Masjid Kraton Soko Tunggal, Tamansari, Yogyakarta, terdiri dari dua bangunan yakni bangunan utama ditambah dengan sebuah pendopo. |
Sesuai dengan namanya, masjid ini memang berada di lingkungan Kraton Yogyakarta dan memang hanya memiliki satu soko atau tiang penyanggah. Soko Tunggal yang dimaksud adalah tiang penyanggah struktur atap masjid yang dalam pakem masjid Jawa biasanya menggunakan empat sokoguru, namun di masjid ini hanya menggunakan satu sokoguru, berdiri di tengah tengah ruangan masjid menyanggah langsung ke puncak struktur atap.
Lokasi masjid Soko Tunggal berada komplek
Kampung Wisata Tamansari, langsung terlihat disebelah kiri jalan ketika
melewati gerbang kampung wisata tersebut. Selain Soko gurunya yang hanya satu
saja, soko guru tunggal tersebut juga berdiri diatas umpak (landasan batu) yang
berasal dari era kekuasaan Sultan Agung Hanyokro Kusumo (raja terbesar
kesultanan Mataram Islam). Keunikan lainnya adalah bahwa pembangunan masjid ini
sama sekali tidak menggunakan paku besi untuk menyambung masing masing struktur
kayu-nya.
Masjid Soko Tunggal
Jl. Taman 1 No.318, Patehan, Kraton, Kota Yogyakarta
Daerah Istimewa Yogyakarta 55133. Indonesia
Arsitektur Masjid Kraton Soko Tunggal
Masjid Sokotunggal dirancang oleh (almarhum) R. Ngabehi Mintobudoyo, arsitek Keraton
Yogyakarta yang terakhir. Desainnya berbentuk joglo, dengan satu menara dari
besi dan satu tiang (soko) berukuran
50 cm x 50 cm. Masjid yang sangat
kental corak jawa. Atap masjid berbentuk Joglo,
dengan 4 soko Brunjung, 4 soko bentung dan 1 Soko Guru. Ompak raksasa sebagai
landasan bangunan berjumlah 2 dan berasal dari kraton Sultan Agung di desa
Kerta, Kraton Plered.
Berdiri diatas lahan seluas 900 m2, yang merupakan tanah wakaf dari Sri Sultan Hamengkubuwono IX. Bangunan
masjid berukuran 10 x 16 m2. dan ditambah dengan bangunan serambi berukuran 8 x 16 m2.Luas keseluruhan-nya
mencapao 288 m2 dan mampu menampung 600
jamaah.
Arsitektur bangunan masjid ini
sarat dengan makna. 4 buah Saka Bentung dan 1 buah Saka Guru, semuanya berjumlah 5 buah, melambangkan Pancasila. Sedangkan sokoguru
tunggalnya merupakan lambang sila yang pertama, “Ketuhanan yang maha esa”. Usuk sorot
(memusat seperti jari-jari payung), disebut juga peniung merupakan lambang
Kewibawaan negara yang melindungi rakyatnya.
Pendopo Masjid Kraton Soko Tunggal. |
Beragam ukiran dimasjid ini juga mengandung makna dan maksud tertentu. Ukiran Probo, berarti bumi, tanah, kewibawaan. Ukiran Saton, berarti menyendiri, sawiji. Sorot berarti sinar cahaya matahari. Tlacapan berarti panggah, tabah dan tangguh. Ceplok-ceplok berarti pemberantas angkara murka. Ukiran mirong berarti maejan. Bahwa semuanya kelak pasti dipanggil oleh Allah. Ukiran tetesan embun diantara daun dan bunga yang terdapat di balok uleng. Maksudnya, siapa yang salat di masjid ini semoga mendapat anugerah Allah.
Dari aspek konstruksi, bangunan
masjid Sokotunggal ini juga sarat makna. Dalam konstruksi masjid itu ada bagian
yang berbentuk bahu dayung. Ini melambangkan, orang-orang yang salat di masjid
ini menjadi orang yang kuat menghadapi godaan iblis angkara murka yang
datangnya dari empat penjuru dan lima pancer. Sunduk, artinya menjalar untuk
mencapai tujuan. Santen, artinya bersih suci (kejujuran). Uleng, artinya
wibawa. Singup, artinya keramat, Bandoga, artinya hiasan pepohonan, tempat
harta karun. Dan tawonan, yang berarti gana, manis, penuh.
Rangka-rangka masjid yang
dibentuk sedemikian rupa juga memiliki makna. Soko brunjung melambangkan upaya
mencapai keluhuran wibawa melalui lambang tawonan. Dudur adalah lambang ke arah
cita-cita kesempurnaan hidup melalui lambang gonjo. Sirah godo, melambangkan
kesempurnaan senjata yang ampuh, sempurna baik jasmani dan rokhani. Dan mustoko
yang melambangkan keluhuran dan kewibawaan.
Soko atau tiang tunggal berdiri ditengah tengah ruang masjid, bukan empat soko (tiang) seperti kebanyakan masjid masjid bergaya Jawa pada umumnya. |
Sejarah Masjid Soko Tunggal
Berdarsarkan prasasti yang ada di masjid ini,
Masjid Kraton Soko Tunggal selesai dibangun pada hari Jum’at Pon, tanggal 21
Rajab tahun 1392 Hijriah, bertepatan dengan tanggal 1 September 1972.
Peresmiannya dilaksanakan pada tanggal 28 Februari 1973 Oleh Sri Sultan
Hamengkubuwono IX.
Pembangunan masjid ini merupakan inisiatif dari
masyarakat muslim setempat, yang memang membutuhkan masjid sebagai tempat
peribadatan mereka. sebelum masjid ini berdiri masyarakat muslim disana
melaksanakan sholat Jum’at di salah satu gedung di komplek Tamansari yakni
gedung Kedung Penganten.***
Referensi
http://www.tribunnews.com/travel/2016/06/13/masjid-keraton-soko-tunggal-masjid-unik-di-yogyakarta-yang-hanya-punya-satu-tiang
http://adrianizulivan.blogspot.co.id/2014/05/masjid-tua-sekitar-kraton-yogyakarta.html
http://adrianizulivan.blogspot.co.id/2014/05/masjid-tua-sekitar-kraton-yogyakarta.html
No comments:
Post a Comment