Showing posts with label Masjid Raya Kabupaten. Show all posts
Showing posts with label Masjid Raya Kabupaten. Show all posts

Saturday, May 4, 2019

Masjid Raya Al-Istiqomah Sanana, Kabupaten Kepulauan Sula.

Meski dibangun cukup jauh dari pantai, masjid Raya Sanana memberikan pemandangan indah tersendiri bagi landscape Sanana tempatnya berdiri dari arah lautan.

Masjid Raya Al-Istiqomah Sanana atau lebih dikenal dengan nama Masjid Raya Sanana adalah masjid raya kabupaten Kepulauan Sula, Provinsi Maluku Utara, masjid ini dibangun di Sanana Ibukota Kabupaten Kepulauan Sula, itu sebabnya masjid ini disebut dengan Masjid Raya Sanana.

Sebelumnya kabupaten Kepulauan Sula merupakan bagian dari kabupaten Halmahera Barat bersama sama dengan Kabupaten Halmahera utara dan Halmahera selatan. Kepulauan Sula dibentuk sebagai Kabupaten baru melalui Undang undang RI Nomor 1 tahun 2003 tanggal 25 Februari 2003.

Masjid Raya Sanana
Fatce, Sanana, Kabupaten Kepulauan Sula
Provinsi Maluku Utara


Sanana dipilih sebagai ibukota kabupaten, Sanana sendiri terpisah cukup jauh dari kota Ternate sebagai ibukota provinsi dengan jarak sekitar 284 km dan dapat ditempuh dengan perjalanan laut dan udara.

Pembangunan Masjid Raya Sanana

Masjid Raya Sanana dibangun sejak tahun 2006 dimasa kepemimpinan Bupati Ahmad Hidayat Mus (AHM) dengan dana dari APBD Kepulauan Sula secara multi years, dan selesai di tahun 2016 pada masa Bupati Hendarta Thes (Ko Heng)[i], [ii]

Masjid Raya Sanana ini sebenarnya sudah diresmikan pada tahun 2015[iii] namun pada saat diresmikan pembangunan masjid ini belum rampung 100% masih dalam proses pengerjaan pembangunan menara dan lainnya yang merupakan tahap pembangunan ke 12.

Masjid Raya Sanana tampak begitu indah.

Pembangunan masjid ini sempat terhenti akibat beberapa masalah yang mencuat ke permukaan, termasuk terjadinya kesalahan pembangunan menara[iv] hingga berhembusnya kabar tak sedap terkait kasus korupsi dalam pembangunan-nya yang juga menyeret nama pejabat Bupati Kepulauan Sula, Ahmad Hidayat Mus.[v].

Pengadilan Tipikor Maluku Utara di tahun 2014 telah menjatuhkan vonis bersalah kepada tiga orang dalam kasus tindak pidana korupsi pembangunan Masjid Raya Sanana, dua diantaranya adalah pejabat kabupaten kepulauan Sula, mereka adalah  Mamud Sarifudin (Kepala dinas pekerjaan umum) kepulauan Sula, Sarifudin Buamonabot (Pejabat Pembuat Komitmen) kabupaten Kepulauan Sula dan Mange Munawar Tiarso (kontraktor) [vi].

Mudah sekali menemukan nuansa arabia yang kental di masjid ini.

Sedangkan dalam waktu terpisah, ditahun 2017 pengadilan Tipikor Maluku Utara menjatuhkan vonis bebas kepada Mantan Bupati Kabupaten Kepulauan Sula, Ahmad Hidayat Mus, karena tidak terbukti secara sah atas tuduhan melakukan tindakan korupsi dalam proyek pembangunan Masjid Raya Sanana[vii].

Arsitektur Masjid Raya Sanana

Masjid Raya Sanana dibangun cukup megah dan modern lengkap dengan kubah besar di atap bangunan utama masjid dan empat menara dibangun di ke empat sudut bangunan masjid. Pembangunan empat menara ini dilakukan tahun 2015.

Elok ditengah kota Sanana.

Bangunan utama masjid berdenah bujursangkar simetris. Masing masing empat siisi dihias dengan ornamen empat menara berjejer dalam ukuran kecil dengan kubah kubah mungilnya bewarna ke emasan. Baik sisi beranda maupun sisi mihrabnya dibangun menjorok keluar.

Sentuhan Arabia terutama gaya Masjid Nabawi sangat terasa pada kubah utamanya yang juga dicat warna hijau senada dengan warna keseluruhan atapnya. Bentuk kubah utama masjid ini dibangun mirip dengan kubah hijau Masjid Nabi di Madinah, begitupun dengan bentuk empat menaranya yang mirip dengan menara dua masjid suci di Saudi Arabia.

Interior masjid cukup sederhana tak terlalu ramai dengan sentuhan seni interior, namun demikian ukuran masjid ini memang cukup besar sehingga ruang utama masjid ini pun cukup lega meskipun ada empat sokoguru di tengah masjid ini.***

------------------------------------------------------------------
Follow & Like akun Instagram kami di @masjidinfo dan @masjidinfo.id
🌎 gudang informasi masjid di Nusantara dan mancanegara.
------------------------------------------------------------------

Baca Juga



Sunday, April 21, 2019

Masjid Raya Stabat Kabupaten Langkat

Masjid Raya Stabat, Masjid bersejarah di kabupaten Langkat.

Masjid Raya Stabat adalah salah satu masjid bersejarah yang ada di Kabupaten Langkat, Sumatera Utara
, selain Masjid Raya Azizi yang ada di Tanjung Pura. Masjid ini berada di Kota Stabat, ibukota Kabupaten Langkat, Sumatera Utara. Tepat di sisi sungai Wampu, di pinggir Jalan Lintas Sumatera, Medan-Aceh.

Masjid bersejarah ini dibangun dua tahun setelah pembangunan Masjid Raya Azizi di Tanjungpura. Pada tahun 1904 saat Kesultanan Langkat dibawah kekuasaan Sultan Musa, pembangunan masjid Raya stabat mulai dikerjakan pembangunannya semasa Kejuruan Stabat Tengku HM Khalid.

Masjid Raya Stabat
JL. KH. Zainul Arifin, No. 130, Stabat Baru
Stabat, Kabupaten Langkat
Sumatera Utara 20811



Pada mulanya bangunan masjid ini terdiri dari bangunan induk seluas 20 meter persegi. Kemudian ditambah teras dua meter keliling dengan satu buah menara. Saat itu jama’ah yang dapat ditampung hanya berkisar 300 orang. Semasa Kejuruan Stabat T HM Khalid, masjid ini  mulai berkembang dan terakhir diteruskan oleh ahli warisnya diantaranya Tengku Soelung Chalizar dan terakhir dilanjutkan oleh Tengku Syamsul Azhar hingga sekarang.

Kini Masjid Raya Stabat ini telah berkembang pesat, luas areal masjidnya saat ini menjadi 4.454 meter persegi dengan daya tampung mencapai 1350 jamaah. Fasilitas masjid juga dikembangkan seperti bangunan wudhu wanita, perpustakaan masjid dan aula. Teras masjid ditambah lagi dengan swadaya dan partisipasi masyarakat setempat,demikian pula pada bagian atapnya mulai direhab.Dulunya bagian atap kubang terbuat dari kayu besi dari Kalimantan,karena lapuk dimakan usia akhirnya atap kubah diganti dengan seng.

Rehabilitasi Masjid Raya Stabat

Rehabilitasi masjid silih berganti,namun perkembangannya terasa sangat lamban. Ketika itu bangunan  teras ditambah lagi semasa Bupati  Langkat  H Marzuki Erman. (1986). Tengku  Soelung Chalizar selaku Nazir Masjid bersama adiknya Tengku Syah Djohan yang baru diangkat sebagai Lurah Stabatbaru ( 30 Nopember 1991) dengan bantuan swadaya masyarakat yang dikoordinir H Ibnu Kasir selaku pengurus BKM Masjid Raya Stabat,  meneruskan pembangunan  dan rehab masjid tersebut

Pintu utama masjid 

Sejak Bupati Langkat H Marzuki Erman, H. Zulfirman Siregar,H Zulkifli Harahap dan H Syamsul Arifin SE serta Haji Ngogesa Sitepu sebagai Bupati Langkat sekarang ini , perhatian terhadap perkembangan dan keberadaan masjid diibukota kabupaten ini, terus berlanjut .

Sejak 5 Nopember 1994, tanah lapangan masjid sudah bertambah seluas 1.695 meter persegi yang merupakan wakaf mantan bupati alm H Zulkifli Harahap. Sekarang Masjid Raya Stabat sudah dapat menampung 1.350 jama’ah dengan fasilitas kamar wudhuk khusus kaum perempuan disamping kamar wudhuk yang sudah ada sebelumnya, selain itu terdapat bangunan Gedung Perpustakaan yang meraih Juara Harapan dalam lomba perpustakaan masjid se-Sumut tahun 2001.

Semasa Bupati Langkat H Ngogesa Sitepu SH penataan halaman masjid terus berlanjut dan pada bagian samping kanan terdapat kantin tempat pedagang makanan yang tertata rapi yang dibangun sejak tahun 2010. Kantin tersebut pada tahun 2013 dibangun secara permanen dengan tiang stainless,atap seng daan lantai keramik seukuran 21 kali 4 meter.

Pada tahun itu juga kamar wudhu' direhab secara permanen dan pada bagian atasnya (lantai dua ) merupakan Aula Masjid Raya Stabat yang dimanfaatkan secara khusus untuk tempat pengajian, manasik haji dan umrah.

Bangunan unik khas tanah melayu di kabupaten Langkat.

Tradisi Bubur Pedas

Selama tiga tahun berturut-turut ( 1996-1998 ),Masjid Raya Stabat dijadikan sebagai lokasi pelepasan jama’ah calon haji sekabupaten Langkat. Bahkan jamaah haji asal NAD (Naggroe Aceh Darussalam) yang ketika itu berangkat melalui Bandara Polonia Medan,juga menjadikan Masjid Raya Stabat tempat transit.

Sementara itu salah satu keistimewaan masjid ini, terlihat pada setiap bulan Ramadhan, yaitu pengadaan menu khusus untuk bukan puasa bersama . Menunya merupakan makanan ringan khas Melayu yakni Bubur Pedas. Acara berbuka puasa bersama juga terbuka untuk para musafir yang singgah ke masjid ini.

Bubur pedas adalah makanan khas suku Melayu Deli, yang hanya dibuat oleh warga di saat-saat tertentu, seperti acara pernikahan, kenduri, sunatan, puasa dan Lebaran.Hal ini dikarenakan proses pembuatan bubur pedas yang rumit, karena menggunakan 40 jenis rempah rempah dan daun yang mengandung banyak khasiat.

Mimbar dan mihrab Masjid Raya Stabat.

Ke-40 jenis rempah dan daun ini, kemudian dicampur dengan kentang, wortel, tauge, yang menjadi bahan pembuatan bubur pedas, bahkan memakan bubur pedas bisa dicampur dengan sayur urap atau anyang.Setiap harinya, pihak masjid menyediakan 200 porsi bubur pedas buat warga dan pengguna jalan yang berbuka di masjid.

Hingga kini keberadaan Masjid Raya Stabat, menjadi tempat persinggahan dari kaum muslimin terutama jamaah yang melakukan perjalanan lintas Banda Aceh - Medan dan sebaliknya. Kini Masjid Raya Stabat yang menjadi kebanggaan bagi warga ibu kota Kabupaten Langkat tersebut, merupakan tempat persinggahan bukan saja untuk beribadah, tetapi juga untuk sekedar melepas lelah dalam perjalanan lintas Sumatera yang didukung areal parkir dan halaman yang asri.

Masjid kebanggaan masyarakat Stabat ini memiliki corak Melayu yang khas dengan warna masjid yang didominasi warna kuning dan hijau, warna kebesaran suku Melayu. Bangunan masjid ini ditopang oleh 100 lebih tiang penyangga.***

Referensi


------------------------------------------------------------------
Follow & Like akun Instagram kami di @masjidinfo dan @masjidinfo.id
🌎 gudang informasi masjid di Nusantara dan mancanegara.
------------------------------------------------------------------

Baca Juga


Sunday, February 4, 2018

Masjid Raya Sigi Lamo Jailolo


Sigi Lamo atau Masjid Raya Jailolo

Jailolo tercatat dengan indah di dalam sejarah nasional Indonesia sebagai sebuah kerajaan yang pernah Berjaya di gugus kepulauan Maluku sezaman dengan tetangga tetangganya Ternate dan Tidore. Berada di teluk Jailolo, nama kerajaan ini kini bangkit kembali ke permukaan seiring dengan gerak laju pembangunan yang semakin menderu seiring dengan dibentuknya kabupaten Halmahera Barat yang beribukota di Jailolo.

Masjid Sigi Lamo Jailolo atau Masjid Raya Jailolo adalah masjid raya di kabupaten Halmahera Barat, provinsi Maluku Utara. Masjid ini berada di desa Gufasa, Kecamatan Jailolo yang merupakan ibukota kabupaten Halmahera Barat.

Masjid Sigi Lamo Jailolo dibangun tahun 2014 diatas lahan wakaf seluas 2500 meter persegi dan luas bangunan 1152 meter persegi dengan daya tampung Jemaah mencapai 1800 orang sekaligus. Masjid ini kini menjadi landmark Jailolo, berdiri megah menghadap ke teluk Jailolo.

Pembangunan masjid ini memang masih terbilang baru mengingat bahwa kabupaten Halmahera Barat sendiri memang masih berusia sangat belia, setelah dimekarkan dari kabupaten induknya. Sesuai dengan namanya, kabupaten Halmahera merupakan salah satu kabupaten yang berada di pulau Halmahera, pulau terbesar di provinsi Maluku Utara.

Masjid Raya Jailolo
Unnamed Rd,, Jl. Baru, Jailolo
Kabupaten Halmahera Barat
Maluku Utara


Masjid Sigi Lamo Jailolo dibangun di bibir pantai berlatar belakang bukit yang menjulang. Padanan warna merah putih yang mendomonasi masjid ini membuatnya terlihat menyolok dan menyajikan pemandangan yang menarik dari arah lautan. Arsitektur bangunannya bergaya bangunan masjid modern dengan satu kubah besar di atapnya.

Pembangunnya sengaja menempatkan masjid ini dilokasi yang lebih tinggi dari jalan raya dan tanah disekitarnya, sederet tangga beton harus dilalui untuk menuju masjid ini dan jejeran anak tangga ini menambah kesan megah kepada masjid kebanggaan warga Jailolo ini.

Good View of Sigi Lamo 

Perhelatan tahunan Festival Teluk Jailolo yang berpusat di sekitar masjid Sigi Lamo Jailolo ini tak pelak menjadikan masjid ini salah satu latar objek pemotretan berbagai media, pemilihan lokasi pembangunan yang cukup tepat bagi masjid megah ini. Untuk menuju ke Jailolo, penerbangan dari Jakarta akan mendarat di Bandara Sultan Babullah Ternate dilanjutkan dengan perjalanan laut dari pelabuhan Masjid Raya Ternate menuju ke Jailolo.

Sebagai masjid raya kabupaten, Sigi Lamo Jailolo ini menjadi pusat aktivitas ke-Islaman tingkat kabupaten di Halmahera Barat termasuk menjadi tempat pelepasan dan penyambutan Jemaah Haji asal kabupaten Halmahera Barat yang turut dihadiri para pejabat tinggi kabupaten.

------------------------------------------------------------------
Follow & Like akun Instagram kami di @masjidinfo
🌎 gudang informasi masjid di Nusantara dan mancanegara.
🌎 informasi dunia Islam.
------------------------------------------------------------------

Referensi

http://tunawisma.com/2016/05/membangun-jailolo/

Baca Juga

Masjid Agung Al-Buruj Pulau Buru, Maluku
Masjid Agung Iqro Halmahera Timur

Sunday, December 24, 2017

Masjid Raya Rengat, Indragiri Hulu, Riau

Masjid Raya Rengat

Masjid Raya Rengat adalah masjid raya di kota kecamatan Rengat, kabupaten Indragiri Hulu, provinsi Riau. Masjid ini merupakan peninggalan dari Kesultanan Indragiri, pertama kai dibangun oleh Sultan Ibrahim berupa sebuah surau bersamaan dengan pembangunan Istana Kesultanan Indragiri di tahun 1786. Saat itu yang menjadi guru dan penyebar agama Kerajaan adalah Sayed Putih Al-Idrus.

Sultan Ibrahim adalah sultan Indragiri ke 18, beliau adalah putra dari Sultan Salehuddin Keramatsyah. Sultan Salehuddin merupakan sultan Kerajaan Indragiri yang ke- 16. Sebelum naik takhta, ia bemama Raja Hasan yang mulai berkuasa tahun 1735. Oleh karena Sultan Salehuddin dikenal seorang yang taat beragama, setelah meninggal oleh masyarakat dikeramatkan sehingga namanya menjadi Sultan Salehuddin Keramatsyah.

Masjid Raya Rengat
JL. Hang lekir, Kp. Besar Kota
Rengat, Kabupaten Indragiri Hulu
Riau 29319 Indonesia


Ia mempunyai tiga orang anak. Anak tertua mendapat gelar Raja Kecik Besar Mambang yang kemudian naik tahta menjadi sultan Indragiri ke 17 sepeninggal ayahandanya, Putra kedua-nya bernama Raja Hasan yang kemudian menjadi Panglima Kerajaan pada saat Raja Kecik Mambang menjadi Raja.

Raja Kecik Besar Mambang menjadi sultan di Kerajaan Indragiri hanya beberapa tahun saja. Ia lebih senang menjadi penyebar agama Islam daripada menjadi raja, sehingga ia menyerahkan mahkota kerajaan kepada adiknya, Raja Ibrahim yang naik tahta menjadi Sultan Indragiri ke 18.

Sedangkan Raja Kecil Besar Mambang berdakwah menyebarkan Islam hingga ke Daik (sekarang masuk ke dalam wilayah provinsi Kepulauan Riau) hingga ahir hayatnya, Makam beliau berada di Masjid Bukit Cengkeh, beliau dikenal dengan gelar Sunan Inderagiri

Masjid Raya Rengat Sekarang dan Dulu

Sultan Ibrahim kemudian membangun istana di daerah Rengat yang kemudian dijadikan ibu kota Kerajaan Indragiri. Dan mendirikan surau disekitar tahun 1786. Pada tahun 1787, surau tersebut dirombak menjadi sebuah masjid. Setelah Sultan wafat, ia dimakamkan dalam masjid buatannya. Ketika Kerajaan Indragiri berhadapan dengan penjajah Belanda, masjid ini pun sering dijadikan tempat dalam menyusun kekuatan untuk mengusir Belanda.

Masjid yang berukuran 28 m x 27 m, mulanya terbuat dari kayu. Sejak berdiri sudah beberapa kali mengalami perombakan. Pada masa pemerintahan Sultan Indragiri ke 24 di tahun 1887 dilakukan penggantian seluruh papan kayu dengan batu. Kemudian pada masa pemerintahan Bupati Masnoer dilakukan pemugaran tahun 1970.

Masjid terakhir dipugar dan dipagar tahun 1990 sampai dengan bentuknya sekarang oleh Drs. H. R. Rifa`i Rahman, putra Rengat yang ketika itu menjabat sebagai Wakil Gubernur Provinsi Riau. Kemudian dibangun pula menara oleh Pemerintah Kabupaten Inderagiri Hulu.

------------------------------------------------------------------
Follow & Like akun Instagram kami di @masjidinfo
🌎 gudang informasi masjid di Nusantara dan mancanegara.
🌎 informasi dunia Islam.
------------------------------------------------------------------

Referensi


Baca Juga


Sunday, October 8, 2017

Masjid Raya Pase Aceh Utara

Masjid Raya Pase, Aceh Utara (foto dari rahmat t geurugok)

Masjid raya Pase adalah Masjid Raya di Kabupaten Aceh Utara provinsi Aceh. Masjid ini dibangun tahun 1972. Sejak pertama didirikan hingga saat ini, Masjid Raya Pase menjadi pusat Jama’ah Al-Jamiatus Samadiyah. Setiap malam Sabtu, masjid ini disesaki ribuan Jama’ah Samadiyah untuk mengumandangkan zikir dan tahlil. Masjid Raya Pase ini disebut sebut sebagai masjid termegah di kawasan Aceh Utara. masjid ini memang menjadi pusat dari Jama’ah Al-Jamiatus Shamadiyah dengan perkembangannya yang pesat sehingga kini telah memiliki 104 cabang di 70 Masjid dan34 Mushalla/Meulasah tersebar dalam Nanggroe Aceh Darussalam.

Mesjid Raya Pase merupakan lambang sejarah megahnya kejayaan Kerajaan Islam Pase, sebagai simbol expansi Islam dan legitimasi yang dimilikinya dalam memperteguh existensi dan memperluas pengabdian ummat. Didirikan dijantung Kota Pantonlabu Tanah Jambo Aye Aceh Utara Nanggroe Aceh Darussalam, sebelumnya telah pernah berdiri sebuah Masjid dipinggir kota tersebut tepatnya ditepi sungai(krueng) Jambo Aye bernama Masjid Al-Jihad.

Masjid Raya Pase
Pantonlabu, Tanah Jambo Aye
Kabupaten Aceh Utara, Aceh 24394


Sejarah Masjid Raya Pase

Masjid Raya Pase didirikan atas prakarsa seorang tokoh masyarakat Aceh Utara, Muhammad Ansari atau akrab disapa Harun Kumis, pada 1972. Sebelum Masjid Raya Pase didirikan, di Kota Pantonlabu telah berdiri sebuah masjid kecil hasil swadaya masyarakat pada tahun 1950-an. Masjid lama dengan kontruksi semi permanen itu diberi nama Al-Jihad, berada di bantaran sungai Krueng Jambo Aye, berjarak sekitar 50 meter dari Polsek Tanah Jambo Aye saat ini.

Era tahun 1960-an, Harun Kumis bersama sejumlah tokoh masyarakat lainnya berangkat ke Jakarta menemui Presiden RI pertama Soekarno. Ia meminta kepada presiden agar di bekas wilayah Kerajaan Pase itu didirikan sebuah masjid yang akan menjadi kebanggaan sekaligus lambang sejarah megahnya kejayaan Kerajaan Islam Pase.

Namun realisasi pembangunan masjid tersebut baru dilakukan pada tahun 1972, di era pimpinan Presiden Soeharto. Dengan Dip : No.6/XVIII/3/1972, Pemerintah Pusat Republik Indonesia mengucurkan anggaran Rp 24 juta. Peletakan batu pertama dilakukan Kementrian Agama yang diwakili Dirjen Agama Islam Departemen Agama RI, didampingi tokoh masyarakat Pantonlabu, Teungku Ibrahim Thaib dan Teungku H. M Amin Umar.

Setelah berdiri, kepengurusan masjid berada di bawah Teungku Ibrahim Thaib dan Azis Sufi sebagai sekretaris. Saat ini kepengurusan masjid berada di bawah H Muhammad Daud dan Teungku Ibrahim Bardan atau Abu Panton, dengan sekretaris Syamsuddin Jalil atau Ayah Panton.

Interior Masjid Raya Pase

Perluasan Masjid Raya Pase

Seiring dengan perkembangan jumlah Jemaah yang semakin meningkat, masjid Raya Pase ini di perluas di tahun 1984 dan selesai di tahun 1986 dengan biaya sebesar Rp. 70 juta Rupiah. Kala itu masjid ini telah diperluas di bagian samping kiri dan kanan masing-masing 15×25 meter, di bagian depan 14×20 meter dan sebuah ruang kantor berukuran 3,2×6,8.

Tepat setahun setelahnya, 1987 dibangun pagar dengan keliling sepanjang 500 meter, sebuah bak wudhu 1,5×10 meter dengan dua jamban serta sebuah balai pengajian berukuran 10×16 meter. Pembangunan itu menelan biaya Rp 65 juta. Sementara pembangunan perpustakaan, gerbang dan menara terpaksa ditunda karena ketiadaan biaya.

Pembangunan dilanjutkan tahun 1989, Masjid Raya Pase direnovasi dengan anggaran mencapai Rp 117.292.000. Peletakan batu pertama renovasi bangunan masjid dilaksanakan pada 11 Oktober 1998, dengan bangunan artistik yang luas dan megah. Anggaran renovasi itu menelan biaya hingga Rp 9.819.000.000. Pembangunannya dilakukan setelah membongkar bangunan Masjid Pase lama.

Tahun 2009 lalu, Pemerintah Aceh memberikan dana Rp 3 miliar untuk pembangunan lantai yang terbuat dari keramik Yunani. ditambah lagi tahun berikutnya Pemda Aceh Utara memberikan dana dari APBA Provinsi sebesar Rp 180 juta untuk lanjutan pembangunan. Untuk pembangunan menara besar, pintu gerbang, interior dan perluasan halaman dibutuhkan biaya sekitar Rp 30 miliar. ***

------------------------------------------------------------------
Follow & Like akun Instagram kami di @masjidinfo
🌎 gudang informasi masjid di Nusantara dan mancanegara.
🌎 informasi dunia Islam.
------------------------------------------------------------------

Referensi


Baca Juga


Saturday, October 7, 2017

Masjid Raya Ruhama Takengong Aceh Tengah

Masjid Raya Ruhama Takengon Kabupaten Aceh Tengah.

Takengon adalah ibukota kabupaten Aceh Tengah, Provinsi Aceh. Takengon terkenal dengan udara nya yang sejuk karena letak geografisnya yang berada di ketinggian dataran tinggi Gayo dan juga terkenal dengan kedai kedai kopinya yang khas. Selain itu kota ini juga berada ditepian danau laut tawar salah satu danau terbesar di Indonesia yang tekenal dengan pemandangannya yang menawan.

Takengon memiliki sebuah masjid yang cukup terkenal yakni Masjid Raya Ruhama Takengon. Masjid Raya Takengon ini terletak di tengah kota Takengon, merupakan masjid utama atau masjid raya di kota ini.

Masjid Raya Ruhama Takengon
Jln. Merah Mersa Takengon Barat
Kecamatan Lut Tawar Kab. Aceh Tengah
Provinsi Aceh


Masjid Ruhama Takengon didirikan pada tahun 1969, di atas tanah wakaf seluas 1.431 meter persegi. Saat ini masjid yang memiliki daya tampung mencapai 2000 jamaah Masjid Ruhama Takengon terkenal desainnya yang menarik. Perpaduan antara gaya modern dan tradisional suku Gayo, suku yang merupakan penduduk asli wilayah dataran tinggi Gayo.

Masjid ini juga mudah ditemukan. Lokasinya berada di jalan utama kota Takengon. Melintas dari Banda Aceh menyusuri pesisir pantai barat Aceh berbelok di Bireun, lalu menyusuri jalan berliku dengan pemandangan indah pegunungan, dan udara yang sejuk lagi segar, melintasi kabupaten Bener Meriah salah satu dari tiga kabupaten yang berada di dataran tinggi Gayo, dan kemudian sampai di Takengon, delapan jam perjalanan darat.

Interior Masjid Raya Ruhama, Takengon, Aceh Tengah.

Arsitektur Masjid Raya Ruhama

Masjid ini mudah dikenali dengan kubah emas di gapuranya dari jauh pun sudah terlihat kemilau nya. Kubah utama masjid ini berwarna putih dengan ornamen ukiran khas tradisional Gayo. Bahkan bisa terlihat dari ketinggian puncak pegunungan yang melingkari kota Takengon. Masjid Ruhama Takengon mengambil gaya masjid di Asia barat yang memiliki banyak tiang di bagian terasnya, namun memiliki bagian dalam yang lapang.

Interior masjid ini semakin cantik dengan perpaduan mural bernuansa gayo dan barisan kaligrafi. Mihrab utama dalam masjid Ruhama terisi dengan kaligrafi islami yang cantik. Lapisan karpet lembut terhampar memenuhi sisi dalam masjid. Sejuknya udara pegunungan membuat masjid ini tidak membutuhkan penyejuk udara.

Sebagai Masjid Raya masjid ini menjadi pusat berbagai kegiatan sosial keagamaan untuk kota Takengon dan sekitarnya. Seperti Musabaqah Tilawatil Quran yang menjadi bagian dari Pelaksanaan Pekan Olahraga dan Seni (Porseni) XV Kemenag se-Aceh di Takengon, yang baru saja resmi ditutup oleh Wakil Bupati Aceh Tengah, Drs. Khairul Asmara, Minggu malam 7 Agustus 2016.

------------------------------------------------------------------
Follow & Like akun Instagram kami di @masjidinfo
🌎 gudang informasi masjid di Nusantara dan mancanegara.
🌎 informasi dunia Islam.
------------------------------------------------------------------

Referensi


Baca Juga



Saturday, September 9, 2017

Masjid Raya Tanjung Pasir

Masjid Raya Tanjung Pasir atau Masjid Raya Alhaji Muhammad Syah.

Masjid Raya Tanjung Pasir atau Masjid Raya Alhaji Muhammad Syah adalah masjid raya yang berada di Desa Tanjung Pasir, Kecamatan Kualuh Selatan, Kabupaten Labuhanbaut Utara, Provinsi Sumatera Utara. Masjid ini merupakan peninggalan Kerajaan Kualuh, Karenanya Masjid Raya ini juga seringkali disebut dengan Masjid Sultan Kualuh. Selain itu masjid ini juga dikenal dengan nama Mesjid Raya Alhaji Muhammad Syah, lokasinya berada jalan besar desa Tanjung Pasir.

Masjid bersejarah bercorak Melayu yang berukuran sekitar 20 x 20 meter ini terletak tak jauh dari sungai Kualuh, sungai yang membentang dari Kecamatan Kualuh Hulu, Kualuh Selatan, Kualuh Hilir, dan Kualuh Leidong. Selain arsitekturnya yang menarik, Masjid ini juga memiliki arti penting dari sisi sejarahnya di masa lampau.

Mesjid Raya Alhaji Muhammad Syah
Tj. Pasir, Kecamatan Kualuh Selatan
Kabupaten Labuhanbatu Utara
Sumatera Utara 21457



Didirikan oleh Sultan Kualuh III, Al-Haji Muhammad Syah pada tahun 1937.
Kesultanan Kualuh merupakan pecahan Kesultanan Asahan yang berdiri pada abad XVI, sedangkan Kesultanan Kualuh pada abad XVIII. Pada tahun 1920 Sultan Al-Haji Muhammad Syah memindahkan pemerintahan Kerajaannya ke Tanjung Pasir dan mendirikan Istana.

Anak gadis Sultan menikah dengan salah seorang pangeran dari kerajaan Langkat. Sebagaimana ayahandanya, Putri Sultan yang menjadi permaisuri tersebut berkeinginan membangun Masjid di Labura. Sultan berkunjung ke kerajaan Langkat, beliau sangat kagum melihat keindahan bangunan Masjid Azizi yang dibangun oleh Sultan Langkat pada waktu itu. Beliau menginginkan pembangunan masjid di seperti Masjid Azizi dan meminta agar membuatkan gambar dengan ukuran mini.

Sejarah Masjid Raya Al-Haji Muhammad Syah diawali berdirinya Kerajaan Kesultanan Kualuh di Labura pada abad XIX, tepatnya tahun 1829 dengan raja pertama Sultan Haji Ishaq Syah. Setelah beliau mangkat maka digantikan oleh putra tertuanya bernama Sultan Al-Haji Abdullah Syah dan memindahkan pemerintahan kerajaannya ke Kampung Masjid Kecamatan Kualuh Hilir yang sebelumnya kampung tersebut bernama Djatuhan Dadih.

Masjid Raya Tanjung Pasir

Perubahan nama kampung tersebut terjadi setelah kedatangan seorang ulama dari Rokan, Riau bernama Tuan Syekh Abdul Wahab Rokan beserta para pengikutnya sekitar 150 orang. Kedatangan ulama terkenal tersebut disambut oleh Sultan dan memberikan bantuan berupa beras dan sejumlah uang untuk keperluan para santri.

Atas anjuran Tuan Syekh Abdul Wahab Rokan, setelah Sultan berguru beberapa tahun maka Sultan berniat menunaikan ibadah haji ke Tanah Suci Mekah beserta putranya yang bernama Tengku Biong (yang kelak akan berganti nama) pada tahun 1870 selama kurang lebih 3 tahun untuk memperdalam ilmu agama.

Di sana, Sultan mendirikan tempat tinggal di sekitar Masjidil Haram tepatnya berada di Pasar Seng. Tempat tinggal tersebut diperuntukkan bagi keluarga dan masyarakat Kesultanan Kualuh yang pergi melaksanakan haji pada saat itu sehingga tidak perlu lagi mencari tempat tinggal di Mekah. Selanjutnya setelah Sultan merasa cukup, atas permintaan rakyatnya maka Sultan kembali ke tanah air (Kualuh) dan mewakafkan tempat tinggal tersebut.

Sebelum Sultan berangkat ke tanah suci, bersama Tuan Syekh Abdul Wahab Rokan membangun sebuah masjid, yang kelak tempat tersebut bernama Kampung Masjid kerena terdengar kabar ada ulama besar mengajarkan ilmu agama di kampung tersebut.

Referensi