Langgar Agung Pangeran Diponegoro ini bukanlah bangunan warisan beliau, namun sebuah Langgar yang dibangun di lokasi yang pernah beliau gunakan untuk melaksanakan sholat. |
Langgar Agung Pangeran
Diponegoro berada di Desa Menoreh, Kecamatan Salaman, Magelang. Hingga
sekarang masjid tersebut masih kokoh berdiri dan masih digunakan untuk tempat ibadah
umat Muslim warga lereng Menoreh. Terletak di kaki bukit perbukitan Menoreh,
Masjid Langgar Agung Pahlawan Nasional Pangeran (PNP) Diponegoro masih kokoh
berdiri.
Meskipun menyandang nama Pangeran Diponegoro,
bangunan langgar atau Mushola ini bukanlah bangunan yang didirikan oleh
Pangeran Diponegoro. Pembangunannya sendiri baru dilaksanakan tahun 1950 hingga
tahun 1972, oleh warga muslim setempat dan dilanjutkan oleh TNI (saat itu masih
disebut dengan ABRI).
Meskipun menyandang nama Pangeran Diponegoro,
bangunan langgar atau Mushola ini bukanlah bangunan yang didirikan oleh
Pangeran Diponegoro. Pembangunannya sendiri baru dilaksanakan tahun 1950 hingga
tahun 1972, oleh warga muslim setempat dan dilanjutkan oleh TNI (saat itu masih
disebut dengan ABRI). Langgar Agung PNP Diponegoro ini kini berada di dalam
lingkungan Madrasah Tsanawiyah (MTs) Pangeran Diponegoro Salaman dan Pondok
Pesantren Nurul Falah Salaman.
Langgar
Agung Pangeran Diponegoro
Desa Menoreh, Kecamatan Salaman
Kab. Magelang, Jawa Tengah
Dari tempat petilasan ini oleh
penduduk sekitar dibangunlah langgar atau mushola pada tahun 1950. Atas prakarsa Jenderal
Sarwo Edi Wibowo, pada paruh kedua tahun 1960-an dimulai pembuatan pondasi
masjid dan bagian mihrab-nya berada
di atas tatanan batu yang didirikan oleh pasukan Pangeran Diponegoro itu.
Bangunan pun diperluas menjadi delapan-kali-delapan belas meter dan rancangannya ditangani oleh
seorang arsitek keturunan Belanda beragama Islam.
Pembangunan masjid selesai dan diresmikan pada tanggal 8 Januari 1972 oleh
gubernur Jawa Tengah, Mayjen
Munadi, bersama sama dengan Gubernur AKABRI Mayjen Sarwo Edi Wibowo, Bupati
Kepala Daerah Tingkat II Kabupaten Magelang Drs. Ahmad, serta tokoh mayarakat
Manoreh, Muhammad Kholil. Bertindak sebagai Juru Pelihara pertama Langgar ini
adalah H. Fathoni dan A. Nurshodiq.
Arsitektur masjid pun dominan
bergaya Belanda karena memang
dibangun oleh Arsitek keturunan Belanda, bahkan sepintas lalu masjid ini pun lebih mirip dengan bangunan
gereja. Bangunannya dilengkapi
dengan enam kubah, terdiri dari satu kubah utama berukuran paling besar di atap
ruang utama masjid dikelilingi oleh empat kubah berukuran lebih kecil masing
masing ditempatkan di atas menara pendek.
Satu kubah lagi ditempatkan di ujung bangunan
menara yang dibangun diatas menjulang diatas bagian serambi. Gaya yang cukup
unik untuk sebuah mushola, denah bangunan seperti ini memang lebih mirip denah
sebuah Gereja. Pola yang serupa juga akan anda temukan pada Masjid Cipari di Garut, Jawa Barat yang dibangun
tahun 1895 persis seperti sebuah Gereja.
Mirip struktur bangunan gereja, karena memang dibangun oleh arsistek keturunan Belanda yang sudah masuk Islam. |
Langgar Agung Pangeran Diponegoro ini tidak
termasuk dalam bangunan Cagar Budaya karena tidak terdapat bukti sejarah
tertulis yang mendukung. Bukti tulisan yang tercatat hanya pada
pasca rehabilitasi mulai pada tahun 1972 saja bukan saat digunakan
Pangeran Diponegoro.
Al-Qur’an Kuno Tulisan
Tangan
Berseberangan dengan Langgar
Agung terdapat sebuah pesantren yang menyimpan satu Mushaf Al-Quran kuno. Mushaf Al-Qur’an tersebut konon merupakan
hasil tulisan tangan Mbah Abdul Aziz yang dikenal
sebagai salah satu pengikut
setia Pangeran Diponegoro. Mushaf Alquran tersebut berukuran tebal
sekitar 12 sentimeter, terdiri
dari 400 halaman dan
beratnya sekitar 1,5 kilogram. Sampulnya terbuat dari bahan kulit hewan, kemungkinan dari kulit
kerbau atau sapi. Namun,
kondisi bagian sampulnya sudah patah dan disambung dengan perekat.
Alquran itu ditulis oleh Mbah Abdul Aziz sebelum
masa perjuangan Diponegoro pada 1825-1830. Alquran itu ditulis menggunakan lidi
aren. Meski usianya sudah ratusan tahun, namun tulisan dari tinta hitam masih
terlihat jelas. Hanya
saja, kertasnya sudah ada yang robek di beberapa bagian. pada bagian awal
lembaran Alquran peninggalan era Diponegoro tersebut ada hiasan bercorak batik
warna-warni. Makam Mbah Abdul
Aziz, penulis mushaf Alquran ini berada di Soroniten,
Kalikajar, kabupaten Wonosobo.
Di sana juga ada masjid peninggalan beliau yang sempat hancur. Namun kini sudah
direnovasi.
Selain di kota Magelang, bangunan masjid yang
berhubungan dengan Pangeran Diponegoro juga terdapat di kabupaten Magetan.
Masjid tersebut dibangun oleh KH. Abdurrahmanm yang merupakan salah seorang
pengikut Pangeran Diponegore, setelah berahirnya Perang Jawa. Lokasi Masjid
tersebut berada di dusun Tegalrejo, Desa Semen, Kecamatan Nguntoronadi
kabupaten Magetan, Jawa Timur.***
Referensi
No comments:
Post a Comment