Gapura Masjid Pakualaman |
Masjid Pakualaman adalah Masjid
Resmi Puro Pakualaman yang berada di kelurahan Kauman, kecamatan Pakualaman
kota Yogyakarta, lokasi nya berada disebelah barat laut alun alun Sewandanan
diluar komplek Puro, sekitar dua kilometer kea rah timur laut dari karton
Yogyakarta. Karena faktor usia dan sejarahnya Masjid Pakualaman merupakan salah
satu benda cagar budaya di provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta.
Dengan usianya yang sudah mendekati
dua abad, kondisi masjid Puro Pakualaman ini sangat terawat. Bangunan utama
masjidnya berupa bangunan joglo dengan empat sokoguru ditengah ruangan sebagai
penyanggah struktur atap, bangunan ini memiliki luas luas 144 m2 dan
dilengkapi dengan empat buah serambi dengan luas 238 m2. Didalam
masjid dilengkapi dengan mihrab dan sebuah mimbar kayu berukir dibalut dengan
warna emas.
Sejarah Masjid Pakualaman
Sejarah pembangunan masjid ini
dicatat dalam empat prasarti yang ada di masjid ini. Dua prasasti menggunakan
aksara arab dan dua prasasti menggunakan aksara Jawa. Dari dua jenis prasasti
tersebut terdapat dua tarikh yang berbeda, prasasti yang berada disebelah utara
masjid bertarikh Jawa 1767 atau bertepatan dengan tahun 1839 Miladiyah,
sedangkan prasasti disebelah selatan menunjukkan tarikh Jawa yang bertepatan
dengan tahun 1855 Miladiyah
Meski ada perbedaan tarikh pada
dua prasasti tersebut namun pada umumnya para ahli bersepakat bahwa masjd
Pakualaman dibangun oleh KRT Natadiningrat atau Sri Paku Alam II pada tahun
1831 yang berkuasa di wilayah Kadipaten Pakualaman dan Kadipaten Karang
Kemuning paska perang Diponegoro.
Kanjeng Raden Tumenggung (KRT) Natadiningrat
atau Kanjeng Pangerang Haryo (KPH) Suryaningrat atau Sri Paku Alam II dinobatkan
sebagai Raja di Kraton Puro Pakualaman pada tanggal 4 Januari 1830 dan wafat
pada tanggal 13 Juli 1885 dimakamkan di Pesarean Hastana Kotagede Yogyakarta.
Beliau naik tahta menggantikan mendiang ayahandanya Pangeran Natakusuma atau
Sri Paku Alam I yang wafat pada tahun 1829.
Selain sebagai Raja, Sri Paku
Alam II juga dikenal sebagai seorang seniman ulung yang sangat terkenal. Paska perang
Diponegoro, Paku Alam II banyak sekali menghasilkan karya seni termasuk juga
mengenalkan seni musik dan drama secara terbuka di kalangan Kraton dan
masyarakat Yogyakarta pada umumnya.
Selain mendirikan dan memimpin
jama’ah di masjid Puro Paku Alam, Sri Paku Alam II juga menulis karya sastra
Serat Baratayudha dan Serat DewaRuci yang berisi tentang penjabaran dua kalimat
syahadat dan sifat Allah yang dua puluh. Beliau juga dikenal dengan titahnya yang berbunyi : "Barang siapa masuk Masjid Puko Paku Alam, saya mengharap dengan
sangat agar membasuh diri atau bersuci hingga bersih, juga agar turut menjaga
kebersihan dengan menyapu serambi masjid dan halamanya".***
No comments:
Post a Comment