MASJID
Besar Rancaekek yang berada di Desa Bojongloa, Kecamatan Rancaekek, Kabupaten
Bandung atau tepatnya di Jalan Raya Rancaekek-Majalaya No 45 itu mungkin
merupakan salah satu masjid tertua yang ada di Rancaekek.
Sebab,
tak satupun warga yang tinggal di daerah tersebut mengetahui sejarah berdirinya
masjid itu. Bahkan, pengurus dewan keluarga masjid (DKM) pun sama sekali tidak
memahami awal mula dibangunnya masjid tersebut.
Namun
demikian ada seorang warga yang memahami seluk beluk dibangunnya Masjid Besar
Rancaekek. Dia adalah Unang (75), mantan pengurus Masjid Besar Rancaekek tahun
1960-an. Dia pun sempat menjadi Lebe (penghulu) di Kantor Urusan Agama (KUA)
yang berdiri tepat di sebelah utara Masjid Besar Rancaekek.
"Sekarang
tugas saya hanya menjadi pengurus makam yang ada di seberang masjid,"
ujarnya ketika ditemui Tribun di kediamannya, Rabu (1/8/2012) sore.
Pria
kelahiran 12 Desember 1937 ini menceritakan masjid itu berdiri di atas tanah
wakaf dari seorang pria keturunan demang (sebutan polisi semasa penjajahan)
sebelum Indonesia merdeka. Unang mengatakan, pria yang memiliki nama Ir Hasan
itu mewakafkan tanah itu dengan luas sekitar satu hektar.
"Separuh
untuk bikin masjid dan sebagian lagi untuk makam," ujarnya.
Ia
pun mengaku, makam yang berada di sebelah barat masjid itu kerap disambangi
orang dari luar daerah untuk meminta petunjuk pada waktu tertentu. Itu sebabnya
banyak warga beranggapan jika masjid besar Rancaekek merupakan masjid tertua di
wilayah Bandung Timur.
"Sebagian
makam di Makam Kaum ini memang dikeramatkan," ujarnya yang tak mau
menyebut nama makam yang dikeramatkan itu.
Selain
itu, pria yang juga menjadi Ketua Persatuan Purnawirawan dan Warakawuri TNI dan
Polri (Pepabri) Kecamatan Rancaekek itu mengatakan, makam itu juga pernah
menjadi tempat peristirahatan terakhir para pejuang yang meninggal ketika
perang di tahun 1946.
"Ada
sebelas pejuang dikubur di sini," ujarnya. Mereka, kata Unang, meninggal
akibat bom yang meledak lantaran Belanda ingin menghancurkan tempat pemancar
radio yang ada di Rancaekek. "Mereka berkumpulnya di masjid,"
katanya.
Tak
hanya menewaskan para pejuang saja, Unang bercerita beberapa bagian bangunan
masjid juga hancur. Renovasi pun pun dilakukan untuk memperbaiki kerusakan akibat
bom. Sejak saat itu, sudah tiga kali masjid besar ini dirombak.
Meski
begitu, konon katanya masjid itu sudah ada di tahun 1815. Karena itu masjid itu
menjadi masjid di kecamatan Rancaekek dan bernama Masjid Besar Rancaekek.
Menurut Unang, nama itu juga menceritakan sejarah dibentuknya masjid itu.
"Katanya
masjid ini awalnya dibangun dengan bambu. Tapi kata ayah saya awalnya masjid
ini dibangun pada tahun 1910," ujarnya.
Saat
itu, kata Unang, masjid berdiri megah diantara balong-balong (kolam ikan)
"Waktu saya kecil ada tiga balong. Dan tepat di bawah masjid juga ada
balong," ujarnya.
Menurut Unang, untuk pertama kalinya masjid itu dirombak pada 1949 dampak dari bom yang meledak. Waktu itu, kata Unang, atap masjid berbentuk segitiga dan tepat di bawahnya terdapat tempat bedug yang diyakini jika dipukul, suaranya menggema hingga terdengar ke Gedebage. "Dulu kan belum ada pengeras suara seperti sekarang," ujarnya.
Menurut Unang, untuk pertama kalinya masjid itu dirombak pada 1949 dampak dari bom yang meledak. Waktu itu, kata Unang, atap masjid berbentuk segitiga dan tepat di bawahnya terdapat tempat bedug yang diyakini jika dipukul, suaranya menggema hingga terdengar ke Gedebage. "Dulu kan belum ada pengeras suara seperti sekarang," ujarnya.
Untuk
yang kedua kalinya, masjid itu dirombak pada tahun 1986. Menurutnya, ukuran
masjid diperlebar dan ditinggikan sekitar 60 cm lantaran makin banyak yang
beribadah. "Waktu itu untuk pertama kalinya masjid itu menggunakan anak
tangga. Mungkin dulu sudah diperkirakan untuk mengantisipasi banjir,"
katanya.
Terakhir
kalinya, kata Unang, masjid itu dirombak pada tahun 2006 hingga pada akhirnya
diresmikan Bupati Bandung yang pada waktu masih dijabat Obar Sobarna.
"Sekarang masjid sudah pakai menara dan sudah pakai kubah," ujarnya.
Bagi
warga letak masjid yang bercat hijau ini memang sangat statregis. Sebab, berada
di jalan yang menghubungkan tiga kecamatan, yakni Rancaekek, Solokanjeruk, dan
Majalaya. Karena itu masjid ini selalu ramai di setiap waktu meski belum masuk
waktu solat. "Masjid ini sejuk, dingin dan nyaman untuk singgah meski
hanya untuk istirahat," ujar Iqbal Muhammad kemarin.
Meski
tak diketahui asal usul masjid tersebut, warga sekitar tetap menggunakan Masjid
Besar Rancaekek untuk beribadah terutama di bulan Ramadan ini.
No comments:
Post a Comment