Thursday, June 25, 2015

REMAJA INGGRIS TERLUKA DALAM SERANGAN RASIS DI DEPAN MASJID

masjid Masjid-e-Zeenat-ul Islam, Eagle St, Coventry, West Midlands CV1, United Kingdom
Kepolisian Inggris kini sedang menyelidiki serangan ber-aroma rasial yang dilakukan oleh sekelompok pemuda terhadap seorang remaja muslim (18 tahun) di depan masjid Masjid-e-Zeenat-ul Islam, yang berada di ruas jalan Eagle St, Coventry, West Midlands CV1, United Kingdom.

Remaja muslim 18 tahun ini kala itu baru keluar dari masjid ini setelah mengikuti sholat isya, dan kemudian berpapasan dengan empat orang pria kulit putih yang serta melempari masjid dan menyerang remaja tersebut dari arah belakang hingga terluka, lalu melarikan diri. 

Dilaporkan bahwa sebelum melakukan penyerangan, empat pemuda berkulit putih tersebut meneriakkan kata kata kasar dan rasis kepada remaja muslim bermata hitam tersebut. 

Polisi melakukan penyelidikan di TKP termasuk menanyai semua saksi dan penyelidikan dari rumah ke rumah warga sekitar lokasi yang memang sudah di awasi dengan kamera CCTV.



KAFETARIA PERTAMA DI MASJID AGUNG SHEIKH ZAYED


Masjid Agung Sheikh Zayed yang menjadi salah satu ikon abu dhabi juga merupakan salah satu bangunan masjid termewah di dunia, kini dilengkapi dengan kafetaria.

perusahaan asal australia yang berhasil menempatkan kios kopi mereka di masjid ini. kafetaria ini menawarkan aneka minuman kopi prasmanan beserta aneka camelan.

so bagi yang berencana ke Masjid Sheikh zayed dan kangen kopi setelah buka puasa, bisa mampir di warung kopi satu ini.


Tuesday, June 23, 2015

Masjid Beras Segenggam di Pidie, Aceh

Masjid Baitul A’la Lilmujahidin
Bangunan tua berusia 64 tahun bercat putih berdiri tegak di pinggir jalan Medan-Banda Aceh, Beureunuen. Dua menara berwarna putih menjulang tinggi ke atas semakin tampak gagahnya bangunan kuno tersebut.

Bangunan itu adalah masjid Baitul A’la Lilmujahidin yang lebih dikenal oleh masyarakat setempat masjid Abu Beureueh yang terletak di Beureuenuen, Kecamatan Mutiara Barat, Kabupaten Pidie, Aceh. Nama Abu Beureueh disematkan pada masjid ini karena dialah yang memprakarsai pembangunannya sejak tahun 1951-1952.

Di belakang masjid, atau arah barat masjid terdapat makam Abu Beureueh. Makam ini dipagar dengan teralis putih dan di dalamnya ada dua pohon jarak dan batu nisan bertuliskan 'Tgk Syi’ Di Beureu'eh (Tgk. Muhammad Dawud Beureu'eh), Lahir Ahad 17 Jumadil Awal 1317 (23 September 1899), Wafat Rabu 14 Zulqaidah 1407 (10 Juni 1987).'
Makam Abu Beureueh

Di sekeliling bangunan masjid seluas 1.350 meter sudah terpasang paving block tertata rapi. Di ujung paling timur sekarang sedang proses pembangunan sebuah menara setinggi tower seluler.

Pembangunan masjid ini sejak 64 tahun lalu dikerjakan secara sukarela dan bergotong royong secara massal. Abu Beureueh yang merupakan tokoh karismatik di Aceh ini memimpin pembangunan masjid ini.

Sumber dana masjid ini bukanlah dari sejumlah donatur besar atau suntikan dana dari pemerintah. Akan tetapi biaya pembangunan masjid ini murni dari bantuan masyarakat secara bersama-sama menyumbang secara sukarela.

Kala itu Abu Beureueh meminta kepada seluruh penduduk di Pidie untuk menyumbang pembangunan ini dengan cara menyisihkan beras di rumah masing-masing, kemudian lebih dikenal dengan Breueh Sigenggam (Beras Segenggam) untuk biaya pembangunan masjid.

Setiap hari Abu Beureueh memerintahkan kepada seluruh masyarakat sebelum memasak agar mengambil segenggam beras, lalu ditempatkan ke tempat khusus. Kemudian beras segenggam itu akan dikumpulkan oleh petugas panitia pembangunan masjid tersebut.

Di dalam masjid
"Jadi satu minggu sekali ada petugas diutus oleh Abu Beureueh untuk mengambil beras di rumah-rumah warga, tidak hanya beras, kalau ada warga sumbang semen atau lainnya juga diterima," kata bilal masjid Abu Beureueh, Tgk Sulaiman.

Pembangunan masjid ini tidak berjalan mulus. Bahkan sempat terhenti selama 10 tahun lebih. Saat itu hanya baru selesai dilakukan pembangunan pondasinya. Sehingga selama kurun waktu itu pembangunan masjid terbengkalai.

Tertundanya pembangunan masjid 10 tahun ini akibat Abu Beureueh pada tahun 1953 memimpin pasukan untuk berperang yang dikenal dengan pemberontakan DI/TII. Abu Beureueh kala itu naik ke gunung berperang gerilya bersama ribuan pasukan pengikutnya.

Baru kemudian setelah Abu Beureueh turun gunung bersama gerilyawan lainnya pada tahun 1963, masjid Abu Beureueh kembali dilanjutkan pembangunan dengan pola mencari dana seperti semula, yaitu beras segenggam dari masyarakat.

"Selesai bisa salat masjid ini tahun 1973, jadi masjid ini bisa menampung 1000 jamaah," terangnya.
Hingga sekarang, masjid Abu Beureueh juga dikenal di tengah-tengah masyarakat sebagai masjid Breueh Sigenggam (Beras Segenggam). Atas sejarah ini, penduduk setempat menganggap masjid ini sangat sakral dan pemerintah telah menetapkan bangunan kuno ini sebagai cagar budaya.

Masjid Baitul A’la Lilmujahidin
Tgk Sulaiman menyebutkan pembangunan masjid ini 100 persen menggunakan tenaga manusia. Tidak ada penggunaan perangkat teknologi dalam proses pembangunannya kala itu.

Ia mencontohkan proses penggalian dua menara yang menjulang tinggi ke langit dikerjakan oleh tenaga manusia. Kedalaman pondasi menara itu sedalam 6 meter digali oleh manusia.

"Abu Beureueh waktu itu menggilir pekerja yang bergotong royong, jadi minggu ini desa A misalnya, minggu depan desa B, mereka bekerja selama 1 minggu, karena waktu itu gak ada kendaraan untuk pulang pergi," ulasnya.

Selama ini banyak pengunjung yang sedang melakukan perjalanan jauh singgah untuk sekadar beristirahat sembari menunaikan ibadah 5 waktu. Bahkan banyak juga datang untuk melepaskan nazar di masjid kebanggaan rakyat Pidie ini.

Di dalam masjid tidak diperkenankan untuk tidur dan hanya diperbolehkan beribadah. Kendati demikian, bila ada pengunjung hendak merebahkan diri, pengurus masjid telah menyediakan dua balai dan bisa dijadikan tempat tidur melepaskan penat.

Saat masuk bulan Ramadan, masjid ini penuh sesak oleh pengunjung, baik untuk beribadah seperti mengaji pada siang hari, maupun malam hari menunaikan salat sunnah tarawih.

Karena meningkatnya pengunjung ke masjid dalam bulan Ramadan, pengurus harus memasang tenda di depan masjid atau arah timur masjid. Tenda itu diperuntukkan untuk jamaah khusus perempuan.


Monday, June 22, 2015

Bentuk Berubah Total, Revitalisasi Masjid Tertua di Pekanbaru Diprotes

Wajah baru masjid raya senapelan - Pekanbaru
Masjid Raya Pekanbaru yang dibangun pada masa Kesultanan Siak pada abad 18 direvitalisasi. Bangunan lama dihilangkan. Ada yang protes, masih pantaskah masjid itu disebut bersejarah?

Masjid itu terletak di Kecamatan Senapelan, hanya berjarak sekitar 100 meter dari tepi sungai Siak. Masjid ini dibangun semasa kesultanan Siak pada raja ke-4 dan ke-5 antara tahun 1760 hingga 1866.

Dulu, masjid ini memang pernah dipugar beberapa kali. Namun tidak total. Nah, sejak sejak tahun 2011, masjid dipugar habis-habisan. Tidak menyisakan bentuk bangunan lamanya. Fisik masjid secara nyata rata dengan tanah. Tersisa hanya empat pilar berdiri di tengah bangunan masjid yang baru sekarang ini.

Empat tahun sudah berjalan. Bangunan masjid yang menjadi lantai dua ini tak kunjung selesai. Anggaran tak hanya tersedot untuk pembagunan, tapi juga ganti rugi lahan sepanjang masjid sampai ke tepi sungai Siak.

Di sebelah kanan bangunan masjid, sampai kini masih berdiri kuburan Sultan Siak ke-4 dan ke-5. Lahan pekuburan keluarga sultan itu sendiri telah lama ditetapkan menjadi cagar budaya yang seyogyanya sekaligus bangunan masjid yang lama.

"Ini yang amat kita sayangkan, mengapa bangunan masjid yang lama justru dipugar habis menjadi bangunan masjid yang baru. Ini sama saja menghilangkan bukti sejarah penting bahwa dulunya masjid tersebut merupakan masjid pertama di Pekanbaru," kata Pemerhati Cagar Budaya Riau, Dendi Gustiawan, Minggu (21/6/2015).

Jika dulunya bangunan masjid bergaya arsitektur Melayu, kini bangunan masjid jauh berbeda bentuknya.

Ketua Revitalisasi Masjid Raya Pekanbaru, Nasrun Effendi, saat dihubungi detikcom, Minggu (21/6/2015), menyebutkan, pembangunan masjid raya untuk menghidupkan kembali kejayaan masa lalu. Dana yang dibutuhkan hingga bangunan selesai dengan sarana penunjang lainnya sekitar Rp 120 miliar.

"Karena sudah lapuk makanya masjid kita bangun yang baru," kata Nasrun.

Pembangunan dimulai sejak tahun 2011 hingga 2013. Nasrun mengaku lupa jumlah yang telah digunakan. Yang jelas, proyek ditangani Dinas PU Pemprov Riau dan total dana yang dibutuhkan mencapai Rp 120 miliar.

Nasrun menyebutkan, tim revitalisasi berdasarkan SK dari Pemprov Riau. "Tim revitalisasi sejalan dengan Pemprov Riau namun tidak melibatkan pengurus masjid raya. Karena kita dengan pengurus masjid berbeda fungsi dan tugasnya," kata Nasrun.

Hingga saat ini, proses revitalisasi masih berlangsung. Nasrun belum bisa memastikan kapan proyek itu selesai.


KISAH PETUGAS KEBERSIHAN MASJIDIL HARAM SHOLAT DI AREA HIJR ISMAIL

petugas kebersihan Masjidil Haram sholat di area Hijr Ismail
Seorang petugas kebersihan Masjidil Haram tertangkap kamera tengah menunaikan salat di area Hijr Ismail, Masjidil Haram. Area Hijr Ismail merupakan area khusus yang tidak bisa digunakan sembarang orang.

Foto mengenai petugas ini diunggah di laman Facebook melalui akun Dr Bilal Philips. Foto tersebut diunggah disertai keterangan terkait kisah bagaimana petugas itu bisa salat di sana.

Awalnya, petugas tersebut terpilih sebagai petugas terbaik. Pengelola Masjidil Haram ingin memberikan penghargaan kepada petugas tersebut berupa uang cukup banyak.

Tetapi, petugas itu menolak dan memilih untuk bisa salat di area Hijr Ismail. Pengelola Masjidil Haram pun membolehkan petugas tersebut salat di sana.


Tuesday, December 23, 2014

Kisah Permintaan Maaf Pimpinan Masjid ke Gereja di Malang

Peserta Solat Idul Adha Di Masjid Agung Malang (Suara Surabaya)

Hari masih remang-remang tanah. Matahari belum sepenuhnya merekah. Namun umat muslim di seluruh Indonesia sudah mulai berbondong-bondong berkumpul di masjid untuk merayakan Idul Adha dengan menggelar Salat Ied, Minggu, 5 Oktober 2014.

Tak terkecuali juga umat muslim di kota Apel, Malang. Sejak pukul 05.30 WIB, sekitar 20 ribu jemaah sudah menyemut di sekitar Masjid Agung Jami, Kota Malang, Jawa Timur.

Mereka menggelar sejadah di atas lantai masjid, rumput alun-alun, aspal jalan. Bahkan, karena begitu banyaknya umat yang hadir, meluber sampai  depan halaman Gereja Protestan di Indonesia Bagian Barat Immanuel (GPIB). Letak gereja itu dengan masjid memang hanya selemparan batu --cuma dipisahkan sebuah bangunan kantor asuransi.

Maklum, masjid yang berdiri sejak tahun 1.865 itu cuma mampu menampung tak lebih dari 3.000 jemaah. Akibatnya jemaah yang tak tertampung tumpah ruah di sekitar areal masjid.

Sebelum Salat Ied mulai, Ketua Takmir Masjid Agung Jami, Zainuddin A. Muhit, naik mimbar. Ia memberikan sedikit sambutan kepada seluruh jemaah. Tak lupa memanjatkan puji syukur kepada sang Khalik yang mempersatukan mereka di Minggu pagi itu.

Tapi ini ucapannya yang menyentuh bulu kuduk umat yang hadir: "Saya juga berterimakasih dan meminta maaf kepada jemaat gereja GPIB Immanuel,” kata pria berusia 75 tahun itu arif. Ucapan dan maaf yang entah keberapa itu, terselip di antara sejumlah ucapan terima kasihnya pagi itu.

Dia secara pribadi merasa harus meminta maaf karena jemaah Salat Ied meluber hingga ke depan halaman Gereja GPIB. Otomatis hal itu membuat rutinitas kebaktian berubah. Jemaat gereja GPIB yang biasa beribadah pada saat itu, terpaksa membatalkan misa pagi.

"Bukan masalah banyak atau sedikit umat. Saya pribadi andaikan merasa terganggu juga harus meminta maaf," ujar pria yang telah aktif di masjid itu sejak 1980-an.

Satu minggu sebelumnya, pihak Gereja yang dikenal dengan nama lokal Gereja Jago memang sudah melayangkan surat pemberitahuan ke jemaahnya. Kebaktian pagi diundur 30 menit hingga pukul 08.30 WIB. Alasannya, pada saat itu akan digelar Salat ied.

Masjid Jami Agung Malang & GPIB Immanuel
Pendeta GPIB Immanuel, Emmawati Balue mengatakan, sejak awal sudah mengetahui jadwal ibadah mereka akan berbarengan. Apalagi Hari Raya Idul Fitri tahun ini jatuh pada hari Minggu pagi.

Otomatis ibadah pagi jemaat gereja waktunya disesuaikan lagi. "Kami sebelumnya sudah beritahu umat adanya penundaan dan alasannya," kata dia.

Toleransi gereja GPIB ini tak hanya terlihat pada saat Salat Ied saja. Pada malam takbiran Idul Fitri 2014 kebaktian juga dimajukan pukul 16.30 WIB.  Padahal biasanya ibadah gereja dimulai pukul 18.00 WIB. Perubahan dilakukan gereja untuk menghormati umat muslim yang akan menggelar takbiran pada malam harinya.

Sikap saling menghormati dan tolerasi pimpinan dua tempat ibadah yang letaknya tidak berjauhan itu lantas merebak di media sosial. Berawal dari Facebook, lalu menyebar ke Twitter hingga YouTube.

Gelombang simpati pun bermunculan dari netizen setelah stasiun radio Suara Surabaya pertama kalinya memuat berita 'permintaan maaf' itu di halaman Facebook, Twitter dan portal resminya.

Berita yang menampilkan aktivitas Salat Ied dengan latar gereja memunculkan lebih dari puluhan ribu komentar.

"Indahnya kebersamaan, bisa saling mengerti dan memahami walaupun berbeda agama," tulis salah seorang netizen.

Ada pula yang berkomentar pendek; "Terima kasih teman-teman, Kristen". Dan banyak pula salut dengan sikap pimpinan masjid yang bersedia meminta maaf.

Berita itu menyeruak berkat penyiar dan wartawan radio Suara Surabaya, Restu Indah, yang kebetulan mendengarkan langsung permintaan maaf sang takmir masjid.

Restu yang saat itu sedang libur memutuskan untuk melaporkan dan menuliskannya di media sosial, karena menganggap peristiwa itu penting.

"Saya ingin menyampaikan ini karena momentum yang luar biasa buat umat Islam dan toleransi yang besar dari umat Nasrani," kata Restu kepada BBC Indonesia.

Sejarah kerukunan antara umat di Masjid Agung Jami dan Gereja GPIB Immanuel, memang sudah terjalin sejak ratusan tahun. Apalagi keduanya berada pada satu jalan yang sama, yaitu jalan Merdeka Barat Kota Malang.

Masjid Agung Jami didirikan pada tahun 1.890 di atas tanah goevernement (tanah negara) seluas 3.000 m2. Pembangunan itu terdiri dari dua tahap. Tahap pertama pada 1.890, kemudian tahap kedua dimulai 15 Maret 1903. Dan, masjid itu baru selesai dibangun tanggal 13 September 1903.

Di samping masjid berdiri pula Gereja GPIB Immanuel. Ini adalah gereja Protestan tertua di kota Apel itu. Pertama kali didirikan pada 1861, kemudian direnovasi dan dibangun kembali seperti bentuknya sekarang pada 1912.

Masjid Jami Agung Malang & GPIB Immanuel bertetangga
Menurut budayawan lokal, Dwi Cahyono, gereja dibangun oleh Belanda. Sementara masjid dibangun Bupati Malang yang kala itu masih berada di bawah kekuasaan Belanda.

"Itu... menunjukkan hubungan harmonis antara pribumi yang diwakili dengan masjid dan Belanda yang berupa Gereja di tengah alun-alun sebagai pusat segala kegiatan,” kata pria yang juga Kepala Badan Promosi Pariwisata Daerah (BPPD) Jawa Timur itu.

Meski berhimpitan selama seabad lebih namun tak pernah ada gesekan atau pertentangan. "Kami itu bertetangga sudah lebih dari seratus tahun," ujar Ketua Takmir Masjid Agung, Zainuddin Muchit.

Kata dia, dalam ajaran Islam, walaupun ada perbedaan agama, tetangga itu harus dihormati.

Hal senada juga diutarakan Pendeta Gereja GPIB Immanuel, Emmawati Balue. "Karena kami menyadari kita kan ibarat rumah, kita bertetangga bersebelah rumah."

Itulah sebabnya, apabila pihak gereja Immanuel menggelar Ibadah yang dihadiri jemaat dalam jumlah besar, mereka dapat memarkir mobil atau motor hingga di sekitar Masjid Agung.

"Juga menjelang perayaan Natal, teman-teman pengurus masjid atau remaja masjid biasanya ikut menjaga keamanan gereja," ungkapnya memberi contoh.

Dua tempat ibadah itu menunjukkan contoh bahwa perbedaan bukan sesuatu yang harus disesali. Justru, dengan pemahaman dan toleransi, perbedaan jadi sebuah harmoni yang indah. Kerukunan antara umat beragama karenanya bukan hanya kalimat jargon di undang-undang. Kota Malang membuktikan bahwa kerukunan itu nyata hadir di bumi Indonesia. (eh) 


Wednesday, November 5, 2014

Muslim Turki di Amerika Ubah Gereja Menjadi Masjid

Masjid Imam Buhari, tak telihat seperti masjid, karena memang sebelumnya adalah sebuah bangunan gereja Katholik.
Masjid Imam Buhari[i] di negara bagian Massachusetts, Amerika Serikat, merupakan masjid yang dikelola oleh Masyarakat Muslim Turki yang tinggal di kawasan tersebut. Menariknya bahwa bangunan masjid tersebut sebelumnya adalah sebuah Gereja Katholik yang sudah tidak dipakai. berikut ini alamat lengkap masjid tersebut, 50 Pinevale Street, Indian Orchard, MA 01151.

Gereja Katholik St. Matthew yang berada di kawasan Indian Orchard, Massachusetts tersebut dibangun pada tahun 1864 atau sudah berumur 142 tahun saat dibeli oleh Masyarakat Islam Turki (Turkish Islamic Society) pada bulan Oktober 2006 seharga $150,000 dolar Amerika[ii], bangunan tersebut kemudian di alih fungsi sebagai masjid setelah merenovasi interiornya disesuaikan dengan kebutuhan tanpa merombak ekteriornya. Sebelum dijual, Gereja Katholik tersebut telah ditutup sejak tahun 1998[iii].


View St. Matthew's Church in a larger map

Keputusan dijualnya gereja tersebut kepada Masyarakat Muslim Turki tidak terlepas dari harapan para pengurus dan jemaah Gereja yang menghendaki agar bangunan tersebut tetap digunakan sebagai tempat ibadah bukan sebagai tempat usaha atau untuk kepentingan bisnis. Sebagaima dikatakan oleh Pastor Father William Pomerleau bahwa Kepemimpinan paroki sangat senang bahwa bangunan tersebut akan terus menjadi rumah ibadah, -. Banyak di antaranya adalah mantan umat St. Matius - juga senang dengan keputusan tersebutiv”.

Bangunan gereja tersebut sebanarnya sudah ditawarkan ke publik lebih dari setahun, dan dana hasil penjualan bangunan tersebut akan digunakan untuk mendanai operasional dan kepentingan peribadatan lainnya bagi jemaah paroki yang sudah digabungkan dengan paroki yang lain sebelum gereja tersebut dijual,.

Kehidupan masyarakat setempat memang terjalin dengan sangat baik antara ummat Islam dan Katholik di kota tersebut. Peristiwa buruk paska tragedi 11 September 2001, nyaris sama sekali tak berdampak bagi hubungan antara muslim dan katholok di tempat tersebut. Wajar bila kemudian, manakala pengurus paroki memutuskan untuk menjual bangunan gereja tersebut, pilihan jatuh kepada masyarakat muslim Turki yang memang sudah lama memimpikan memiliki masjid sendiri.

REFERENSI