Masjid Kikisik |
MASJID Kikisik, yang terletak di kaki Gunung Galunggung, tampak tak berbeda
dengan masjid pada umumnya. Namun masjid yang berada di kompleks Pondok
Pesantren (Pontren) Kikisik, Desa Gunungsari, Kecamatan Sukaratu, Kabupaten
Tasikmalaya, ini pernah membuat heboh warga Tasikmalaya dan sekitarnya saat
Galunggung meletus tahun 1982.
Ketika
lahar mulai turun dan memorak-porandakan apa saja yang dilewatinya, Masjid
Kikisik, yang hanya berjarak sekitar 5 km dari kawah dan masuk daerah bahaya I,
luput dari terjangan kawah. Padahal, masjid beserta kobong serta puluhan rumah
penduduk berada di lokasi cekungan.
"Memang,
secara logika, lahar seharusnya masuk dan menimbun masjid beserta pesantren dan
rumah penduduk karena berada di daerah cekungan. Namun hal itu tidak sampai
terjadi. Lahar malah berbelok ke arah utara dan selatan sehingga masjid dan
sekitarnya selamat dari terjangan lahar," kenang H Kusnadi, pengelola
Pontren Kikisik, saat ditemui Selasa (24/7/2012).
Lolosnya
masjid dari terjangan lahar akhirnya menjadi buah bibir warga Tasikmalaya. Saat
situasi aman, warga berbondong-bondong ingin menyaksikan keajaiban itu. Seorang
saksi mata peristiwa tersebut, Uu Suhartadi (68), warga Jalan Bantar, menyebut
kejadian itu sebagai peristiwa tak terlupakan.
"Jika
melihat lokasi daerahnya, masjid tersebut seharusnya tertimbun lahar. Tapi
lahar malah hanya melintas dari sisi utara dan selatan masjid," tutur Uu,
yang mengaku beberapa saat setelah kejadian, ia langsung menuju lokasi untuk
memantau keadaan masjid, pesantren, dan rumah penduduk. Semuanya dalam keadaan
selamat tak kurang suatu apa.
Menurut
penuturan Kusnadi, bukan tanpa sebab masjid, pesantren, dan rumah penduduk
luput dari terjangan lahar. Pendiri Pontren Kikisik, mendiang KH Ahmad Sadeli,
ayah kandung Kusnadi, yang saat itu masih hidup, melakukan upaya-upaya yang
tidak bisa dicerna akal sehat agar lahar tidak menerjang.
"Mama
(panggilan KH Ahmad Sadeli, Red) awalnya memberi tahu kami dan warga bahwa akan
ada lahar yang datang. Kami kemudian diajak serta menuju arah barat dan berdiri
menghadap arah kawah. Sebelum lahar datang, Mama memasang sejumlah barangbang
(daun kelapa, Red) dan batu di depan. Begitu lahar datang, lahar itu langsung
berbelok ke arah utara dan selatan," ujar Kusnadi.
Meski
luput dari terjangan lahar, masjid yang saat itu hanya berukuran 12x9 meter
tersebut masih tetap terkena hujan abu hingga ketebalan mencapai sekitar 30 cm.
Bahkan sejumlah genting bolong terkena jatuhan batu. "Sempat ada batu yang
melayang sebesar meja. Tapi untung jatuh di tengah kolam," kata Kusnadi.
Setelah
letusan Galunggung mereda pada tahun 1983, KH Ahmad Sadeli berinisiatif
melakukan rehab terhadap masjid yang dibangun tahun 50-an itu. Pasalnya,
kondisinya sudah sangat mengkhawatirkan. Terutama abu tebal yang masih menempel
di genting. Namun pelaksanaan rehab baru bisa terlaksana tahun 1984 karena
terkendala biaya.
"Untuk
menghemat biaya, kami memanfaatkan abu di atas genting untuk membuat batako.
Cetakannya mendapat bantuan dari Dinas PU provinsi. Ukuran masjid diperluas
menjadi 25x12 meter. Masjid selalu penuh oleh jemaah warga sekitar karena
memang mereka merasa pertolongan Allah turun lewat masjid tersebut. Jika lahar
menerjang dan menimbun Masjid Kikisik, maka sekitar 100 KK warga sekitar pun
akan terkubur," kata Kusnadi.
Warga
sekitar terus memakmurkan masjid hingga saat ini. Bahkan bangunannya pun terus
dipercantik. Saat ini tampilannya sudah memperlihatkan sebuah masjid modern.
Ditandai dengan pemasangan keramik-keramik sebagai hiasan serta berpagar besi
antikarat (stainless steel).
Memasuki
bulan suci Ramadan 1433 H, kemakmuran masjid bertambah dengan adanya program kuliah
Ramadan bagi anak-anak sekolah. Kompleks Pontren Kikisik sendiri kini memiliki
60 santri, 200 siswa MTs, serta 40 murid TK. Selain warga setempat, ada juga
santri yang datang dari Jakarta, Karawang, Bandung, dan Kuningan.
"Untuk menghindari tumpang tindih kegiatan, kuliah Ramadan dilaksanakan pagi setelah pengajian yang dilakukan setelah salat Subuh," kata Kusnadi.
"Untuk menghindari tumpang tindih kegiatan, kuliah Ramadan dilaksanakan pagi setelah pengajian yang dilakukan setelah salat Subuh," kata Kusnadi.
Selain
sebagai tempat menuntut ilmu agama, Pontren Kikisik juga sejak dulu dikenal
sebagai tempat pengobatan alternatif, terutama patah tulang.
No comments:
Post a Comment