Masjid Agung Rantau Prapat - Kabupaten Labuhan Batu, Sumatera Utara |
Rantau Prapat merupakan ibukota
Kabupaten Labuhanbatu di provinsi Sumatera Utara, sebelumnya Rantau Prapat
berstatus sebagai sebuah kota Administratif namun kemudian status tersebut
dihapuskan tahun 2003 karena tidak memenuhi persyaratan untuk ditingkatkan menjadi
sebuah daerah otonom. Secara administratif, Rantau Prapat merupakan sebuah
Kelurahan di dalam wilayah Kecamatan Rantau Utara. Dari Kota Medan dapat
dicapai dengan Kereta Api Selama 6 jam perjalanan.
Rantau Prapat dilintasi oleh
Jalan Lintas Sumatera, juga dilintasi oleh Sungai Bilah. Nama Sungai ini juga
merupakan nama kesultanan yang pernah eksis disana pada masa penjajahan Belanda
yakni Kesultanan Bilah. Sekitar tahun 1930-an Kesultanan Bilah membangun empat
masjid dari dana sisa pungutan pajak. Salah satu masjid tersebut adalah Masjid
Raya Rantau Prapat yang kini dikenal dengan nama masjid Agung Rantau Prapat.
Alamat Masjid Agung Rantauprapat
Jl. Ahmad Yani No.156,
Rantauprapat
Kecamatan Rantau Utara, Kabupaten
Labuhanbatu
Sumatera Utara, Indonesia
Masjid Terbaik se-Sumut 2014
Masjid Agung Rantau Prapat ini
memperoleh gelar sebagai masjid terbaik tingkat provinsi Sumatera Utara periode
2013-2014. Dengan prestasi tersebut masjid ini mendapatkan bantuan sebesar Rp.
100 Juta rupiah dari Pemkab Labuhan batu sebagaimana disampaikan oleh Bupati H
Tigor Panusunan Siregar saat safari Ramadan ke masjid tersebut. Bantuan itu
sekaligus untuk memenuhi permohonan dari pengurus badan kemakmuran masjid yang
telah mengharumkan dan memakmurkan Masjid Agung itu.
Selain memberikan bantuan untuk
perluasan masjid agung, pemkab Labuhanbatu juga memprogramkan pemberian honor
kepada para guru ngaji sebagai bagian dari program Pemkab setempat yang bertajuk
“Labuhanbatu Mengaji". Pemkab setempat bahkan menghimbau kepada para orang
tua untuk mendorong anak anaknya untuk datang ke masjid untuk belajar mengaji.
Dengan prestasi tersebut masjid Agung yang kini dipimpin oleh ketua BKM, H
Hamid Zahid berhak untuk mewakili Sumatera Utara di tingkat nasional tahun
2015.
Masjid Agung Rantau Prapat |
Dibangun dengan dana sisa pungutan pajak
Berdasarkan cerita turut
masyarakat setempat Masjid Agung Rantau Prapat pada awalnya dibangun pada masa
kerajaan Billah berkuasa di Labuhanbatu di masa penjajahan Belanda sekitar
tahun 1930-an. Pembangunan masjid ini merupakan inisiatif dari pihak kesultanan
Billah yang kala itu Kesultanan Bilah diberi kewenangan oleh pemerintah
Kolonial Belanda untuk memungut pajak (Balasting) kepada masyarakat di wilayah
Labuhanbatu.
Hal ini berkaitan dengan strategi
Belanda agar mereka tetap bisa membina hubungan baik dengan Kerajaan Melayu
maupun Kesultanan Bilah yang ada di Labuhanbatu Raya. Sejalan dengan itu,
pemangku Kesultanan Bilah berhasil memungut pajak yang dianggap cukup baik.
Kesultanan Bilah kemudian memiliki inisiatif untuk mendirikan sebuah masjid
sebagai tempat beribadah umat Muslimin Rantauprapat.
Konon, dari sisa lebih pungutan
pajak di Labuhanbatu, pihak Kesultanan menggunakannya sebagai modal awal untuk
membangun empat unit masjid sekaligus. yakni Masjid Raya Rantauprapat (kini
menjadi Masjid Agung), Masjid Kulauh Hulu (sekarang Kabupaten Labuhanbatu
Utara), Masjid Kota Pinang (sekarang Kabupaten Labuhanbatu Selatan), serta
sebuah Masjid Raya di daerah Pesisir Pantai, Kecamatan Labuhan Bilik.
Dari arah jalan raya |
Keempat masjid ini memiliki ciri
khas yang hampir mirip, baik dari sisi ornamen maupun bentuk kubah. Meski
perkembangan pembangunan begitu pesat pada zaman sekarang, Masjid Raya
Rantauprapat masih tetap mempertahankan keaslian bangunannya, seperti yang
terlihat di kubah utama yang masih terbuat dari kayu sekaligus menjadi
langit-langit bangunan masjid tersebut.
Masjid Agung Rantauprapat berdiri
di atas tanah seluas 4.855 meter persegi yang lahannya berasal dari wakaf
Sultan Bilah melalui anaknya yang masih hidup, Tengku Su’if, berdasarkan
Sertifikat Tanda Bukti Hak (STBH) Nomor 599 tertanggal 25 November 1991. Pengelolaan
masjid ini ditangani oleh Kantor Kementerian Agama di Labuhanbatu.
Bentuk kubah masjid ini terdiri
dari tiga buah. Dimana, satu kubah sebagai menara utama yang paling tinggi yang
posisinya berada di bagian belakang. Sementara dua lainnya terdapat di pintu
menuju masuk masjid. Di pintu pagar juga terdapat dua menara layaknya seperti
Masjid Raya Al- Maksum di Kota Medan. Simbol suku Melayu masih melekat dengan
dominasi warna kuning pada masjid, meski telah terdapat warna hijau pada bagian
kubahnya.
Dalam perkembangannya, masjid
tersebut kini juga telah memiliki klinik kesehatan dan madrasah yang berada di
dalam kompleks masjid. Sejak zaman Belanda nama masjid ini Masjid Raya.
Tapi sekitar Tahun 1986 di-ubah
menjadi Masjid Agung
Rantau Prapat***
Baca Juga
No comments:
Post a Comment