Monday, August 27, 2012

Islam di Trinidad & Tobago

Lokasi Trinidad and Tobago di Laut Karibia

Dan hal yang teramat penting dicatat dalam sejarah pemerintahan Trinidad & Tobago adalah bahwa Trinidad & Tobago adalah negara pertama di benua Amerika yang pernah dipimpin oleh seorang presiden Beragama Islam. Beliau adalah Noor Mohamed Hassanali, (13 August 1918 – 25 August 2006) yang merupakan presiden kedua Republik Trinidad & Tobago dengan masa jabatan 10 tahun dari 1987 hingga tahun 1997.

Trinidad dan Tobago adalah sebuah negara kepulauan yang terletak di Laut Karibia. Dengan luas wilayah 5.131 kilometer persegi (1.981 Mil persegi), negara republik yang multi agama dan multi etnis ini memiliki penduduk sekitar 1,3 juta jiwa.

Tidak ada agama yang dominan di negara ini. Dan delapan persen diantaranya adalah umat Muslim. Masuknya Islam di Republik Trinidad dan Tobago dibawa oleh budak-budak hitam dari suku Mandigo di Afrika Barat. Dan para ahli sejarah meyakini Islam di negara ini tidak dibawa oleh orang India Timur.

Hal ini terlihat dari banyaknya anggota suku Mandigo di Trinidad dan Tobago pada 1740 yang memeluk Islam. Penulis Omar Hasan Kasule, pada 1978 menyusun laporan bahwa budak-budak hitam itu pertama kali tiba sekitar 1777 untuk menggarap perkebunan teh di Trinidad. Dan jumlah mereka terus bertambah menjadi 20.000 orang di tahun 1802.

Muslimah Mandigo
Muslim Mandigo ini menjaga identitas Islamnya dan mendapatkan kebebasan dari perbudakan dari pemimpin kuat bernama Muhammad Beth. Mereka selalu merindukan untuk pulang ke tanah kelahiran mereka, Afrika. Namun akhirnya, mereka terputus hubungannya dengan tanah kelahiran dan menetap di Trinidad.

Sedangkan orang-orang India Timur datang belakangan dengan tetap menjaga hubungan dengan negara kelahirannya sehingga bisa mempertahankan iman-Islamnya. Orang-orang India Timur ini pertama kali datang ke Trinidad sebagai pelayan berdasar perjanjian.

Mereka datang pada perayaan ulang tahun Trinidad pada 31 Mei 1845 menggunakan kapal Fatel Razeck yang berlabuh di Port of Spain. Mereka datang bersama dengan buruh lainnya yang beragama Hindu dari Uttar Pradesh, India, dengan jumlah keseluruhan 225 orang.

Perjanjian yang diterima para buruh ini adalah bentuk kerja paksa tanpa bayar. Para buruh tani ini bekerja di perkebunan tebu selama periode tertentu—biasanya lima tahun—untuk menghapus hutang-hutang mereka. Kondisi kemiskinan yang menggelayuti para buruh tani ini dibarengi usaha kristenisasi, tak peduli dengan agama yang mereka anut.
Islam, sebuah ajaran spiritual yang luar biasa, menunjukkan kekuatannya dan hidup di tengah-tengah mereka yang berada di bawah tekanan semi perbudakan.

Mereka mempertahankan ajaran utama Islam yang murni. Berbalut sebuah fanatisme, mereka menjalankan Islam dengan penuh loyalitas dan penyerahan diri atas kehendak dari Allah SWT.
Di tengah pengajaran minim yang diterima anak-anak buruh tani ini, pelajaran bahasa Inggris mereka dapatkan dari sekolah Canadian Mission. Pelajaran Bahasa Urdu dan Bahasa Arab untuk membaca Alquran secara privat diajarkan dari individu ke individu.

Mereka yang bisa mengenyam pendidikan ini pun terbatas pada anak laki-laki saja, sedang anak perempuan tetap buta huruf. Di tengah muramnya kehidupan, ajaran Islam tetap memancarkan cahayanya, meski redup.

Sayad Abdul Aziz dikenal sebagai tokoh dan karakter penting dalam sejarah Islam di Trinidad. Dan lebih dikenal sebagai tokoh stabilitas Islam di Trinidad. Ia salah satu orang yang bisa membaca, menulis dan memahami bahasa urdu. Disamping keahliannya di bidang matematika dan bidang teknis lainnya. Sayad datang ke Trinidad pada 1883 sebagai mantan buruh di Afghanistan untuk menyebarkan Islam.

Sayad tinggal di Princes Town, bagian selatan Trinidad. Tapi pengaruhnya terasa di seluruh koloni. Keramahannya membuat setiap orang bisa merasakan atmosfer Islam yang terpancar dari dalam dirinya. Ia pun mendirikan perkumpulan Islam pertama yang dikenal dengan "Islamic Guardian Association".

Sejak kemerdekaannya pada 1962, perekonomian Trinidad dan Tobago sudah membaik. Dari sebelumnya yang bergantung pada ekspor gula sekarang sudah bergeser ke minyak dan menjadikan negara ini paling makmur dan paling maju industrinya diantara negara-negara di wilayah Laut Karibia.

Namun, kemakmuran ini tak menjamin adanya kesamaan sosial dan juga stabilitas negara. Termasuk di dalamnya pengakuan atas agama-agama yang dianut oleh warga negaranya. Hingga 27 Juli 1990, kelompok Muslim hitam radikal, Jamaat Al-Muslimeen, menggempur bangunan parlemen di Kota Port of Spain dan mengancam membunuh Perdana Menteri ANR Robinson serta pejabat lainnya.

Akibat peristiwa ini, Muslim keturunan India Timur menjauhkan diri dari pimpinan Jamaat Al-Muslimeen, Yasin Abu Bakar. Yang berdasarkan desas-desus kegiatannya dibiayai oleh pemimpin Libya, Muamar Qadafi. Abu Bakar dan pengikutnya tidak pernah dihukum karena mendapatkan amnesti dan diakui oleh pengadilan setempat.

Sensus 1990 mencatat 36 persen penduduk Trinidad beragama Katolik Romawi, 23 persen beragama Hindu, 13 persen penganut Protestan dan delapan persen beragama Islam. Sebagian besar penduduk Muslim yang berjumlah 100.000 jiwa dari total populasi 1,2 juta jiwa adalah keturunan India Timur, dan sisanya orang asli Afrika. Mereka tinggal di Kota Port of Spain.

Bersamaan dengan geliat pembangunan desa yang semakin mantap di tahun 1870, setiap desa atau wilayah membangun masjid masing-masing dan dipimpin oleh seorang imam.

Masjid Muhammad Ali Jinnah, Masjid Terbesar di Trinidad & Tobago beserta prangko dan kartu pos peringatan pembangunannya.
Seorang misionaris, John Morton, dalam catatan hariannya menulis bahwa masjid mulai bermunculan di Trinidad pada 1860-an. Ia mendeskripsikannya sebagai 'sebuah bangunan mungil yang cantik beratapkan galvanized'.

Imigran-imigran pertama yang datang dan keturunannya bertambah makmur. Mereka membangun masjid yang biasanya terbuat dari kayu. Masjid yang terbentang di sepanjang wilayah yang dihuni oleh kaum Muslimin biasanya digunakan beribadah oleh kaum laki-laki.

Hal ini terus berlangsung sampai 1928, di mana perempuan dari Pemukiman Peru mulai datang ke masjid untuk menghadiri perayaan khusus, seperti shalat saat Idul Adha dan Idul Fitri.

Di awal 1930, maktab (kelas agama) mulai diadakan di masjid-masjid. Di dalam kelas ini yang menjalankan peran guru adalah para imam atau jemaah dewasa yang sudah menguasai ilmu agama dan sudah mengajarkannya pada anak-anak.

Kelas agama ini mengajarkan bahasa Arab, bahasa Urdu, cara beribadah dan juga pengetahuan dasar Islam. Selain datang ke maktab, anak-anak laki-laki dan perempuan juga mendapatkan pengajaran tentang Islam dari pendahulu mereka. Dan hal ini terus mereka dapatkan, meskipun mereka sudah menjadi murid di maktab.

Sejak awal abad 20, kaum Muslim mulai membentuk kelompok-kelompok keagamaan yang bisa mengakomodir kebutuhan dan ketertarikan mereka terhadap Islam. Organisasi keagamaan ini mendapatkan pengakuan pemerintah, awalnya sebagai perkumpulan persaudaraan lalu menjadi organisasi.

Organisasi keagamaan pertama yang terbentuk adalah Islamic Guardian Association (IGA) of Princes Town yang didirikan pada 1906. Organisasi ini dipimpin oleh Syed Abdul Aziz, mantan buruh dari Afghanistan yang menetap di Wilayah Iere. Terbentuknya IGA juga mengawali terbentuknya East Indian National Association (EINA), yang beranggotakan Muslim India pada 1897.

Bersatunya kaum Muslim ini mendorong terbentuknya organisasi yang lebih besar lagi, yaitu Tackveeyatul Islamia Association  (TIA), organisasi untuk memperkuat Islam) yang terbentuk pada 1931.

Saat ini, terdapat 25 masjid di Pulau Trinidad (sumber lain menyebut angka 85 Masjid). Dua masjid diantaranya ada di Pulau Tobago, rumah puluhan muslim Afrika. Salah satu masjid terbesar adalah Jinah Memorial Mosque of Saint Joseph yang dibangun pada 1954.

Pemerintah Trinidad secara resmi mengakui hari libur umat Islam, diantaranya Idul Fitri. Di mana saat hari Idul Fitri datang, diadakan shalat Idul Fitri bersama di stadion nasional Port of Spain. Dan sedikitnya, 100 orang Muslim Trinidad menjalankan ibadah haji tiap tahunnya.

Tuesday, August 21, 2012

Masjid Badshahi - Pakistan, Masjid dengan Halaman Terluas

Masjid Badshashi di Lahore, Pakistan sempat mencatatkan diri sebagai masjid terbesar di dunia setelah Masjidil Harram di kota Mekah, pada saat masjid ini selesai dibangun.
Ada sebuah masjid di Kota Lahore, Pakistan, yang sangat terkenal dengan halamannya yang sangat luas. Namanya adalah Masjid Badshahi. Masjid yang mampu menampung ratusan ribu jemaah di Kota Lahore, Pakistan ini berdiri megah dengan halaman seluas sembilan hektare.

Masjid yang dibangun pada 1673 oleh raja ke-6 Dinasti Mughal, Aurangzeb Alamgir ini juga pernah dinobatkan sebagai masjid terbesar di dunia. Perihal Aurangzeb Alamgir, adalah putra dari Raja Shah Jahan, pendiri Taj Mahal. Maka tak heran eksterior utama mirip dengan Taj Mahal, tapi didominasi batu-batu merah.



Ruang salat utama dihiasi beraneka ragam marmer dengan beragam lengkungan-lengkungan dan ornamen yang dilapisi kertas perak. Interior dan lampu penerangan mengadopsi desain arsitektur Yunani, Asia tengah dan India. Semua itu memperlihatkan khazanah arsitektur Islam yang sudah berumur ribuan tahun. Di sisi kiri kanan masjid, terdapat lorong-lorong panjang yang menghubungkan bagian utama masjid ke gerbang utama masjid.

Sementara Kota Lahore dikenal sebagai pusat budaya Pakistan. Sebab banyak situs sejarah Islam yang bahkan masuk dalam situs sejarah UNESCO, Organisasi Perserikatan Bangsa-Bangsa untuk Pendidikan, Ilmu, dan Budaya.

Baca selengkapnya artikel masjid badshahi di RINDUMASJID

------------------------------------------------------------------
Follow & Like akun Instagram kami di @masjidinfo dan @masjidinfo.id
🌎 gudang informasi masjid di Nusantara dan mancanegara.
------------------------------------------------------------------

Baca Juga


Dua Masjid Suci Punya Fasilitas Wudhu Terbaik di Dunia



Jutaan umat Islam dari seluruh dunia membutuhkan ruang berwudhu dan kamar kecil yang representatif guna mensucikan diri sebelum mereka melaksanakan shalat di Masjidil Haram dan Masjid Nabawi. Karena itu, administrasi kedua masjid suci memperhatikan betul ruang berwudhu dan kamar kecil.

Manager Humas dan Media Masjid Nabawi, Waheed Abdul Al-Hattab mengatakan di kedua masjid suci terdapat dua puluh fasilitas wudhu dan kamar kecil. Fasilitas itu berada pada lantai tiga hingga enam yang berada di titik strategis kedua masjid.

"Disiapkan pula fasilitas untuk jamaah berkebutuhan khusus," papar dia seperti dikutip alarabiya.net, Selasa (21/8).

Al-Hattab mengatakan fasilitan tersebut terbuka sepanjang hari, dan untuk menjaga kebersihannya disiapkan petugas khusus yang akan membersihkannya.

Bagi umat Islam, berwudhu merupakan syarat sah shalat. Karena itu, kebersihan ruang wudhu dan kamar kecil merupakan hal yang dijaga.

Thursday, August 16, 2012

Masjid Uswatun Hasanah, Istiqlal Mini di Nagreg

Masjid Uswatun Hasanah, Istiqlal Mini di Nagreg

SIAPA sangka terdapat masjid yang berjuluk "Masjid Istiqlal mini" pinggir Jalan Raya Nagreg? Masjid bernama Uswatun Hasanah ini berada di kawasan turunan Nagreg, tepat di pinggir jalan yang selalu dilewati pengendara dari Bandung menuju Tasikmalaya dan Garut, atau sebaliknya.

Disebut sebagai Masjid Istiqlal mini karena bentuk ketiga kubahnya sama persis dengan bentuk kubah kecil di Masjid Istiqlal di Jakarta. Hanya saja, tiga kubah ini sekarang bercat warna keemasan. Selain itu, semen yang digunakan untuk membangun masjid ini pun sama persis dengan jenis semen yang digunakan pada Masjid Istiqlal, yakni Pazzolan Trass.

Masjid Uswatun Hasanah didirikan oleh Ili Sasmitaatmaja, warga sekitar tempat masjid tersebut berdiri, yakni di Kampung Paslon, Desa Ciherang, Kecamatan Nagreg, Kabupaten Bandung, 17 Agustus 1958. Ili sempat menjadi panitia pembangunan Masjid Istiqlal di Jakarta dan memiliki hubungan sangat dekat dengan mantan presiden Soekarno.

Anggota DKM Uswatun Hasanah, Nurdin Setiawan (50), mengatakan, gaya bangunan masjid ini sangat dipengaruhi arsitektur Masjid Istiqlal, termasuk spesifikasi bangunannya. Semen jenis khusus dari Jerman yang digunakan untuk pembangunannya membuat masjid ini sangat kokoh.

"Walaupun sudah berusia puluhan tahun, dinding masjid ini tidak bisa dipaku menggunakan paku beton, kecuali menggunakan mesin bor. Mantan presiden Soekarno meminta Pak Ili supaya membuat masjid yang bisa kuat sampai seribu tahun. Dan Masjid Uswatun Hasanahlah masjid itu," kata Nurdin saat ditemui di masjid tersebut, Sabtu (11/8).

Walaupun sering bergetar akibat truk yang melintasi Jalan Raya Nagreg, dinding masjid ini tidak pernah retak. Begitu pun dengan bagian kubah dan menaranya.

Masjid Uswatun Hasanah memang terlihat mungil, hanya bisa menampung sekitar 84 warga pada saat salat berjemaah. Namun, selasar dan halamannya yang luas bisa menampung ratusan warga. Masjid ini dilengkapi sebuah menara, kolam ikan, dan taman, yang membuat masjid ini makin sedap dipandang.

Nurdin mengatakan, sejak berdiri, masjid ini selalu digunakan juga sebagai tempat persinggahan para musafir untuk beristirahat sebelum melanjutkan perjalanan ke Bandung atau Garut. Karena itu, masjid ini memiliki lapangan parkir luas, deretan toilet, dan rumah makan, yang disediakan untuk para musafir.

"Sebelum ada tempat pelayanan kesehatan dan pos lainnya di Nagreg, masjid ini selalu menjadi tempat pengobatan korban kecelakaan. Kalau masuk masa mudik Lebaran,  banyak yang tidur dan mandi di masjid ini," kata Nurdin, yang sudah menjadi anggota DKM sejak sekolah di SD.

Masjid Uswatun Hasanah, ujarnya, berperan penting pada saat dilakukan operasi pagar betis untuk mengepung para pemberontak DI/TII. Masyarakat sekitar menganggap masjid ini sebagai tempat paling aman dari serangan para pemberontak tersebut.

Menjelang masa mudik dan balik Lebaran, masjid ini terus berbenah untuk menyambut para pemudik yang membutuhkan tempat untuk beristirahat sejenak atau salat sambil menikmati keunikan "Masjid Istiqlal mini" di Nagreg ini. (*)


Masjid Besar Lembang, Tempat Mengungsi Korban Gerombolan DI/TII

Masjid Besar Lembang

EMPAT menara berdiri tegak di setiap sudut bangunan masjid. Satu menara lagi berdiri di sudut kanan halaman masjid. Kelima menara dengan bentuk serupa ini menambah kesan anggun dan cantiknya Masjid Besar Lembang, Kabupaten Bandung Barat.

Didominasi cat warna hijau muda, masjid yang terletak di depan Alun-alun Lembang atau tepatnya di Kampung Kaum, Desa Jayagiri, Kecamatan Lembang, ini selama puluhan tahun menjadi tempat peribadatan warga sekitar.

Tidak diketahui pasti kapan masjid ini berdiri. Tidak ada literatur dan saksi mata yang bisa menjelaskan sejarah pendirian masjid tersebut. Namun satu hal yang pasti, masjid ini pernah menjadi tempat pengungsian warga korban dari gerombolan DI/TII (Darul Islam/Tentara Islam Indonesia).

"Saya masih ingat, dulu masjid ini pernah jadi tempat pengungsian korban gerombolan (DI/TII)," kata Asep Suherman (70), pria yang lahir dan besar di Kampung Kaum, tak jauh dari Masjid Besar Lembang, Rabu (8/8).

Menurut Asep, saat itu para pengungsi dari kawasan Jayagiri yang rumahnya dibakar memilih berlindung di masjid ini. Meski kondisi masjidnya saat itu masih sederhana, ukurannya kecil dan bangunannya perpaduan dari tembok dan kayu, para pengungsi tetap betah karena merasa aman berada di dalam masjid tersebut.

Seiring dengan perkembangan zaman, Masjid Besar Lembang pun beberapa kali direnovasi. Tercatat pada 1979 dimulai renovasi besar-besaran atas prakarsa Camat Lembang (saat itu) Nonon Sonthani. Belakangan Nonon menjadi Wali Kota Bekasi.

Selain merenovasi bangunan, luas lahannya pun ditambah. Kini luas lahan Masjid Besar Lembang mencapai 4.000 meter persegi. Adapun luas bangunannya mencapai 2.000 meter persegi. Saat ini bangunan masih satu lantai. Rencananya dipersiapkan untuk dua lantai.

"Renovasi ini sampai sekarang belum selesai. Jadi kami terus membangun dan mempercantik masjid ini," kata Eutik M Zaelani, Ketua Bidang Imaroh (Kemakmuran) DKM Masjid Besar Lembang.

Selain pembangunan secara fisik, kata Eutik, di masjid ini juga digelar sejumlah aktivitas keagamaan. Mulai dari salat berjemaah hingga pendidikan keagamaan untuk anak-anak.

"Kami memiliki pendidikan setingkat taman kanak-kanak. Ada TK Alquran, ada TK Taman Pendidikan Alquran, ada Madrasah Diniyah. Kami juga menggelar pengajian anak-anak setiap magrib. Juga ada pengajian rutin ibu-ibu," kata Eutik.

Di bulan Ramadan ini, aktivitas keagamaan pun semakin meningkat. Selain menggelar salat tarawih berjemaah, kuliah subuh, dan pertemuan remaja masjid, DKM Masjid Besar Lembang juga menyediakan takjil setiap hari untuk mereka yang hendak berbuka puasa.

"Kami juga kerap menggelar tablig akbar. Beberapa dai kondang pernah ceramah di sini. Di antaranya Pak EZ Mutaqin, Miftah Faridl, Aa Gym, Zainuddin MZ, Kiai Ghazali.  Bahkan pernah juga ulama besar Kiai Anwar Musaddad," ujar Eutik. (*)


Masjid An-Nuur Bio Farma, Bangunan Heritage dengan Nuansa Masjidil Haram

Masjid An-Nuur Bio Farma di Jalan Pasteur, Bandung

SETIAP bangunan masjid memiliki ciri khas sendiri-sendiri. Begitu juga dengan Masjid An-Nuur Bio Farma di Jalan Pasteur, Bandung. Arsitektur di bagian luar memiliki ciri khas, yakni tetap menampilkan gaya heritage dengan banyaknya bentuk bangunan melengkung. Namun di bagian dalam masjid, jemaah akan merasakan nuansa Mekah atau Madinah karena ada semacam replika pohon kurma yang daunnya bisa menyala pada malam hari.

Masjid seluas 2.200 meter persegi ini mengambil nama dari masjid sebelumnya yang memang berada di Bio Farma. Dirancang oleh seorang arsitek ITB, masjid yang pembangunannya dimulai September 2011 ini cukup unik. Atapnya tidak seperti kebanyakan masjid yang memiliki kubah. Meski begitu, nuansa religius akan sangat terasa begitu kita menginjakkan kaki di masjid yang diresmikan oleh Komisaris Utama Prof Dr H Sam Soeharto Sp MK dan Direktur Utama PT Biofarma Drs Iskandar Apt MM pada 27 April 2012 ini.

Saat melangkah masuk, jemaah akan melihat sisi-sisi masjid yang didominasi bentuk bangunan melengkung. Menurut Ketua DKM Masjid An-Nuur, Drs Hasanurdin MSi, gaya melengkung mengikuti bangunan heritage yang mendominasi gaya-gaya gedung di sepanjang Jalan Pasteur, termasuk Gedung Kantor PT Bio Farma (Persero).

"Ini (gaya melengkung) memang mengikuti peninggalan heritage. Di sini disampaikan pesan juga bahwa Bio Farma ingin menjaga kelestarian sejarah. Selain itu, bentuk bangunan masjid ini ingin menyampaikan juga misi-misi perusahaan yang berglobalisasi dan berwawasan bioteknologi," katanya saat ditemui seusai kegiatan kuliah Zuhur di Masjid An-Nuur, Senin (23/7).

Melangkah lebih dalam lagi, para jemaah sebelum masuk masjid sudah dimanjakan dengan nuansa hijau karena banyaknya tanaman. Begitu juga saat akan mengambil air wudu, sebuah atap kaca akan membimbing jemaah ke ruangan wudu yang juga dilengkapi toilet. Ruangan wudu berada di lantai bawah masjid. Di ruangan ini juga terdapat loker penitipan serta dilengkapi dengan perangkat atau kotak perlengkapan P3K.

Tempat wudu sangat nyaman karena, selain luas, cukup banyak kran air yang bisa digunakan. Meski di lantai bawah, jemaah tidak perlu khawatir udara pengap atau gelap. Adanya atap kaca sebelum masuk ruang wudu serta taman kecil membuat sirkulasi udara di tempat ini bagus dan sejuk.

Saat akan masuk ke ruang utama masjid, jemaah akan melewati pintu kaca. Di sinilah jemaah akan merasakan keunikan dari masjid berlantai empat ini. Di bagian kanan dan kiri ruangan yang bisa menampung antara 1.000-1.500 orang jemaah ini terdapat replika pohon kurma lengkap dengan daunnya yang besar-besar. Uniknya lagi, daun-daun ini akan menyala pada malam hari yang juga bisa berfungsi sebagai penerangan atau lampu.

"Adanya replika pohon kurma ini ingin menciptakan nuansa Masjidil Haram di Masjid  An-Nuur. Dan pohon ini juga sebagai simbol kesuburan dan kemuliaan," kata Hasan.

Dan yang membedakan lagi dengan masjid lain, dilihat dari luar posisi bangunan Masjid An-Nuur lurus atau tidak miring, tapi saat masuk ke masjid, posisi bangunan seperti terlihat miring. Hal ini terjadi karena mengikuti arah kiblat. Untuk menyiasati agar jemaah tidak "pusing", terdapat tiang-tiang unik setinggi kurang lebih dua meter untuk memberi kesan kamuflase. Tiang-tiang dari tembaga ini juga bisa menyala semerah tembaga pada malam hari.

Bila melihat ke arah dinding dalam masjid, bisa dilihat nilai seni masjid ini, yakni dinding yang dibentuk atau seperti dipahat kaligrafi dengan warna-warni didominasi hijau tua dan hijau muda serta biru toska. Dinding kaligrafi ini hampir menutupi dinding bagian depan dalam masjid atau dinding tempat imam berdiri. Uniknya pula, pada malam hari, dinding kaligrafi ini akan memancarkan cahaya (glow in the dark). Dan untuk memperindah masjid ini, sebuah lampu gantung besar dan panjang dipasang di bagian atas masjid.

Di sisi masjid, sebuah menara menjulang setinggi 39 meter menambah megah Masjid An-Nuur. Bulan sabit di ujung menara ini pada malam hari akan memancarkan cahaya hijau dan bisa terlihat jelas dari berbagai arah, terlebih dari atas Jembatan Pasupati.

"Masjid ini tidak hanya sebagai tempat ibadah wajib bagi jamaah, tapi juga dimanfaatkan karyawan Bio Farma sebagai tempat pembinaan. Ada jadwal-jadwal tertentu, para jamaah mendapat pembekalan yang sifatnya religius untuk menambah kejujuran dan amanah," katanya.

Ia juga mengatakan, pada saat Ramadan banyak kegiatan yang dilaksanakan di masjid ini, yakni kuliah Zuhur, tarawih, iktikaf, pengumpulan zakat, dan salat Idulfitri. Pada hari raya, Masjid An-Nuur tercatat sebagai salah satu dari lima masjid di Bandung yang bisa menampung jemaah hingga 10.000 orang. Dan di luar Ramadan, Masjid An-Nuur juga menggelar kegiatan kajian-kajian Islam untuk karyawan dengan materi tafsir kajian hadit/akhlak/fikih dengan narasumber dari luar dan dari intern Bio Farma. (*)

Wednesday, August 8, 2012

Masjid Kikisik Luput Dari Terjangan Lahar Gunung Galunggung

Masjid Kikisik
MASJID Kikisik, yang terletak di kaki Gunung Galunggung, tampak tak berbeda dengan masjid pada umumnya. Namun masjid yang berada di kompleks Pondok Pesantren (Pontren) Kikisik, Desa Gunungsari, Kecamatan Sukaratu, Kabupaten Tasikmalaya, ini pernah membuat heboh warga Tasikmalaya dan sekitarnya saat Galunggung meletus tahun 1982.

Ketika lahar mulai turun dan memorak-porandakan apa saja yang dilewatinya, Masjid Kikisik, yang hanya berjarak sekitar 5 km dari kawah dan masuk daerah bahaya I, luput dari terjangan kawah. Padahal, masjid beserta kobong serta puluhan rumah penduduk berada di lokasi cekungan.

"Memang, secara logika, lahar seharusnya masuk dan menimbun masjid beserta pesantren dan rumah penduduk karena berada di daerah cekungan. Namun hal itu tidak sampai terjadi. Lahar malah berbelok ke arah utara dan selatan sehingga masjid dan sekitarnya selamat dari terjangan lahar," kenang H Kusnadi, pengelola Pontren Kikisik, saat ditemui Selasa (24/7/2012).

Lolosnya masjid dari terjangan lahar akhirnya menjadi buah bibir warga Tasikmalaya. Saat situasi aman, warga berbondong-bondong ingin menyaksikan keajaiban itu. Seorang saksi mata peristiwa tersebut, Uu Suhartadi (68), warga Jalan Bantar, menyebut kejadian itu sebagai peristiwa tak terlupakan.

"Jika melihat lokasi daerahnya, masjid tersebut seharusnya tertimbun lahar. Tapi lahar malah hanya melintas dari sisi utara dan selatan masjid," tutur Uu, yang mengaku beberapa saat setelah kejadian, ia langsung menuju lokasi untuk memantau keadaan masjid, pesantren, dan rumah penduduk. Semuanya dalam keadaan selamat tak kurang suatu apa.

Menurut penuturan Kusnadi, bukan tanpa sebab masjid, pesantren, dan rumah penduduk luput dari terjangan lahar. Pendiri Pontren Kikisik, mendiang KH Ahmad Sadeli, ayah kandung Kusnadi, yang saat itu masih hidup, melakukan upaya-upaya yang tidak bisa dicerna akal sehat agar lahar tidak menerjang.

"Mama (panggilan KH Ahmad Sadeli, Red) awalnya memberi tahu kami dan warga bahwa akan ada lahar yang datang. Kami kemudian diajak serta menuju arah barat dan berdiri menghadap arah kawah. Sebelum lahar datang, Mama memasang sejumlah barangbang (daun kelapa, Red) dan batu di depan. Begitu lahar datang, lahar itu langsung berbelok ke arah utara dan selatan," ujar Kusnadi.

Meski luput dari terjangan lahar, masjid yang saat itu hanya berukuran 12x9 meter tersebut masih tetap terkena hujan abu hingga ketebalan mencapai sekitar 30 cm. Bahkan sejumlah genting bolong terkena jatuhan batu. "Sempat ada batu yang melayang sebesar meja. Tapi untung jatuh di tengah kolam," kata Kusnadi.

Setelah letusan Galunggung mereda pada tahun 1983, KH Ahmad Sadeli berinisiatif melakukan rehab terhadap masjid yang dibangun tahun 50-an itu. Pasalnya, kondisinya sudah sangat mengkhawatirkan. Terutama abu tebal yang masih menempel di genting. Namun pelaksanaan rehab baru bisa terlaksana tahun 1984 karena terkendala biaya.

"Untuk menghemat biaya, kami memanfaatkan abu di atas genting untuk membuat batako. Cetakannya mendapat bantuan dari Dinas PU provinsi. Ukuran masjid diperluas menjadi 25x12 meter. Masjid selalu penuh oleh jemaah warga sekitar karena memang mereka merasa pertolongan Allah turun lewat masjid tersebut. Jika lahar menerjang dan menimbun Masjid Kikisik, maka sekitar 100 KK warga sekitar pun akan terkubur," kata Kusnadi.

Warga sekitar terus memakmurkan masjid hingga saat ini. Bahkan bangunannya pun terus dipercantik. Saat ini tampilannya sudah memperlihatkan sebuah masjid modern. Ditandai dengan pemasangan keramik-keramik sebagai hiasan serta berpagar besi antikarat (stainless steel).

Memasuki bulan suci Ramadan 1433 H, kemakmuran masjid bertambah dengan adanya program kuliah Ramadan bagi anak-anak sekolah. Kompleks Pontren Kikisik sendiri kini memiliki 60 santri, 200 siswa MTs, serta 40 murid TK. Selain warga setempat, ada juga santri yang datang dari Jakarta, Karawang, Bandung, dan Kuningan.
"Untuk menghindari tumpang tindih kegiatan, kuliah Ramadan dilaksanakan pagi setelah pengajian yang dilakukan setelah salat Subuh," kata Kusnadi.

Selain sebagai tempat menuntut ilmu agama, Pontren Kikisik juga sejak dulu dikenal sebagai tempat pengobatan alternatif, terutama patah tulang. 


Masjid Besar Rancaekek Saksi Bisu Syahidnya Pejuang

PERNAH DIBOM - Masjid Besar Rancaekek pernah menjadi saksi sebelas pejuang yang meninggal akibat bom yang diluncurkan Belanda. Masjid yang berada di Desa Bojongloa, Kecamatan Rancaekek, Kabupaten Bandung diyakini merupakan masjid tertua di Rancaekek.

MASJID Besar Rancaekek yang berada di Desa Bojongloa, Kecamatan Rancaekek, Kabupaten Bandung atau tepatnya di Jalan Raya Rancaekek-Majalaya No 45 itu mungkin merupakan salah satu masjid tertua yang ada di Rancaekek.

Sebab, tak satupun warga yang tinggal di daerah tersebut mengetahui sejarah berdirinya masjid itu. Bahkan, pengurus dewan keluarga masjid (DKM) pun sama sekali tidak memahami awal mula dibangunnya masjid tersebut.

Namun demikian ada seorang warga yang memahami seluk beluk dibangunnya Masjid Besar Rancaekek. Dia adalah Unang (75), mantan pengurus Masjid Besar Rancaekek tahun 1960-an. Dia pun sempat menjadi Lebe (penghulu) di Kantor Urusan Agama (KUA) yang berdiri tepat di sebelah utara Masjid Besar Rancaekek.

"Sekarang tugas saya hanya menjadi pengurus makam yang ada di seberang masjid," ujarnya ketika ditemui Tribun di kediamannya, Rabu (1/8/2012) sore.

Pria kelahiran 12 Desember 1937 ini menceritakan masjid itu berdiri di atas tanah wakaf dari seorang pria keturunan demang (sebutan polisi semasa penjajahan) sebelum Indonesia merdeka. Unang mengatakan, pria yang memiliki nama Ir Hasan itu mewakafkan tanah itu dengan luas sekitar satu hektar.

"Separuh untuk bikin masjid dan sebagian lagi untuk makam," ujarnya.

Ia pun mengaku, makam yang berada di sebelah barat masjid itu kerap disambangi orang dari luar daerah untuk meminta petunjuk pada waktu tertentu. Itu sebabnya banyak warga beranggapan jika masjid besar Rancaekek merupakan masjid tertua di wilayah Bandung Timur.
"Sebagian makam di Makam Kaum ini memang dikeramatkan," ujarnya yang tak mau menyebut nama makam yang dikeramatkan itu.

Selain itu, pria yang juga menjadi Ketua Persatuan Purnawirawan dan Warakawuri TNI dan Polri (Pepabri) Kecamatan Rancaekek itu mengatakan, makam itu juga pernah menjadi tempat peristirahatan terakhir para pejuang yang meninggal ketika perang di tahun 1946.

"Ada sebelas pejuang dikubur di sini," ujarnya. Mereka, kata Unang, meninggal akibat bom yang meledak lantaran Belanda ingin menghancurkan tempat pemancar radio yang ada di Rancaekek. "Mereka berkumpulnya di masjid," katanya.

Tak hanya menewaskan para pejuang saja, Unang bercerita beberapa bagian bangunan masjid juga hancur. Renovasi pun pun dilakukan untuk memperbaiki kerusakan akibat bom. Sejak saat itu, sudah tiga kali masjid besar ini dirombak.

Meski begitu, konon katanya masjid itu sudah ada di tahun 1815. Karena itu masjid itu menjadi masjid di kecamatan Rancaekek dan bernama Masjid Besar Rancaekek. Menurut Unang, nama itu juga menceritakan sejarah dibentuknya masjid itu.

"Katanya masjid ini awalnya dibangun dengan bambu. Tapi kata ayah saya awalnya masjid ini dibangun pada tahun 1910," ujarnya.

Saat itu, kata Unang, masjid berdiri megah diantara balong-balong (kolam ikan) "Waktu saya kecil ada tiga balong. Dan tepat di bawah masjid juga ada balong," ujarnya.

Menurut Unang, untuk pertama kalinya masjid itu dirombak pada 1949 dampak dari bom yang meledak. Waktu itu, kata Unang, atap masjid berbentuk segitiga dan tepat di bawahnya terdapat tempat bedug yang diyakini jika dipukul, suaranya menggema hingga terdengar ke Gedebage. "Dulu kan belum ada pengeras suara seperti sekarang," ujarnya.

Untuk yang kedua kalinya, masjid itu dirombak pada tahun 1986. Menurutnya, ukuran masjid diperlebar dan ditinggikan sekitar 60 cm lantaran makin banyak yang beribadah. "Waktu itu untuk pertama kalinya masjid itu menggunakan anak tangga. Mungkin dulu sudah diperkirakan untuk mengantisipasi banjir," katanya.

Terakhir kalinya, kata Unang, masjid itu dirombak pada tahun 2006 hingga pada akhirnya diresmikan Bupati Bandung yang pada waktu masih dijabat Obar Sobarna. "Sekarang masjid sudah pakai menara dan sudah pakai kubah," ujarnya.

Bagi warga letak masjid yang bercat hijau ini memang sangat statregis. Sebab, berada di jalan yang menghubungkan tiga kecamatan, yakni Rancaekek, Solokanjeruk, dan Majalaya. Karena itu masjid ini selalu ramai di setiap waktu meski belum masuk waktu solat. "Masjid ini sejuk, dingin dan nyaman untuk singgah meski hanya untuk istirahat," ujar Iqbal Muhammad kemarin.
Meski tak diketahui asal usul masjid tersebut, warga sekitar tetap menggunakan Masjid Besar Rancaekek untuk beribadah terutama di bulan Ramadan ini.