Saturday, May 31, 2025

Masjid Tuha Gunong Kleng Aceh Barat

Masjid Tuha Gunung Kleng
 
Sesuai namanya, Masjid Tuha Gunung Kleng adalah sebuah bangunan masjid tua di Desa Gunong Kleng kecamatan Meureubo Kabupaten Aceh Barat provinsi Aceh. Masjid ini berdiri persis di pinggir jalan Meulaboh-Tapak Tuan atau sekitar 8 kilometer dari pusat Kota Meulaboh tepatnya di sebelah kanan jembatan tak jauh dari persimpangan Alue Peunyareng menuju Kampus Universitas Teuku Umar (UTU).
 
Di depan masjid terdapat dua plang yang menjelaskan bangunan tua itu: Situs Cagar Budaya. Namanya Masjid Gunung Kleng, rumah ibadah bersejarah sejak masa Belanda dan Jepang menjajah Aceh. Di sampingnya dilahan yang sama, kini terdapat bangunan masjid baru yang lebih besar dan megah.
 
Masjid Tuha Gunong Kleng
Gunong Kleng, Meureubo, Kabupaten Aceh Barat, Aceh 23681
 
 
Arsitektur Masjid Tuha Gunung Kleng
 
Masjid Tuha Gunung Kleng berbentuk semi permanen bagian bawah dibangun dengan batu bata dan semen sedangkan dinding atasnya dari papan kayu Ketapang (Terminali catappa). Konstruksi bangunan masjid ini seluruhnya dibuat dari kayu, berukuran 12 meter persegi, berdiri di atas lahan sekitar satu hektar.
 
Bangunan masjid ini terdiri dari bangunan induk ditambah dengan teras depan dan satu menara disisi mihrabnya. Bangunan induk beratap limas tumpang dua dengan satu sokoguru tunggal dari kayu merbau (Intsia bijuga) dibagian tengah ruangan masjid. Mustaka di puncak atap bangunan utama masjid tua ini mirip obelisk dihiasi bulatan berhentuk vas dengan tongkat kecil di atasnya.
 
Rancangan unik Masjid Tuha Gunung Kleng.

Teras depan masjid ini dilengkapi tiga atap tumpang, satu atap tumpang bagian tengah dilengkapi dengan kubah bawang sedang dua atap tumpang dikiri dan kanannya dengan atap limas. Menara masjid juga dibangun dari kayu disisi mihrab dilengkapi dengan kubah setengah lingkaran.
 
Sehingga bila seluruh atap tumpang masjid ini juga dianggap kubah maka masjid tuha ini memiliki lima kubah, masyarakat di sana mengenal lima kubah itu sebagai tampong limong yang bermakna lima rukun Islam: dua kalimat syahadat, salat, zakat, puasa Ramadhan, dan haji bagi yang mampu.
 
Menurut pengurus Masjid Gunong Kleng sejak berdirinya masjid itu hingga kini sama sekali belum pernah direnovasi. Bentuknya masih sama sejak dibangun dulu. Hanya, pada 2018 bagian atap ada yang diganti karena bocor.
 
Masjid Tuha Gunung Kleng, dengan papan nama Masjid Nurul Hidayah masjid baru beurukuran besar yang dibangun disebelah Masjid Tuha Gunung Kleng.

Interior Masjid
 
Ruangan dalam masjid ini didominasi oleh sokoguru tunggal yang menjadi sokoguru tunggal dan struktur utama penopang atap masjid, serta sisi mihrabnya yang dibuat dari semen terdiri dari tiga cerukan. Ceruk tengah untuk imam, ceruk kiri untuk khatib sedangkan ceruk kanan terdapat tangga sebagai akses muazin ke menara untuk mengumandangkan azan.
 
Sejarah Masjid Tuha Gunung Kleng
 
Berdasarkan penuturan masyarakat, Masjid Tuha Gunung Kleng dibangun sekitar tahun 1923. Pembangunan masjid dilakukan secara gotong royong masyarakat dan para ulama Gunong Kleng. Di antara para ulama yang membangun masjid tersebut adalah Tengku Arsyad dan Tengku Tayeb.
 
Pada masa penjajahan Belanda dan Jepang, tentara Belanda dan Jepang pernah singgah dan istirahat di masjid ini karena mengira bangunan masjid ini merupakan sebuah istana kecil atau tempat Ulee Balang pada masa itu.
 
Ditepian ruas jalan raya Meulaboh - Tapak Tuan.

Saat tsunami melanda Aceh pada 26 Desember 2004, bangunan masjid itu tidak ada yang rusak. Hanya, tanah di sisi kiri mimbar amblas serta tongkat khotbah beduk yang dibawa tsunami.
 
Situs Cagar Budaya
 
Meski bangunannya belum berubah, kini Masjid Tua Gunung Klieng tak lagi digunakan untuk salat. Namun warga masih kerap ke sana untuk melepas nazar atau mengikuti pengajian.
 
Untuk aktivitas peribadatan dan lainnya telah dipindahkan ke Masjid Nurul Hidayah Gampong Gunong Kleng, bangunan masjid baru yang lebih refresentatif disebelah bangunan masjid ini. Masjid Tuha Gunung Kleng telah ditetapkan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Balai Pelestarian Cagar Budaya Aceh sebagai salah satu situs cagar budaya Provinsi Aceh.***
 
Follow & Like akun Instagram kami di @masjidinfo dan @masjidinfo.id
------------------------------------------------------------------
 
Baca Juga
 
 
Rujukan
 
 

Sunday, May 25, 2025

Masjid Tua Pulau Makian Halmahera Selatan

Masjid Tua di Pulau Makian kabupaten Halmahera Selatan provinsi Maluku Utara dipotret antara tahun 1920-1931.
 
Selembar foto tua koleksi Tropenmuseum negeri Belanda ini berjudul “Moskee op Poelau Makian” atau Masjid di Pulau Makian (Makean) dipotret antara tahun 1920-1931. Pulau Makian merupakan salah satu pulau di gugus kepulauan Maluku.
 
Secara administratif dimasa kini Pulau Makian merupakan bagian dari wilayah kabupaten Halmahera Selatan provinsi Maluku Utara. Dimasa lalu, Pulau Makian merupakan pusat dari kerajaan Bacan tepatnya di Dauri Tahane, sebelum kemudian dipindahkan ke Pulau Bacan.
 
Mesjid Taqwa
Desa Dalam, Kecamatan Pulau Makian
Kabupaten Halmahera Selatan, Maluku Utara
 
 
Di Desa Dauri Tahane terdapat sebuah masjid tua yang kini dikenal sebagai Masjid Al-Mujahidin Dauri Tahane yang pada 23 Juni 2024 dikukuhkan oleh Sultan Bacan ke-22 Muhammad Irsyad Maulana Sjah sebagai Masjid Sultan Pertama Muhammad Al-Baqir.
 
Namun demikian, berdasarkan informasi dari perbincangan di Maluku Utara Tempo Doeloe di platform milik Meta, disebutkan bahwa masjid tua yang ada di foto ini, dimasa kini dikenal sebagai Masjid Besar Taqwa di desa Dalam, kecamatan Pulau Makian, Kabupaten Halmahera Selatan, Provinsi Maluku Utara.
 
Sejauh ini kami belum memiliki informasi lebih lanjut tentang masjid ini. Jangan sungkan untuk berbagi informasi dan data bila anda memiliki informasi terkait dengan masjid ini.***
 
Follow & Like akun Instagram kami di @masjidinfo dan @masjidinfo.id
------------------------------------------------------------------
 
Baca Juga
 
Masjid Agung Baiturrahman Pulau Morotai
Masjid Raya Al-Istiqomah Sanana, Kepulauan Sula
Masjid Gammalamo Jailolo
Masjid Raya Sigi Lamo Jailolo
 

Saturday, May 24, 2025

Masjid Besar Al-Izhaar Kutoarjo

Masjid Besar Al-Izhar atau Masjid Agung Kutoarjo.
 
Masjid Besar Al-Izhar juga dikenal sebagai Masjid Agung Kutoarjo adalah masjid besar kecamatan Kutoarjo kabupaten Purworejo. Lokasinya berada di daerah Kauman, Kelurahan Kutoarjo, Kecamatan Kutoarjo, Kabupaten Purworejo di sisi barat alun-alun Purworejo. Tak jauh dari pendopo kawedanan Kutoarjo / rumah dinas wakil Bupati Purworejo yang berada di sisi utara Alun-alun.
 
Dikenal juga sebagai masjid Agung Kutoarjo karena memang sebelum tahun 1936, Kutoarjo merupakan sebuah kabupaten sendiri dengan nama kabupaten Semawung didalam wilayah administratif karesidenan Begelen. Dari bentuk bangunannya, sepintas lalu Masjid Besar Al-Izhar atau Masjid Agung Kutoarjo ini sangat mirip dengan Masjid Agung Darrul Muttaqin Purworejo, baik bangunan masjidnya begitupun dengan menaranya.
 
Masjid Besar Al-Izhaar Kutoarjo
Masjid Agung Kutoarjo
Kembang Arum, Kutoarjo, Kabupaten Purworejo
Jawa Tengah 54251.
 

           
Ibukota kabupatennya berada di Kutoarjo sebelum kemudian dilebur kedalam wilayah kabupaten Purworejo. Itu sebabnya pola tata ruang pusat kotanya mirip dengan tata ruang sebuah ibukota kabupaten dengan alun-alun, pendopo dan Masjid Agung.
 
Sejarah Masjid Besar Al-Izhar Kutoarjo
 
Masjid Besar Al-Izhaar Kutoarjo dibangun pada 16 September 1887 oleh bupati R.A.A. Pringgoatmodjo di atas tanah wakaf K.H. Kastubi. K.H. Kastubi merupakan seorang penghulu yang berada di Kabupaten Semawung. Sejak diangkatnya K.H. Kastubi sebagai penghulu pada 1887, masalah pernikahan dapat terlayani bagi warga masyarakat Kutoarjo yang masih berdiri sendiri sebagai Kabupaten.
 
Untuk urusan perceraian juga sudah ada pejabat yang menangani. Dari berbagai pelayanan yang sudah ada. Muncullah pengadilan agama (PA) cikal bakal PA Purworejo. Dalam sejarah di era K.H. Abu Bakar, keturunan dari K.H. Kastubi, di masjid tersebut sudah berlaku tatacara perceraian pasangan suami isteri secara sah, baik segi agama maupun pemerintahan.
 
Renovasi masjid pada 1875 ini dilakukan putra R.A.A Pringgoatmodjo yang bernama R.A.A. Poerboatmodjo. Masjid Agung Al-Izhaar Kutoarjo yang masih berdiri kokoh dan megah ini, berdasarkan ketuaan bangunan maupun sisi historis lainnya, masjid ini dimasukkan ke dalam benda cagar budaya tidak bergerak dengan nomor inventarisasi: 11-06/Pwr/TB/27.
 
Masjid Besar Al-izhar Kutoarjo antara tahun 1890-1917.


Arsitektur Masjid Besar Al-Izhar Kutoarjo
 
Bila merujuk kepada foto dokumentasi masjid ini di museum Belanda tahun 1890-1917, bangunan awal masjid ini kini menjadi bangunan induk Masjid Besar Al-Izhar Kutoarjo. Tidak tampak perubahan signifikan pada bangunan induknya.
 
Bangunan masjid khas Indonesia dengan ciri utama atapnya berbentuk atap limas (kerucut) bertingkat ditopang dengan struktur tiang sokoguru yang dapat dilihat didalam ruangan masjid. Hanya sedikit perubahan pad bangunan induk dengan menambahkan sebuah kubah bawang ukuran kecil di puncak atap.
 
Disisi depan bangun induk ditambahkan dua bangunan tambahan berdenah persegi panjang, kemungkinan ditambahkan pada masa renovasi oleh  R.A.A. Poerboatmodjo. Penmbahan bangunan tambahan ini serupa dengan penambahan bangunan pendopo di sisi depan bangunan induk Masjid Agung Demak. Sebuah bangunan menara dari beton kini berdiri megah dihalaman masjid.***
 
Follow & Like akun Instagram kami di @masjidinfo dan @masjidinfo.id
------------------------------------------------------------------
 
Baca Juga
 
Masjid Jenderal Besar Soedirman Purwokerto
Masjid Muhammad Cheng Ho Purbalingga
Masjid Agung Baiturrahman Sukoharjo
Masjid Agung Kendal
Masjid Agung Kebumen
Masjid Agung Rembang, Rembang
Masjid Tiban Gedongmulyo Lasem
 
Rujukan
 
https://manglayang.id/masjid-agung-kutoarjo/
http://kekunaan.blogspot.com/2012/09/masjid-agung-al-izhaar-kutoarjo.html
https://radarpurworejo.jawapos.com/wisata/2143331399/dibangun-bupati-ada-kantor-pengadilan-agama

Sunday, May 18, 2025

Masjid Pusaka Al Hamidy Pagutan Kota Mataram

Masjid Pusaka Al-Hamidy, Masjid tua dan bersejarah di kota Mataram Pulau Lombok.
 
Masjid Pusaka Al Hamidy atau Masjid Tua Pagutan adalah bangunan masjid yang awalnya didirikan dan diresmikan oleh TGH Abdul Hamid di daerah Pagutan kota Mataram tahun 1892. Masjid ini merupakan bukti sejarah islam di Kota Mataram pada masa kerajaan Karangasem Bali di Pulau Lombok.
 
Berdasarkan foto dokumentasi tertua masjid ini yang tersimpan di Museum Belanda dipotret antara tahun 1900-1926, bangunan yang kini berdiri sudah jauh berubah dibandingkan bentuknya pada saat itu, meskipun masih dengan pola bentuk yang senada.
 
Masjid Pusaka Al-Hamidy
Jl. Banda Seraya No.9, Lingkungan Presak Timur
Kelurahan Pagutan Barat, Kecamatan Mataram
Kota Mataram, Nusa Tenggara Barat 83117
 

Bangunan lama masjid ini beratap limas bertingkat dengan satu menara bergaya mamluk, seperti menara lama Masjid Nabawi danbangunan masjid masjid tua di Mesir dan sekitarnya. bangunan masa kininya juga beratap bertingkat namun berdenah persegi panjang, dilengkapi dengan dua bentuk menara disisi mihrab dan sisi timur serta satu menara tinggi menjulang mirip menara Masjidil Haram di kota Mekah.
 
Disebut Masjid Pusaka Al-Hamidy sebagai penghargaan kepada pendiri masjid ini yang juga dikenal luas oleh masyarakat setempat sebagai tokoh penyebar Islam disana. Nama Al-Hamidy diambil dari nama TGH Abdul Hamid, beliau berdakwah di kota Mataram dimasa kekuasaan Kerajaan Karang Asem Bali di Lombok. TGH Abdul Hamid itulah yang mula-mula membangun masjid di Pagutan semasa kekuasaan Raja Lombok, Anak Agung Agung Gde Karang Asem Bali.
 
Dokumen Belanda menyebutnya "Moskee Pagoetan" atau Masjid Pagutan yang dimasa kini dikenal sebagai Masjid Pusaka Al-Hamidy di kota Mataram.

Lingkungan Presak Timur tempat masjid ini berada tak jauh dari kantor Lingkungan Presak Timur, lingkungan yang masih memegang tradisi turun  temurun sejak masa TGS Abdul Hamid, termasuk diantaranya tabunya bagi warga setempat untuk bermain atau menyetel musik. Meski sudah tak seketat dimasa lalu, tradisi dan tabu tersebut masih menjadi salah satu ciri khas lingkungan tersebut dimasa kini.
 
Interior Masjid Pusaka Al-Hamidy. (antara)

Selain mendirikan Masjid, TGS Abdul Hamid juga mendirikan pesantren disekitar Masjid Pusaka Al Hamidy saat ini. Seiring dengan perkembangannya yang cukup pesat beliau kemudian membangun pondok pesantren yang lebih luas di Jurang Satek. 

Setelah melewati dua masa penjajahan Belanda dan Jepang, bahkan sempat diduki tentara jepang dan menjadi korban bom sekutu, pesantren tersebut masih beroperasi sampai saat ini diteruskan oleh anak keturunannya.*** 
 
Follow & Like akun Instagram kami di @masjidinfo dan @masjidinfo.id
------------------------------------------------------------------
Baca Juga
 
Masjid Jami’ Al Umari Kelayu Selong Lombok Tengah
 
Rujukan
 
 

Saturday, May 17, 2025

Masjid Kuno Gumantar Lombok Utara

Masjid Kuno Gumantar, bentuknya sangat mirip dengan Masjid Kuno Bayan Beleq.
 
Masjid Kuno Gumantar merupakan salah satu masjid kuno tertua di pulau Lombok, Nusa Tenggara Barat (NTB) dan merupakan salah dari dua Masjid tertua di kabupaten Lombok utara selain Masjid Bayan Beleq. Keberadaan Masjid Kuno ini diperkirakan berkaitan dengan masa awal penyebaran Agama Islam di Pulau Lombok sekitar abad ke 17 Masehi.
 
Sesuai dengan namanya, masjid ini terletak di Dusun Gumantar yang merupakan salah satu dusun di Desa Gumantar, Kecamatan Kayangan, Kabupaten Lombok Utara, Nusa Tenggara Barat. Jarak dari ibu kota kabupaten menuju lokasi masjid ini kurang lebih 29 km, sedangkan dari ibu kota provinsi berjarak kurang lebih 63 km.
 
Masjid Kuno Gumantar
Gumantar, Kayangan, kab. Lombok Utara, Nusa Tenggara Barat 83354
 
 
Masjid Kuno Gumantar ini merupakan bukti penyebaran awal Agama Islam di Pulau Lombok dan memiliki nilai sejarah, pendidikan dan kebudayaan yang tinggi ditengah peradaban yang semakin modern, sehingga perlu dipertahankan keberadaanya untuk menambah kekayaan budaya bangsa. Masjid Kuno Gumantar masuk dalam daftar inventaris Balai Pelestarian Cagar Budaya Bali nomor : 2/15-05/BWG/58.
 
Arsitektur Masjid Kuno Gumantar
 
Arsitektur Masjid Kuno Gumentar memiliki kesamaan dengan arsitektural pada Masjid Bayan Beleq yang memiliki denah persegi, dengan atap yang bertumpang. Dari bahan juga memiliki kesamaan, dimana pada bagian lantai terbuat dari tanah dan campuran kotoran sapi, sedangkan pada temboknya dibuat dari anyaman bambu.
 
Masjid Kuno Gumantar.

Sedangkan pada bagian atapnya terbuat dari alang-alang, dan struktur penopang atap terbuat dari bambu sedangkan soko gurunya dan struktur atapnya terbuat dari kayu lokal yang memiliki dimensi yang cukup besar.
 
Struktur kayu kuno masjid ini justru menyelamatkannya dari gempa dahsyat yang sempat mengguncang Lombok dan sekitarnya menegaskan kuatnya konstruksi kayu Masjid Kuno Gumantar. Tidak ada kerusakan signifikan dibandingkan dengan masjid-masjid permanen di pulau tersebut.
 
Sejarah Masjid Kuno Gumantar
 
Penelusuran sejarah masjid ini dilakukan berdasarkan masa awal masuknya Islam ke Pulau Lombok dan gaya arsitektural yang mencirikan perkembangan pola pikir tentang bangunan disekitarnya dan memiliki referensi pada tahun yang berdekatan. Dengan merangkum berbagai data diperkirakan masjid Kuno Gumentar dibangun pada abad ke 17 masehi.
 
Ornamen unik dipuncaka tap Masjid Kuno Gumantar.

Berdasarkan catatan sejarah pada abad ke 17 tepatnya ditahun 1640 datang pula Sunan Pengging ke Pulau Lombok untuk menyiarkan agama Islam, Beliau adalah penganut Sunan Kalijaga dan mengembangkan ajaran sufi. Sunan Pengging terkenal pula dengan nama Pangeran Mangkubumi yang melarikan diri ke Bayan pada saat diserang oleh kerajaan Goa pada tahun 1640.
 
Di Bayan Beliau mengembangkan ajarannya sehingga kelak menjadi pusat kekuatan suatu aliran yang disebut waktu telu, yang menyebar sampai ke Desa Gumantar. Berdasarkan data tersebut, dan menganalisa kesamaan gaya arsitektural dari Masjid Kuno Gumantar dengan Masjid Bayan Beleq, maka kemungkinan besar pengaruh ajaran Islam dan hasil kebudayaannya memiliki kesamaan waktu dan konsep. Kedekatan wilayah juga memberikan pengaruh terhadap kesamaan konsep tersebut.
 
Masjid Kuno Gumantar saat ini tidak lagi digunakan sebagai sarana ibadah salat lima waktu. Hal ini guna untuk menjaga kelestarian dan sebagai peninggalan bersejarah. Penduduk Suku Sasak Desa Gumantar hanya menggunakan masjid kuno tersebut untuk acara tertentu.
 
Diantara pohon pohon Kamboja berusia tua.

Tradisi di Dusun Gumantar
 
Penduduk di Dusun Gumantar mayoritas bekerja di sektor agraris. Para petani di dusun tersebut memiliki berbagai tradisi pertanian yang digelar di Masjid Kuno Gumantar.
 
Berikut adalah beberapa aktivitas budaya pertanian yang dilakukan warga di Masjid Kuno Gumantar:
 
1. Maulid Adat, yaitu ritual adat yang dilakukan setiap tanggal 12 Rabiul Awal menurut sistem penanggalan kalender Islam setempat. Ritual ini dipercaya untuk memohon hujan.
 
2. Gawek Bumi, yakni tradisi untuk mengucapkan rasa syukur atas hasil bumi yang diperoleh dalam satu tahun.
 
3. Aji Lawat/Tilawat, merupakan tradisi yang dilakukan warga untuk memulai penanaman padi.
 
Ketiga tradisi tersebut dilaksanakan di Masjid Kuno Gumantar dengan melibatkan enam dusun di Desa Gumantar, yakni Dusun Gumantar, Dusun Dasan Treng, Dusun Poh Gading, Dusun Tenggorong, Dusun Desa Beleq, dan Dusun Tangga. Konon, warga dari keenam dusun tidak diperkenankan merabas kebun sebelum upacara Aji Lawat dilakukan.
 
Warga setempat baru diperbolehkan melakukan aktivitas bercocok tanam jika upacara Aji Lawat selesai dilakukan. Hal itu menegaskan bangunan Masjid Kuno Gumantar juga berperan mendukung nilai kebudayaan agraris yang dijalani oleh warga setempat.***
 
Follow & Like akun Instagram kami di @masjidinfo dan @masjidinfo.id
------------------------------------------------------------------

Baca Juga
 
Masjid Jami’ Al Umari Kelayu Selong Lombok Tengah
 
Rujukan
 







Sunday, May 4, 2025

Masjid Subulussalam Nyatnyono Saksi Bisu Penyebaran Islam di Lereng Gunung Ungaran

Masjid Subulussalam Nyatnyono, Ungaran Barat, Kabupaten Semarang.
 
Masjid Subulussalam ini berada di desa Nyatnyono kecamatan Ungaran Barat Kabupaten Semarang provinsi Jawa Tengah. Disebut sebut merupakan masjid tua peninggalan Syekh Hasan Munadi. Tokoh penyebar Islam di Ungaran yang diyakini hidup sejaman dengan masa awal berdirinya Kesultanan Demak.
 
Bangunan masjid yang kini berdiri telah melewati beberapa kali renovasi dan pembangunan kembali. Bagian yang tersisa dari bangunan awal berupa empat sokoguru dari kayu yang ditempatkan ditengah tengah ruangan sholat utama, serta momolo yang kini ditempatkan dibagian atas sokoguru tersebut.
 
Lokasi Masjid Subulussalam Nyatnyono
Nyatnyono, Kec. Ungaran Bar., Kabupaten Semarang, Jawa Tengah 50551
 
 

Selain sokoguru dan momolo, ada dua benda lagi yang disebut sebut sebagai peninggalan asli dari Syekh Munadi yakni tongkat khatib untuk khutbah Jum’at dan mimbar asli yang disimpan oleh pengurus masjid.
 
Bangunan masjid ini berupa bangunan masjid dari beton tiga lantai memiliki sebuah menara di sayap kanannya. Atap bangunan utama dan atap menaranya berupa atap limas bersusun khas Masjid Indonesia.
 
Sejarah Masjid Subulussalam
 
Tidak ada catatan tertulis tentang sejarah masjid ini maupun sejarah perjalanan Syeikh Hasan Munadi yang diketahui juga memiliki nama lain sebagai Raden Bambang Kartonadi. Kisah sejarahnya dituturkan turun temurun secara lisan dari generasi ke generasi. Sehingga memang agak sulit untuk memvalidasinya.
 
Interior Masjid Subulussalam Nyatnyono, tampak Sokoguru asli bewarna gelap disebelah kiri dan mihrabnya disebelah kanan (muria.tribunnews)


Namun dari kisah tutur yang ada, dapat disimpulkan bahwa Syekh Munadi merupakan tokoh penyebar Islam di daerah tersebut. Beliau diyakini hidup sejaman dengan masa awal kesultanan Demak, semasa hidupnya beliau pernah mengabdi di kesultanan Demak sebagai salah seorang punggawa berpangkat Tumenggung yang bertugas menjaga kewibawaan kesultanan Demak dari rong-rongan kelompok yang hendak membuat onar. Kemudian beliau memutuskan untuk berdakwah dan menetap di lereng gunung Ungaran, membangun masjid dan pesantren.
 
Lebih Tua Dari Masjid Agung Demak ?
 
Kisah tutur menyebutkan bahwa masjid ini lebih tua dari Masjid Agung Demak, namun alur ceritanya sedikit rancu. “Dugaan usia” masjid ini disandarkan pada kisah kayu sokoguru masjid ini. Konon Syekh Hasan Munadi siap terlibat dalam pembangunan masjid Agung Demak namun beliau meminta syarat yakni
 
Salah satu soko yang hendak dibuat untuk Masjid Agung Demak, dikirim ke Ungaran. Sebab saat itu, Hasan Munadi tengah membangun sebuah masjid untuk tempat pembelajaran agama Islam bagi masyarakat di kaki Gunung Ungaran. Permintaan ini disanggupi Sunan Kalijaga dan langsung dikirim para prajurit Kesultanan Demak Bintoro kala itu." Dan tidak disebutkan apa keterlibatan Syekh Munadi dalam pembangunan Masjid Agung Demak.
 
Berdasarkan prasasti Bulus didalam mihrab Masjid Agung Demak diketahui bahwa Masjid Agung Demak dibangun pada tahun 1477 Masehi. Dibangun di lokasi yang sebelumnya sudah berdiri Masjid dan Pesantren Sunan Ampel yang sudah berdiri sejak tahun 1466 Masehi. Demak baru diproklamirkan sebagai Kesultanan merdeka dari Majapahit oleh Raden Fatah pada tahun 1478 Masehi.
 
Momolo asli Masjid Subulussalam ditempatkan diatas sokoguru asli ditengah rungah sholat Masjid Subulussalam Nyatnyono (regonal.kompas).

Bila Sokoguru dimaksud dikirim para prajurit Kesultanan Demak Bintoro ke Ungaran, maka berarti pengiriman dilakukan setelah Demak berdiri sebagai sebuah Kesultanan ditahun 1478, dan saat itu dipastikan Masjid Agung Demak sudah berdiri lebih dulu ditahun 1477.
 
Sejarah populer memang menyebutkan bahwa Sokotatal di Masjid Agung Demak dibuat oleh Sunan Kalijaga dari serpihah kayu dari tiga sokoguru lainnya, namun dari berbagai kisah tutur populer dapat disimpulkan hal tersebut dilakukan lebih karena memang kekurangan bahan kayu jati utuh ukuran yang setara dengan tiga sokoguru lainnya, bukan karena ‘sengaja’ salah satunya dikirimkan ke tempat lain atas persetujuan Sunan Kalijaga.
 
Kemungkinan Pernah dipugar di Jaman Penjajahan Belanda ?
 
Kisah tutur juga menyebutkan bahwa sokoguru masjid ini awalnya hanya satu lalu dibelah menjadi empat untuk menghindari dikultuskan atau disembah, pembelahan menjadi empat tersebut dilakukan dijaman Belanda. Pada saat proses pembelahan, pelangi muncul diatas masjid ini sehingga mengundang kecurigaan tentara Belanda.
 

Sesuai dengan namanya, sokoguru atau tiang utama merupakan struktur utama bagi sebuah masjid kayu yang menjadi penopang utama seluruh struktur atap bangunan. Bila awalnya sokogurunya hanya satu kemudian dibelah menjadi empat, maka kemungkinan terbesarnya adalah pada saat itu terjadi proses pemugaran atau renovasi besar terhadap bangunan masjid ini.
 
Sokoguru asli Masjid Subulussalam Nyatnyono kini ditempatkan ditengah ruangan sholat, dibungkus dengan kayu jati berukir. Kayu aslinya dapat dilihat dari bagian atas seperti pada foto sebelumnya (regional.kompas).

Atau bisa jadi sebenarnya masjid ini memang baru dibangun dimasa penjajahan Belanda, sehingga memang sangat masuk akal proses pembangunan-nya mengundang kecurigaan tentara Belanda, apalagi sosok Syekh Hasan Munadi memang dikenal sebagai tokoh penyebar Islam disana.
 
Keseluruhan kisah tutur tersebut menjadi lebih rancu mengingat sumber lain (Humas Pengurus Makam) mengatakan bahwa Syekh Hasan Munadi merupakan seorang pendakwah yang datang dari Kerajaan Mataram. Mungkin yang dimaksud adalah Kesultanan Mataram atau juga populer disebut Mataram Islam, untuk membedakannya dengan Kerajaan Mataram Hindu / Kerajaan Medang.
 
Garis waktu berdirinya Kesultanan Mataram teramat jauh setelah sejarah keberadaan Kesultanan Demak. Dan Belanda memang sudah hadir di tanah Jawa pada masa Kesultanan Mataram. Sejarah mencatat Mataram beberapa kali melakukan penyerbuan terhadap benteng Belanda (VOC) di Batavia. Wallahuwa’lam bisshowab.
 
Objek Wisata Rohani
 
Dalam menjalankan syiar Islam nya, Syeikh Hasan Munadi dibantu oleh anaknya yang bernama Syekh Hasan Dipuro. Kini, makam ayah dan putranya ini selalu ramai dikunjungi peziarah, dari Semarang hingga luar provinsi dan luar Jawa.
 
Pengelolaan masjid ini dilakukan oleh keturunan Syeikh Hasan Munadi termasuk pengurusan komplek makam Syekh Hasan Munadi. Dikomplek masjid ini masih berdiri madrasah diniyah atau tempat pembelajaran agama dan sendang (telaga) yang diberi nama sendang kalimah toyyibah.
 
Pengunjung ramai datang kesini setiap menjelang bulan Ramadhan, mereka mengunjungi masjid, sendang, ziarah kubur, dan haul yang yang diisi dengan mujahadah, sema'an quran dan pengajian akbar.***
 
Follow & Like akun Instagram kami di @masjidinfo dan @masjidinfo.id
------------------------------------------------------------------
Baca Juga
 
 
 
Rujukan
 


Saturday, May 3, 2025

Masjid Al 'Affan Beber Cirebon

Aerial view Masjid Al-Affan Beber Cirebon  berlatar belakang Gunung Ciremai (tangkapan layar IG asepmahdi)

Masjid Al Affan adalah masjid megah yang berada di Jalan Raya Cirebon - Kuningan, lokasinya berada di Desa Beber, Kecamatan Beber, Kabupaten Cirebon. Masjid megah ini dibangun oleh Keluarga besar Komisaris Jenderal Polisi Drs Nana Sudjana. 

 Nana Sudjana pernah malang melintang di kepolisian, pernah menjabat sebagai Kapolda Metro Jaya dan Wakapolda Jawa barat yang kemudian mengemban amanah menjadi Penjabat Gubernur Jawa Tengah, beliau merupakan putra daerah dari desa Beber tempat masjid ini berada. 

   Masjid Al 'Affan 
 📍 Jalan Raya Kuningan- Cirebon, Desa Beber
  Kec. Beber, Kabupaten Cirebon, Jawa Barat 

     
 Interior Masjid Al Affan  

Nana Sudjana lahir dan besar disana dan keluarga besarnya pun masih tinggal di kecamatan Beber dan menjadi tempat baginya untuk mudik. Lahan masjid ini juga merupakan lahan wakaf dari keluarga besar beliau, begitupun dengan biaya pembangunannya. Nama masjid ini diambil dari nama ayah dari Nana Sudjana yakni Affan. Nama Al Affan sendiri berarti pemaaf. 

Pembangunan masjid ini disebutkan menghabiskan dana RP. 8 milyar rupiah, proses pembangunannya turut melibatkan tenaga kerja dari warga sekitar. Mulai digunakan dan diresmikan pada bulan Maret 2023 bertepatan dengan bulan suci Romadhon. 

Fasad depan Masjid Al-Affan.

Lokasinya yang berada ditepian ruas jalan raya Cirebon – Kuningan tak pelak menjadikan masjid ini sebagai tempat singgah pavorit bagi para pengguna jalan yang sedang melintas disana untuk singgah sejenak saat waktu sholat tiba. 

Rancang bangun nya memadukan berbagai unsur seni arsitektur masjid. Cukup kental nuansa Turki-Usmani pada bangunan menaranya yang menjulang ramping berujung lancip dan dihias muqornas, sebuah kubah bawang gaya dinasti Mughal India bertengger diatap masjid, separuh bagian atas fasadnya dihias dengan kerawang (ukiran tembus) modern tidak saja memperindah tapi juga meredam kebisingan dari arah jalan raya. 

Interior Masjid Al Affan.

Citarasa Indonesia terasa saat masuk ke ruang sholat utama yang terang bederang cahaya alami dari dinding kacanya yang nyaris diseluruh sudut kecuali sisi mihrab. Kita dianugerahi negeri yang berlimpah cahaya matahari, tidak ada terpaan badai salju dan cuaca dingin serta suhu ektrim sehingga memungkinkan kita menikmati bangunan masjid pedesaan degan suasana lebih terbuka.**** 
 
Follow & Like akun Instagram kami di @masjidinfo dan @masjidinfo.id
------------------------------------------------------------------
 
Baca Juga