Sunday, September 25, 2016

Masjid Islamic Center Universitas Ahmad Dahlan Yogyakarta

Masjid Islamic Center Ahmad Dahlan Yogyakarta 

Sesuai dengan namanya, Masjid Islamic Center Universitas Ahmad Dahlan ini berada di dalam komplek kampus IV Uad di desa Tamanan, Banguntapan, kabupaten Bantul, provinsi Daerah Istimewa Yokyakarta. Diresmikan oleh Ketua Umum PP Muhammadiyah, Din Syamsuddin, pada hari Jumat 19 Juni 2015, disaksikan oleh seluruh civitas akademika UAD.

Bangunan masjid ini sangat megah dan terlihat anggun di malam hari. Berdiri di atas lahan seluas 1 hektar, menghabiskan dana sekitar Rp 37 miliar, sebagian besar merupakan swadaya dari UAD dan bantuan dari Kedutaan Besar Arab Saudi sekitar Rp 5 miliar.


Masjid UAD ini dibangun tiga lantai. Peruntukan dua lantai atas sebagai tempat ibadah pria dengan kapasitas mencapai 1600 jemaah, lantai  3 untuk Jemaah wanita, di atas mihrab dibuat lengkungan setengah lingkaran agar jamaah perempuan bisa melihat gerakan shalat imam. sedangkan lantai bawah difungsikan untuk Kantor Majelis Tarjih PP Muhammadiyah, perpustakaan pusat kajian Islam dan  ruang pertemuan.

Pembangunan masjid ini melibatkan dua orang arsitek yakni Rachmat Wondoamiseno dan Bambang Budiarto. Pembangunan menggunakan konsep minimalis mediterania namun memiliki sentuhan timur tengah khususnya di bagian interior masjid, menghadirkan idealismenya membuat bangunan masjid yang megah dan modern.

Megah dan Unik serta Ramah Lingkungan 

Rancangan masjid ini tidak mengadopsi gaya bangunan masjid manapun, murni merupakan paduan dari beberapa ide dari arsiteknya dan hasil musyawarah dengan pihak kampus UAD. Tampak megah dengan dua menara menjulang setinggi 40 meter di kanan dan kirinya.Menara bulan sabit dari galvalum emas ini nampak bersinar dengan balutan sinar lampu LED ketika malam hari sehingga menambah kemegahan masjid tersebut.

Masjid ini dilengkapi dengan tangga berundak langsung menuju ke II. Kehadiran tangga berundak ini memberikan kesan gagah dan tinggi. Memasuki lantai dua masjid ini melalui tangga berundak, jamaah akan melewati pintu masuk ke masjid yang dibuat trap atau lapisan di kanan kirinya sebanyak lima lapis melambangkan rukun Islam yang lima, dengan lengkungan presisi dan dibalut dengan batu granit India warna hitam.

tampak depan Masjid Universitas Ahmad Dahlan Yogyakarta

Masjid UAD ini juga memiliki Islamic Center yang disiapkan sebagai pusat kajian Ilmu-ilmu ke Islaman di Yogyakarta. Ramadhan tahun 2014 Masjid Islamic center UAD mulai difungsikan untuk kegiatan ibadah sholat lima waktu, teraweh, shalat jumat, pengajian dan kajian.

Masjid ini bukan hanya untuk sivitas akademik UAD saja namun  juga dibuka untuk umum. Khususnya selama bulan suci ramadhan, panitia menyiapkan  makan takjil bagi jamaah, imam salat teraweh dan shubuh oleh para hafidz yang sudah diseleksi dan menghadirkan para penceramah yang sudah terkenal, seperti mantan ketua umum PP Muhammadiyah Amien Rais, Mantan Ketua MK, Mahfudz MD, dan Ketua PP Muhammadiyah Yunahar Ilyas dan pembicara kondang lainnya.

Saturday, September 24, 2016

Mesjid Raya Husnul Khatimah Kotabaru Kalimantan Selatan

Masjid Raya Husnul Khatimah

Masjid Raya Husnul Khatimah merupakan masjid raya di kabupaten Kotabaru, provinsi Kalimantan Tengah. Masjid dengan arsitektur masjid Nusantara beratap limas ini pertama kali dibangun dimasa Kotabaru dipimpin oleh H.M.R Husein selaku Bupati Kotabaru ke 9 yang menjabat pada periode 1985-1990. Sebagai masjid Raya Kabupaten Masjid Husnul Khatimah menjadi pusat aktivitas ke Islaman di Kabupaten Kotabaru, termasuk juga untuk aktivitas pelepasan dan penyambutan Jemaah Haji yang berasal dari Kabupaten Kota Baru.

Masjid Raya Husnul Khotimah
JL. Suryagandamana, Kelurahan Sebatung
Kecamatan Pulau Laut Utara, Kabupaten Kota Baru
Kalimantan Selatan 72111



Masjid Raya Husnul Khatimah ini dibangun dengan arsitektural sangat Indonesia, berupa bangunan Masjid beratap limas bersusun tiga. Struktur atapnya di topang dengan empat sokoguru yang berdiri ditengah tengah ruang utama masjid. Tidak hanya itu saja, bagian interior masjid ini juga di dominasi dengan bahan dari kayu termasuk tiang dan plaforn nya, menghadirkan nuansa yang sangat Indonesia di dalam masjid ini, susana yang tidak akan kita temukan di masjid masjid moderen. 

Saat ini, dibawah kepemimpinan Bupati H.Sayed Jafar,SH dan Wakil Bupati Ir.Burhanuddin, Masjid Raya Husnul Khatimah ini rencananya akan dibangun lebih besar, lebih bagus dan lebih indah dengan desain yang modern. Sebagaimana disampaikan oleh Bupati Sholat Isya berjamah di Masjid Raya Husnul Khatimah, Sabtu 21 Mei 2016. Sebuah panitia dari Institut 10 Nopember Surabaya dilibatkan dalam pembuatan Sketsa Proposal awal dalam pembangunan Masjid Raya Husnul Khatimah ini.

Interior Masjid Raya Husnul Khatimah

Aktivitas remaja masjid, Masjid Agung Husnul Khatimah ini diwadahi oleh organisasi yang disebut Pemuda Remaja Islam Masjid Agung Husnul Khatimah disingkat menjadi PRIMA HUSNUL KHATIMAH, yang di prakarsai oleh bapak MUKARRAM sebagai pelopor / penggagas Prima Husnul Khatimah ini Prima lahir pada tahun 1987.

Prima Husnul Khatimah sudah beberapa kali mengadakan kegiatan yang bersiafat sosial pada umumnya dan keagamaa khususnya. Aktivitas Remaja Masjid ini cukup aktif, salah satunya turut aktif di dunia maya dengan mempublikasikan aktivitas mereka di sebuah blog khusus di internet di alamat primaktb.wordpress.com. ***

-----------------

Baca Juga


Sunday, September 18, 2016

Mesjid Agung Riyadhus Shalihin Barabai

Taman Orang Orang Sholeh. Masjid Riyadus Sholihin Barabai, Kabupaten Hulu Sungai Tengah, Kalimantan Selatan. bila di Indonesiakan Riyadussholihin bermakna sebagai Taman Orang Orang Shaleh. sebuah nama yang indah tentu saja.

Masjid Agung Riyadhus Shalihin merupakan masjid agung bagi kabupaten Hulu Sungai Tengah, provinsi Kalimantan Selatan yang berada di Kecamatan Barabai selaku ibukota kabupaten. Itu sebabnya masjid ini juga seringkali disebut sebagai masjid agung Barabai. Masjid Agung Riyadussholihin Barabai ini pertama kali dibangun tahun 1966 berawal dari sebuah bangunan yang sangat sederhana namun secara bertahap dengan kekompakan muslim setempat Masjid Agung Riyadussholihin Barabai kini tampil megah di tengah kota Barabai.

Alamat Masjid Agung Riyadus Shalihin
Jl. H. Damanhuri Kelurahan Barabai Utara
Kecamatan Barabai, Kabupaten Hulu Sungai Tengah
Kalimantan Selatan 71315


Masjid ini sudah mendapatkan nomor ID dari Simas Kemenag dengan nomor ID 01.2.22.07.06.000001. Dengan luas bangunan 6400 meter persegi mampu menampung hingga 10 ribu Jemaah sekaligus. Masjid Agung Riadhus Shalihin adalah masjid terbesar yang berada di kota Barabai dan merupakan salah satu wisata religius kebanggaan warga Barabai.

Pembangunan Masjid Agung didasarkan dari niat Amirmachmud sewaktu menjadi Panglima Kodam X Lambung Mangkurat, dalam satu kesempatan kunjungannya ke Barabai, ia berniat mendirikan sebuah masjid dengan membeli sebidang tanah dengan harga Rp 1 Juta yang kemudian diwakafkan kepada Panitia Pembangunan Masjid. Niat untuk membangun Masjid dari Amirmachmud mendapat tanggapan positif dari banyak pihak.

Sealanjutnya Tuan Guru KH. Muhammad As’ad bin Haji Muhammad Yusuf (Ulama Muhaditsin) beserta tokoh masyarakat Hulu Sungai Tengah berinisiatif dan sepakat membentuk Panitia Pembangunan Masjid dngan susunan sebagai berikut :

Ketua Umum  : KH. Muhammad As’ad bin Haji Yusuf
Ketua I            : KH. Abdul Hamid Karim
Ketua II           : KH. Muhammad Dahlan ( Qadhi )
Sekretaris        : Haji Bihdar Rasyidi ( Sekda Hulu Sungai Tengah )
Bendahara       : H. Abdurrahman ( Komisaris Polisi )

Dalam pemufakatan diputuskan lokasi pembangunan Masjid “Riadhussalihin“ dipilih di tengah Kota Barabai dan semenjak itulah mengalir sumbangan warga masyarakat atara lain: Menerima subangan wakaf masyarakat sekitar berupa sawah guna perluasan lokasi, Menerima wakaf berupa uang dan bahan bangunan, Melaksanakan gotong royong selama berbulanbulan untuk mengambil bahan bangunan seperti pasir, tanah dan lainnya.

Interior Masjid Agung Riyadussholihin Barabai

besarnya keinginan masyarakat Kota Barabai untuk memiliki Masjid yang besar dan monumental di awali dengan sebuah bangunan darurat bertiang bambu, di atas hamparan pasir dan beratapkan daun rumbia pada awal tahun 1977 dimulailah shalat jum’at pertamakali di masjid tersebut yang bertindak sebagai Khatib Tuan Guru Haji Hasan Ahmad, imam Haji Djazuli dan Muazin oleh Haji Samsuni Shaleh.

Lokasi tanah Masjid Agung Riadhussalihin Barabai Sangat mendukung Untuk Pengembangan Masjid ke depan seperti penataan pekarangan, taman dan bangunan lainnya. Tanah Komplek Masjid ini sudah memiliki sertifikat resmi dengan Sertifikat Tanah Bukti Pemegang Hak Pakai Nomor 1 Tahun 1978 dengan gambar Sertifikat Nomor 148 1978 Kantor Agraria Kabupaten Hulu Sungai Tengah.

Berbagai pertimbangan Teknis dan adanya perhatian Pemerinta Kabupaten Hulu Sungai Tengah khususnya dan Pemerintah Provinsi Kalimantan Selatan, Masjid ini telah mengalami beberapa renovasi. Bantuan untuk pembangunan mengalir dari para donatur baik dari warga sekitar hingga luar daerah bahkan dari Presiden RI, Kementerian Agama RI dan Pemerintah Kabupaten Hulu Sungai Tengah yang mengalokasikan dana khusus untuk rampungnya pembangunan Masjid Agung.

Bantuan yang pernah diterima tahun 2000 sebanyak Rp. 2 Milyar, kemudian tahun 2005 sebanyak Rp. 3,8 Milyar dan tahun 2010 sebanyak Rp. 6,9 Milyar. Seiring waktu pembangunan Masjid Agung terus mengalami perubahan dan perbaikan, dari desain lama ke desain baru sehingga bangunan masjid sudah berlantai dua, megah dan indah. Perubahan juga terjadi bentuk depan masjid dan halaman depan masjid yang luas makin cantik dipadu ragam tanaman penghijauan dan penerangan lampu di setiap sudutnya.***

-----------------

Baca Juga


Saturday, September 17, 2016

Masjid Agung Nurussalam Tanah Bumbu

Artistik. Tampilan Masjid Agung Nurussalam di komplek perkantoran Pemkab Tanah Bumbu ini memiliki rancangan yang artistik dan tak biasa. 

Kabupaten Tanah Bumbu adalah salah satu kabupaten di provinsi Kalimantan Selatan. Sebelumnya kabupaten ini termasuk dalam wilayah Kabupaten Kotabaru. Ibukota kabupaten terletak di Kelurahan Kelurahan Gunung Tinggi (dulunya bernama Desa Pondok Butun) kecamatan Batu Licin. Sedangkan sentra kegiatan usaha dan ekonomi berada di kecamatan Simpang Empat, yang dulunya juga merupakan bagian dari Kecamatan Batulicin. Kabupaten ini memiliki luas wilayah 5.066,96 km² dan jumlah penduduk sebanyak 267.913 jiwa (Sensus 2010).

Pemekaran Kabupaten Tanah Bumbu dari kabupaten Kotabaru ditetapkan berdasarkan Undang-undang Nomor 2 Tahun 2003 tanggal 8 April 2003 tentang Pembentukan Kabupaten Tanah Bumbu dan Kabupaten Balangan di Provinsi Kalimantan Selatan. Berdasarkan undang-undang tersebut, Kabupaten Tanah Bumbu selalu merayakan hari jadinya pada tanggal 8 April setiap tahunnya. Nama historis yang pernah digunakan untuk menyebut daerah kabupaten ini adalah Tanah Koesan – 1879 dan Tanah Bumbu Selatan.


7 Tahun setelah dibentuknya kabupaten Tanah Bumbu, di Batu Licin telah dibangun Masjid Agung kabupaten yang berada di dalam komplek pemerintahan Kabupaten Tanah Bumbu, di Kawasan Gunung Tinggi, Batu Licin. Masjid yang diberi nama Masjid Agung Nurussalam, diresmikan pada tanggal 25 April 2010 dengan luas keseluruhan mencapai 10.000 meter persegi berdaya tamping mencapai 10 ribu Jemaah.

Arsitektur Masjid Agung Nurussalam

Masjid tampak megah dengan bentuknya yang unik, kubah besar, serta dominasi warna biru cerah yang mencorong. Bentuk dasar bangunannya bulat, berbeda dengan kebanyakan masjid dan bangunan lain di Indonesia yang biasanya persegi. Di bagian luar, bentuk bundar masjid dihiasi bukaan yang menerobos masuk ke ruang utama masjid. Atap masjid yang berbentuk oval melancip bertingkat dua sekilas mirip bentuk atap depan Teater Keong Emas Taman Mini Indonesia Indah dan Sidney Opera House.

Interior Masjid Agung Nurussalam Tanah Bumbu

Bukaan jendela dipisahkan menjadi empat sisi yang dibatasi oleh empat menara dinding dengan kubah kecil di atasnya membentuk empat sudut pada tubuh bangunan, sehingga terdapat pola empat sisi bukaan lancip. Pola ini sangat padu dengan kubah besar yang juga bulat dengan warna cerah senada. Bentuk bundar juga berpengaruh pada bagian dalam ruang masjid. Ruang utama ibadah terlihat berbeda dari ruang utama masjid pada umumnya. Ruang utama tampil lapang dan minimalis dengan dominasi putih dan jendela terawang yang mengelilingi ruang. Jendela terawang ini sekaligus berfungsi sebagai dinding.

Di lantai dua yang juga melingkar membentuk mezzanine, aksen jendela terawang diberi elemen hias kaca patri di bagian tengah. Pada siang hari, kaca tersebut akan merefleksikan cahaya alami matahari dari luar sehingga membentuk sorot cahaya yang eksotis. Secara keseluruhan, konsep dinding dengan model jendela terawang ini juga membuat pencahayaan dari luar bebas menerobos masuk. Dapat dikatakan, bangunan ini sedikit banyaknya telah menerapkan konsep bangunan hemat energi.***

---------------

Baca Juga


Monday, September 12, 2016

Masjid Agung Al-Falah Tanah Bumbu Kalimantan Selatan

Masjid Agung Al-Falah Tanah Bumbu

Tanah Bumbu adalah salah satu kabupaten di provinsi Kalimantan Selatan. Kabupaten Tanah Bumbu beribukota di Batu Licin, dikenal dengan slogannya “Kabupaten Bumi Bersujud”. Masjid Agung Al-Falah merupakan masjid agung bagi kabupaten Tanah Bumbu yang dibangun di Batu Licin. Masjid megah ini diresmikan oleh ketua Mahkamah Agung RI. Dr, H.M. Hatta Ali SH pada hari Jum’at 18 Maret 2016 yang lalu.

Peresmian diawali dengan sambutan dari Ketua Mahkamah Agung, kemudian penandatanganan prasasti yang juga dilakukan oleh Gubernur Kalimantan Selatan, H Sahbirin Noor S.Sos MH, setelah itu pemotongan pita dilanjutkan dengan shalat jum’at berjamaah bersama masyarakat Tanah Bumbu.


Masjid Agung Al-Falah dibangun sejak bulan April 2014 silam mengadopsi gaya arsitektur Timur Tengah dengan menggabungkan beberapa unsur daerah Kalimantan Selatan di interiornya. Didirikan di atas tanah seluas 1,6 Ha di Jalan Kodeco Km.2,5 Batu Licin, mampu menampung ribuan jamaah dengan kapasitas parkir untuk roda empat sekitar 100 unit sementara untuk kendaraan roda dua 150 unit. Kawasan parkir ditata secara terpisah antara motor dan mobil, agar memperlancar akses keluar masuk kendaraan .

Pembangunan Masjid Jami Al-Falah

Pembangunan Masjid Jami’ Al-Falah Batulicin yang diprakarsai oleh Jhonlin Group, ground breakingnya dilaksanakan pada tanggal 11 April 2014 oleh oleh Ketua Mahkamah Agung Republik Indonesia Dr. H.M Hatta Ali SH. MH, tepat setelah Ketua MA R.I menanda tangani prasasti dan meresmikan rumah jabatan Pengadilan Negeri Batulicin yang digelar oleh Pemda Kabupaten Tanah Bumbu tanggal 11 April 2014. Setelah mengalami penundaan pembangunan selama 2 tahun, Masjid Jami’ Al-Falah akhirnya didirikan di atas tanah seluas lebih kurang 1,6 Ha.


Dengan mengadopsi gaya arsitektur masjid-masjid yang ada di Turki dengan menggabungkan beberapa unsur daerah Kalimantan Selatan di interior Masjid Jami’ Al-Falah. Untuk dinding dalam dan bagian luar menggunakan granit. Dalam membangun Masjid Jami’ Al-Falah, Jhonlin Group bekerja sama dengan konsultan PT. Graha Cipta Adi Prana dan kontraktor pelaksananya PT. Grici Mas dari Jakarta.

Pembangunan Masjid Agung Al-Falah ini merupakan salah satu bentuk nyata keterlibatan pihak swasta turut aktif dalam pembangunan daerah tempat perusahaan beroperasi melalui program Corporate Social Responsibility (CSR) yang merupakan bentuk tanggung jawab social perusahaan terhadap masyarakat di sekitara perusahaan.***

---------------

Baca Juga



Sunday, September 11, 2016

Masjid Raya Kotapinang Labuhanbatu Selatan

Masjid Raya Kota Pinang, Labuhan Baru Selatan, Sumatera Utara

Kabupaten Labuhanbatu Selatan (Labusel) yang beribukota di Kota Pinang, Kota Pinang adalah salah satu kabupaten di Provinsi Sumatera Utara, yang baru dimekarkan dari Kabupaten Labuhanbatu sesuai dengan Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2008 pada 24 Juni 2008 tentang Pembentukan Kabupaten Labuhanbatu Selatan, semasa pemerintahan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono. Di Kotapinang telah lama berdiri sebuah masjid tua dan bersejarah yang dikenal dengan nama masjid Raya Kotapinang.

Masjid Raya Kotapinang merupakan masjid Raya Kabupaten Labuhanratu Selatan. Masjid ini merupakan salah satu peninggalan Kesultanan Kotapinang sekaligus sebagai masjid tertua di Kotapinang. Masjid Besar Kotapinang terletak di Jalan Masjid Raya, Kel. Kotapinang, Kec. Kotapinang. Kabupaten Labuhanratu Selatan, berjarak sekira 200-an meter dari lokasi Istana Kota Bahran di Jalan Istana. Masjid ini lebih dikenal dengan sebutan Masjid Raya. Dahulunya, masjid ini juga dikenal dengan sebutan Masjid Raja. Nama masjid ini diubah menjadi Masjid Besar.



Dua Versi Sejarah Masjid Raya Kotapinang

Tidak ada catatan resmi mengenai sejarah berdirinya Masjid Raya Kotapinang, wajar bila kemudian muncul dia versi sejarah lisan tentang pembangunan masjidi ini. Menurut masyarakat muslim di Kotapinang masjid ini didirikan pada masa pemerintahan Sultan Mustafa Alamsyah XII pada tahun 1800-an sebelum istana Kota Bahran di Jalan Istana didirikan. Saat itu Kesultanan Kotapinang yang bertahta di Jalan Bukit (kini lapangan MHB ) mulai mencapai kejayaannnya.

Sedangkan bila merunut sejarah lisan Masjid Agung Rantauprapat di Kabupaten Labuhanbatu, disebutkan bahwa Masjid Raya Kotapinang merupakan salah satu dari empat masjid yang dibangun oleh Kesultanan Bilah dari sisa hasil pungutan pajak. Empat masjid dimaksud adalah Masjid Raya Rantauprapat (kini menjadi Masjid Agung), Masjid Kulauh Hulu (Kabupaten Labuhanbatu Utara), Masjid Kota Pinang (Kabupaten Labuhanbatu Selatan), serta sebuah Masjid Raya di daerah Pesisir Pantai, Kecamatan Labuhan Bilik. Wallohuwa’lam.

Arsitektural Masjid Raya Kotapinang

Merujuk kpada penjelasan Tengku Idrus Mustafa als Aizuz Thafa Hamid yang merupakan ahli waris alm. Sultan Mustafa Sultan memang sengaja membangung masjid kerajaan ini dengan megah. Karena menurut prinsipnya hal itu lebih utama ketimbang kemegahan istananya sendiri. Di masjid ini pula Sultan dapat berinteraksi dengan masyarakat luas, karena sejak dibangun masjid ini terbuka untuk umum.

Bangunan Masjid terbagi atas ruang utama dan teras serta bangunan tempat wudhu yang terpisah dari bangunan induk. Ruang utama tempat salat, berbentuk prisma. Jika di lihat dari desain atapnya, gedung ini akan terlihat seperti burung layang-layang yang sedang terbang dari atas. Pada sisi kiblat terdapat serambi kecil yang menjorok keluar. Dari bagian belakang hingga sisi Selatan dan Utara masjid terdapat teras.

Jendela-jendela yang mengelilingi pintu beranda terbuat dari kayu dengan kaca. Berbeda dari kebanyakan masjid lainnya, Masjid Besar ini awalnya tidak memiliki banyak ornamen. Namun dalam beberapa tahun belakangan, oleh pengurus masjid kemudian masjid ini dihiasi berbagai ukiran dan kaligrafi di bagian dindingnya.

Dahulunya, di tengah-tengah masjid terdapat tangga yang digunakan sebagai jalan menuju kentongan di bagian atas atau kubah masjid. Kentongan tersebut digunakan untuk memberikan tanda masuknya waktu salat agar terdengar ke seluruh penjuru Kotapinang. Hal itu dilakukan karena pada masa itu belum ada alat pengeras suara. Kalaupun ada, aliran listrik juga belum tersedia. Setelah kentungan ditabuh, baru kemudian azan dikumandangkan.

Sejak dibangun masjid ini bentuknya tidak pernah diubah meski sudah dipugar. Hanya saja bagian jendela sudah berganti kaca, dulunya seluruh jendela masjid terbuat dari kayu. Masjid Raya Kotapinang didesain menampung 200-an jamaah. Selain ibadah salat lima waktu, masjid ini juga sering digunakan untuk melaksanakan salat I’ed dan hari besar Islam lainnya. Menurut penuturan warga setempat, dulunya usai salat hari raya Idul Fitri, Sultan Mustafa kerap membagi-bagikan uang kepada warga di tempat itu.

Baca Juga


Saturday, September 10, 2016

Masjid Raya Binjai, Warisan Kesultanan Langkat

Masjid Raya Binjai Saat ini, (taken from google street view)

Binjai adalah salah satu kota otonom di provinsi Sumatera Utara. Dikota ini telah lama berdiri sebuah masjid raya yang sudah berumur lebih dari 120 tahun, biasa dikenal dengan nama Masjid Raya Binjai. Dengan usianya yang sudah melebihi satu abad bangunan masjid ini masuk dalam katagori Masjid Bersejarah, Salah satu warisan dari Kesultanan Langkat. Selain Masjid Raya Binjai, masjid warisan dari Kesultanan Langkat lainnya diantaranya adalah Masjid Azizi di Kota Langkat dan Masjid Ar-Rahman di Kelurahan Bingei, Kecamatan Wampu.

Alamat Masjid Raya Binjai
Jln. Mesjid Raya, kelurahan Pekan Binjai
Kota Binjai, Provinsi Sumatera Utara, Indonesia



Merujuk kepada data Kemenag, masjid ini sudah memiliki nomor ID 01.5.02.30.02.000003 berdiri di atas tanah wakaf seluas 1000 meter persegi dan berdaya tampung 1500 jemaah. Sertifikat tanah masjid ini disyahkan oleh Badan Pertanahan Kota(madya) Binjai pada tanggal 2 Januari 1992 dengan status wakaf. Bertindak sebagai Nadzir wakaf adalah Drs.R.J. Hadisiswoyo, Drs. Sarakal Ahmad Siregar dan H. Syamsudin Amri.  Lahan masjid ini berbatasan dengan Jalan jauriat Jaksa di sebelah utara, Jalan Mesjid disebelah timur, jalan Pembangunan di sisi selatan dan lahan penduduk di sisi barat. ,

Disebutkan juga bahwa masjid Raya Binjai memiliki beragam aktivitas termasuk di dalamnya adalah Pemberdayaan Zakat, Infaq, Shodaqoh dan Wakaf, Menyelenggarakan kegiatan pendidikan (TPA, Madrasah, Pusat Kegiatan Belajar Masyarakat), Menyelenggarakan Dakwah Islam/Tabliq Akbar, Menyelenggarakan Kegiatan Hari Besar Islam, Menyelenggarakan Sholat Jumat, Menyelenggarakan Ibadah Sholat Fardhu.

Foto lama Masjid Raya Binjai

Sejarah Masjid Raya Binjai 

Mesjid Raya Binjai pertama kali dibangun oleh Sultan Langkat Tuanku Sultan Haji Musa Al Khalid Al- Mahadiah Muazzam Shah (Tengku Ngah) Bin Raja Ahmad yang menjabat priode 1840 - 1893. Peletakan Batu pertamanya tahun 1887. dimasa Tuanku Sultan Haji Musa Pembangunan Masjid ini belum rampung. dan setelah mangkatnya Tuanku Sultan Haji Musa, Kesultanan diperintah oleh putranya Tuanku Sultan Abdul Aziz Abdul Jalil Rahmat shah (1893 - 1927).

Dan Masjid ini pun selesai serta diresmikan oleh Tuanku Sultan Abdul Aziz lebih kurang tahun 1894. Pada tahun 1924 renovasi dilakukan untuk merubah kubah yang ada dimasjid. dan sampai sekarang ini kubah tersebut tidak dilakukan renovasi lagi. Pada tahun 1990-an renovasi dilakukan terhadap lantai tras masjid begitu pula dengan pembangunan menaranya.

Denah Masjid Raya Binjai, dari Dokumen Surat Ukur Tanah

Tentang Kesultanan Langkat

Kesultanan Langkat bermula dari pembentukan kerajaan Langkat oleh Panglima Dewa Shahdan, atau Deva Shahdan, atau Datuk Langkat yang merupakan seorang panglima perang kerajaan Aru. Beliau secara resmi mendirikan kerajaan Langkat di bagian utara kerajaan Aru pada tahun 1670 setahun setelah kerajaan Aru melepaskan diri dari kekuasaan Kesultanan Aceh tahun 1669M. Status kerajaan kemudian di ubah menjadi kesultanan oleh Raja Kahar yang merupakan penguasa ke empat pada tanggal 12 Rabiull Awal 1163 Hijriah bertepatan dengan tanggal 17 Januari 1750 Miladiah. Langkat mencapai kemakmuran dengan ditemukannya ladang minyak di Pangkalan Brandan.

Kejayaan Kesultanan Langkat berahir kelam di tahun 1946 ketika revolusi sosial yang motori oleh PKI meluluhlantakkah kesultanan kesultanan melayu di Sumatera Timur termasuk kesultanan Langkat yang berpusat di Tanjung Pura. Dalam tragedi kelam itu turut menjadi korban di eksekusi massa adalah salah seorang bangsawan Langkat, Pahlawan Nasional, Tokoh sastrawan pujangga Baru Tengku Amir Hamzah yang kemudian di makamkan disekitar Masjid Azizi bersama mendiang para Sultan dan Bangsawan Langkat lainnya.***

Baca Juga


Referensi


Sunday, September 4, 2016

Masjid Agung Rantauprapat

Masjid Agung Rantau Prapat - Kabupaten Labuhan Batu, Sumatera Utara

Rantau Prapat merupakan ibukota Kabupaten Labuhanbatu di provinsi Sumatera Utara, sebelumnya Rantau Prapat berstatus sebagai sebuah kota Administratif namun kemudian status tersebut dihapuskan tahun 2003 karena tidak memenuhi persyaratan untuk ditingkatkan menjadi sebuah daerah otonom. Secara administratif, Rantau Prapat merupakan sebuah Kelurahan di dalam wilayah Kecamatan Rantau Utara. Dari Kota Medan dapat dicapai dengan Kereta Api Selama 6 jam perjalanan.

Rantau Prapat dilintasi oleh Jalan Lintas Sumatera, juga dilintasi oleh Sungai Bilah. Nama Sungai ini juga merupakan nama kesultanan yang pernah eksis disana pada masa penjajahan Belanda yakni Kesultanan Bilah. Sekitar tahun 1930-an Kesultanan Bilah membangun empat masjid dari dana sisa pungutan pajak. Salah satu masjid tersebut adalah Masjid Raya Rantau Prapat yang kini dikenal dengan nama masjid Agung Rantau Prapat.

Alamat Masjid Agung Rantauprapat
Jl. Ahmad Yani No.156, Rantauprapat
Kecamatan Rantau Utara, Kabupaten Labuhanbatu
Sumatera Utara, Indonesia



Masjid Terbaik se-Sumut 2014

Masjid Agung Rantau Prapat ini memperoleh gelar sebagai masjid terbaik tingkat provinsi Sumatera Utara periode 2013-2014. Dengan prestasi tersebut masjid ini mendapatkan bantuan sebesar Rp. 100 Juta rupiah dari Pemkab Labuhan batu sebagaimana disampaikan oleh Bupati H Tigor Panusunan Siregar saat safari Ramadan ke masjid tersebut. Bantuan itu sekaligus untuk memenuhi permohonan dari pengurus badan kemakmuran masjid yang telah mengharumkan dan memakmurkan Masjid Agung itu.

Selain memberikan bantuan untuk perluasan masjid agung, pemkab Labuhanbatu juga memprogramkan pemberian honor kepada para guru ngaji sebagai bagian dari program Pemkab setempat yang bertajuk “Labuhanbatu Mengaji". Pemkab setempat bahkan menghimbau kepada para orang tua untuk mendorong anak anaknya untuk datang ke masjid untuk belajar mengaji. Dengan prestasi tersebut masjid Agung yang kini dipimpin oleh ketua BKM, H Hamid Zahid berhak untuk mewakili Sumatera Utara di tingkat nasional tahun 2015.

Masjid Agung Rantau Prapat 

Dibangun dengan dana sisa pungutan pajak

Berdasarkan cerita turut masyarakat setempat Masjid Agung Rantau Prapat pada awalnya dibangun pada masa kerajaan Billah berkuasa di Labuhanbatu di masa penjajahan Belanda sekitar tahun 1930-an. Pembangunan masjid ini merupakan inisiatif dari pihak kesultanan Billah yang kala itu Kesultanan Bilah diberi kewenangan oleh pemerintah Kolonial Belanda untuk memungut pajak (Balasting) kepada masyarakat di wilayah Labuhanbatu.

Hal ini berkaitan dengan strategi Belanda agar mereka tetap bisa membina hubungan baik dengan Kerajaan Melayu maupun Kesultanan Bilah yang ada di Labuhanbatu Raya. Sejalan dengan itu, pemangku Kesultanan Bilah berhasil memungut pajak yang dianggap cukup baik. Kesultanan Bilah kemudian memiliki inisiatif untuk mendirikan sebuah masjid sebagai tempat beribadah umat Muslimin Rantauprapat.

Konon, dari sisa lebih pungutan pajak di Labuhanbatu, pihak Kesultanan menggunakannya sebagai modal awal untuk membangun empat unit masjid sekaligus. yakni Masjid Raya Rantauprapat (kini menjadi Masjid Agung), Masjid Kulauh Hulu (sekarang Kabupaten Labuhanbatu Utara), Masjid Kota Pinang (sekarang Kabupaten Labuhanbatu Selatan), serta sebuah Masjid Raya di daerah Pesisir Pantai, Kecamatan Labuhan Bilik.

Dari arah jalan raya

Keempat masjid ini memiliki ciri khas yang hampir mirip, baik dari sisi ornamen maupun bentuk kubah. Meski perkembangan pembangunan begitu pesat pada zaman sekarang, Masjid Raya Rantauprapat masih tetap mempertahankan keaslian bangunannya, seperti yang terlihat di kubah utama yang masih terbuat dari kayu sekaligus menjadi langit-langit bangunan masjid tersebut.

Masjid Agung Rantauprapat berdiri di atas tanah seluas 4.855 meter persegi yang lahannya berasal dari wakaf Sultan Bilah melalui anaknya yang masih hidup, Tengku Su’if, berdasarkan Sertifikat Tanda Bukti Hak (STBH) Nomor 599 tertanggal 25 November 1991. Pengelolaan masjid ini ditangani oleh Kantor Kementerian Agama di Labuhanbatu.

Bentuk kubah masjid ini terdiri dari tiga buah. Dimana, satu kubah sebagai menara utama yang paling tinggi yang posisinya berada di bagian belakang. Sementara dua lainnya terdapat di pintu menuju masuk masjid. Di pintu pagar juga terdapat dua menara layaknya seperti Masjid Raya Al- Maksum di Kota Medan. Simbol suku Melayu masih melekat dengan dominasi warna kuning pada masjid, meski telah terdapat warna hijau pada bagian kubahnya.

Dalam perkembangannya, masjid tersebut kini juga telah memiliki klinik kesehatan dan madrasah yang berada di dalam kompleks masjid. Sejak zaman Belanda nama masjid ini  Masjid Raya. Tapi sekitar Tahun 1986 di-ubah menjadi Masjid Agung Rantau Prapat***

Baca Juga


Saturday, September 3, 2016

Masjid Agung Kabanjahe Kabupaten Karo

Masjid Agung Kabanjahe, kabupten Karo, Sumatera Utara

Kabanjahe adalah ibukota dari Kabupaten Karo di provinsi Sumatera Utara. Lokasinya berada di ketinggian dataran tinggi Karo, di kawasan Bukit Barisan. Kota ini berjarak lebih kurang 77 km dari kota medan, Ibukota Provinsi Sumatera Utara. Kabanjahe dan Kabupaten Karo yang berada di ketinggian antara 600 hingga 1400 mdpl, di anugerahi landscape alam pegunungan yang menawan dengan udara yang sejuk berkisar antara 16 sampai 17° C.

Di dataran tinggi Karo berciri khas daerah buah dan sayur. Di daerah ini juga bisa kita nikmati keindahan Gunung berapi Sibayak yang masih aktif dan berlokasi di atas ketinggian 2.172 meter dari permukaan laut. Arti kata Sibayak adalah Raja. Berarti Gunung Sibayak adalah Gunung Raja menurut pengertian nenek moyang suku Karo. Kabupaten Karo saat ini di zaman dahulu merupakan bagian dari Kerajaan Aru.

Masjid Agung Kabanjahe

Masjid ini berdiri megah di tengah kota Kabanjahe. Masjid agung Kabanjahe terletak di persimpangan jalan ke Medan, Sidikalang, Pematang Siantar dan Kutacane (propinsi aceh), sehingga tempatnya sangat strategis. Masjid Agung Kabanjahe merupakan masjid terbesar di Kabanjahe. Letaknya di lokasi yang mayoritas warganya non muslim, maka masjid ini menjadi obat dahaga warga muslim yang membutuhkan tempat untuk menjalankan ibadahnya.

Alamat Masjid Agung Kabanjahe
Jl. Meriam Ginting, Kabanjahe, Kabupaten Karo
Sumatera Utara - Indonesia



Presiden SBY Berkunjung ke Masjid Agung Kabanjahe

Di tahun 2014 Masjid Agung Kabanjahe menjadi salah satu tempat pengungsian warga terdampak erupsi Gunungapi Sinabung. Kamis, 23 Januari 2014 Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) Bersama Ibu Ani Yudhoyono Melakukan Kunjungan Ke Masjid Agung Kota Kabanjahe Untuk Bertemu Dengan Para Ulama Setempat dan menanyakan kondisi para pengungsi pasca erupsi Gunung Sinabung, Sekaligus meresmikan selesainya Masjid yang awalnya bernama Masjid Raya yang sebelumnya direnovasi dan menelan biaya Rp. 2,8 milyar Rupiah.

Kedatangan Presiden SBY ke masjid Agung Kabanjahe atas usulan pihak Ketua Panitia Pembangunan sekaligus Ketua Badan Kemakmuran Masjid ini, H Mulia Purba, melalui Menteri Kehutanan Dr MS Kaban,MSi.