Bangunan dengan arsitektur khas
Keraton Yogyakarta, sampai saat ini terlihat masih tetap terjaga di Masjid
Wotgaleh. Bahkan, masyarakat sekitarnya tetap menjadikan masjid tersebut
sebagai tempat favorit dalam melakukan kegiatan keagamaan.
Letak masjid ini memang tidak
berdekatan dengan pemukiman. Sebab, sekitar 1950 ada proyek perluasan lahan
Akademi Angkatan Udara (AAU) yang dilakukan oleh pihak pemerintah. Pemukiman
warga sekitar yang beralamat di Sendangtirto, Berbah, Sleman pun ikut tergusur
dan mendapatkan ganti oleh pemerintah. Satusatunya masjid saat itu, Wotgaleh,
yang seharusnya juga ikut dipindahkan, tidak jadi ikut digusur.
“Saat itu, Sri Sultan Hamengku
Buwono IX telah mempersilakan kalau ingin dipindah. Tapi beliau mengatakan,
kalau terjadi sesuatu hal yang tidak diinginkan, tidak mau tanggung jawab,”
kata Mas Surakso Adjuri Jazuli, Juru Kunci Makam Eyang Purboyo, yaitu anak dari
Panembahan Senopati di masa Sri Sultan Hamengku Buwono I. Namun, upaya untuk
memindahkan masjid tersebut ke daerah Imogiri, Bantul, tidak terjadi. Upaya
yang dilakukan tidak berhasil oleh petugas.
Dikatakannya, pembangunan masjid
milik Keraton ini sudah sejak sekitar 1600-an. Sampai saat ini, rehab masjid
sudah dilakukan sebanyak lima kali. “Rehab hanya dilakukan di beberapa bagian
saja. Seperti atap-atap. Kalau untuk soko (tiang) masih tetap seperti itu sejak
dulu,” kata Adjuri Jazuli. Masjid ini letaknya berjarak sekitar 100 hingga 200
meter dari pemukiman.
Bangunannya dikelilingi oleh
lahan kosong milik AAU. Di sampingnya, ada sebuah makam milik Eyang Purboyo
yang selalu ramai dikunjungi para penziarah. Menurut Adjuri Jazuli, jemaah
masjid ini tidak pernah terlihat sedikit. Saat salat lima waktu, jemaahnya
sekitar dua-tiga saf. Namun, ketika salat Jumat, bisa sampai halaman luar
masjid. Takmir Masjid Wotgaleh Muhammad Tukinam mengatakan, tidak saja warga
sekitaran satu kelurahan untuk tertarik beraktivitas di masjid ini.
Namun, orang di luar daerah
ataupun musafir juga sering datang. Banyak juga musafir yang sekedar ingin
beristirahat di emperan masjid. “Karena memang, merasa lebih nyaman dari pada
masjidmasjid lainnya,” katanya. Hal menarik yang rutin dilakukan setiap
tahunnya di masjid ini adalah acara Nyadran Ageng. Yaitu, kirab ambeng-ambeng
(gunungan) nasi ingkung yang dilakukan saat menyambut datangnya bulan puasa.
“Setiap bulan Syaban, dilakukan Nyadran Ageng. Masing-masing warga membuat nasi
ingkung kemudian diarak,” ucapnya.
No comments:
Post a Comment