam (NAD) membangun masjid di wilayah kabupaten Bantul. Sebuah bangunan masjid yang sangat elok dan begitu menarik karena sengaja dibangun sebagai kembaran Masjid Baiturrahman di Banda Aceh dengan ukuran yang lebih kecil.

Nama resmi masjid inipun menggunakan nama yang sama dengan
masjid aslinya di Aceh (foto dari kaskus)
Lokasi Masjid Baiturrahman di Jogja


Masjid sumbangan masyarakat Aceh kepada masyarakat Yogyakarta ini berada di sisi utara simpang empat ring road madukismo. Plurugan, Tirtonirmolo, Kasihan, Bantul, Daerah Istimewa Yogyakarta,Indonesia. Di google map ataupun google earth lokasi masjid ini masih belum eksis. 

Klik untuk melihat lokasinya di wikimapia
Koordinat geografi : 7°49'34"S 110°20'41"E




Lihat Replika Masjid Baiturrahman di Yogyakarta di peta yang lebih besar



Sejarah Pembanguan

Kembaran Masjid Raya Baiturrahman Banda Aceh di Kabupaten BantulYogyakarta, merupakan sumbangan masyarakat dan Pemerintah Aceh, sebagai bentuk solidaritas dan simpati atas peristiwa gempa bumi yang melanda Daerah Istimewa Yogyakarta pada 2006 silam.

Kemeriahan peresmian masjid Baiturrahman D.I. Yogyakarta
foto dari serambinews.net
Peletekan batu pertama pembangunan masjid ini dilakukan sendiri oleh Wakil Gubernur Aceh Muhammad Nazar pada tahun 2006 silam. Pembangunan masjid ini merupakan reflkesi dari sikap kebersamaan masyarakat Aceh atas derita warga Bantul yang digempur gempa.

Rencananya Masjid tersebut juga akan diresmikan oleh Wakil Gubernur Aceh, Muhammad Nazar. Namun beliau batal datang ke Yogyakarta untuk acara peresmian yang bertepatan di hari Jum’at tersebut karena ditutupnya bandara Adi Sucipto Yogyakarta untuk semua aktivitas penerbangan akibat tertutup debu vulkanik dari letusan gunung Merapi.

foto dari panoramio
Peresmian masjid ahirnya dilakukan pada hari Jum’at tanggal 5 November 2010 oleh Kepala Biro Keistimewaan Aceh dan Kesejahteraan (Isra) Drs Bukhari yang lebih dulu tiba di Yogyakarta mewakili Wagub Aceh yang gagal terbang ke Yogya. Sementara dari Bantul hadir Wakil Bupati Bantul Mardi Ahmad. Tokoh Aceh di Yogya hadir HM Djamil Mahmudi SH, Jufri dan beberapa tokoh Aceh lainnya.

Pembangunan masjid tersebut menghabiskan dana Rp 3,3 miliar, bersumber dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Aceh (APBA) 2007 -2009. Masjid tersebut mampu menampung 1000 jamaah. Pemprov Yogyakarta melalui Wagubnya KGPAA Sri Paduka Paku Alam IX jauh-jauh hari telah mempersiapkan rangkaian upacara peresmian masjid tersebut dengan mengundang Wagub Aceh, Muhammad Nazar. Di antaranya, tarian adat dan spanduk penyambutan yang dibentangkan di sejumlah tempat strategis di Bantul.

Wagub Muhammad Nazar, seyogyanya usai prosesi peresmian tersebut juga dijadwalkan menjadi khatib Shalat Jumat (5/11), di masjid yang kembaran Masjid Raya Baiturrahman Banda Aceh itu. Namun semua rencana tersebut tidak terwujud karena Bandara Adi Soetjipto Yogyakarta ditutup akibat debu vulkanik letusan Gunung Merapi seperti disebutkan tadi.

foto dari panoramio
Wagub Muhammad Nazar mengaku kecewa karena tidak bisa hadir ke Bantul, Yogyakarta. “Atas nama masyarakat dan Pemerintah Aceh, saya menyampaikan permohonan maaf karena tak bisa menjejakkan kaki di Yogya. Semata-mata ini karena kendala di luar kemampuan manusia”.

Upacara peresmian masjid diselenggarakan dalam suasana duka cita akibat meletusnya gunung merapi. Upacara peresmian berlangsung dalam suasana khidmat, meski diwarnai situasi tidak menentu akibat bencana Merapi, Kepala Biro Keistimewaan Aceh dan Kesejahteraan (Isra) Drs. Bukhari dan rombongan disambut secara adat Jawa, manifestasi dari rasa terima kasih pemerintah dan masyarakat Yogyakarta atas sumbangan Aceh itu.

senja di masjid Baiturrahman D.I. Yogyakarta (foto dari panoramio)
Dalam kesempatan itu, secara simbolik, Bukhari juga menyerahkan bantuan Rp 100 juta untuk bencana Merapi. Sebagai ungkapan dukacita dan belasungkawa, Wagub Muhammad Nazar menyempatkan diri melakukan pembicaraan per telepon dengan Wagub Yogyakarta. “Wagub Yogyakarta menyampaikan undangan kepada Wagub Aceh untuk berkunjung ke Yogyakarta”.

Referensi


------------------------------ooOOOoo-------------------------------

Baca Juga