Masjid satu ini memang terlihat tak biasa, ada
dua bangunan masjid yang berdiri bersebelahan dan masing masing berdiri kokoh
dengan gayanya masing masing. Satu bangunan masjid tradisional Nusantara dari
bahan kayu dan terlihat sudah berusia cukup tua dan satu lagi bangunan masjid
dengan bahan beton berlanggam modern. Masjid di kabupaten Pidie Jaya, ini
adalah Masjid Tengku Di Pucok Krueng atau juga dikenal dengan nama masjid
kembar.
Sepintar lalu tak ada yang istimewa dengan
masjid ini, namun keunggulan arsitektur Nusantara pada masjid ini teruji
manakala gempa gumi 7 Desember 2016 berkekuatan 6,5 Skala Richter menghantam Kabupaten Pidie Jaya, menyebabkan banyak bangunan yang
roboh ataupun rudak parah, termasuk
bangunan masjid modern yang dibangun bersebelahan dengan masjid kuno ini pun
turut mengalami kerusakan parah, namun tidak dengan Masjid Tua Tengku Di Pucok
Krueng ini yang mampu berdiri tegar tanpa kerusakan berarti.
Masjid Tgk Dipucok Krueng
Jl. Raya lintas
Banda Aceh-Medan, Simpang Beuracan
Kemukiman Beuracan, Gampong
Kuta Trieng
Kecamatan Meureudu, Kab, Pidie Jaya
Nangroe
Aceh Darussalam, Indonesia
Mesjid Teungku
Dipucok Krueng
Masjid itu dinamakan sebagai Masjid Tengku Dipucok Krueng yang
merupakan nama gelaran kepada pembangunnya Tengku Muhammad Salim, adapula yang menyebutnya Tengku Abdussalam atau
Abdussalim, yang semasa hidupnya dikenal luas dengan nama Tengku Dipucok Krueng, karena beliau tinggal di “hulu sungai” Pucok
Krueng, sehingga dikenal luas dengan nama Tengku Dipucok Krueng.
Beliau merupakan seorang ulama dari Madinah
(Saudi Arabia) dan ahli pertanian. Beliau datang ke daerah Meureudu bersama
dengan Tengku Japakah dan Malem Dagang, dalam rangka mensyiarkan ajaran Islam.
Masjid ini berdiri di atas lahan wakaf dari
warga setempat dengan biaya sebagian besar berasal dari hasil pertanian. Tengku
Abdussalim sendiri dengan keahlian-nya membuka lahan persawahan seluas
50 hektar dan tanah perkebunan di lingkungan mesjid seluas 6 hektar yang dijadikan aset milik
pengelola masjid atau lazim disebut “Tanoh Meusara”
yang dikelola untuk kemakmuran masjid.
Kerusakan paska gempa bumi 7 Desember 2016 |
Pembangunan masjid ini dilaksanakan pada masa
kekuasan Sultan Iskandar Muda (1607 -1636M), Dimulai sekitar tahun 1622 atas
kesepakatan masyarakat Beuracan, masjid ini didirikan tak jauh dari sungai, dengan pertimbangan
memudahkan dalam pengambilan air
wudhu untuk bersuci. Pada
tahun 1947 masjid ini direhab dengan memperindah bangunan tanpa mengubah bentuk
semula, hanya menambah dinding bagian belakang (sisi barat).
Masjid Tengku Dipucok Kreung awalnya merupakan masjid
satu-satunya sekawasan ini,
sehingga selain digunakan warga Beuracan juga digunakan oleh warga
ditiga kemukiman (desa) yakni
kemukiman Ulim, Pangwa, dan Beuriwueh. Selain membangun mesjid di Beuracan, Tengku Abdussalim juga diketahui
membangun tiga masjid lain-nya, yakni; Masjid
Kuta Batei, Masjid
Madinah dan Masjid di
Lampoh Saka Kabupaten Pidie.
Pada tahun 1990 dengan pengawasan
bidang Permusiuman Sejarah
Kepurbakalaan Kantor Wilayah Pendidikan dan Kebudayaan provinsi Daerah Istimewa Aceh, Masjid Beuracan direhabilitasi dengan memberikan
dinding kayu berukir pada
sekeliling masjid dengan yang
dikerjakan oleh Utoeh Aiyub Desa Grong-Grong Beuracan. Hal tersebut dilaksanakan pada masa Prof.
Dr. H. Ibrahim Hasan, MBA menjabat
Gubernur provinsi Daerah
Istimewa Aceh saat itu.
Beliau juga menyumbang sebesar Rp. 10 juta
untuk keperluan rehabilitasi dimaksud. Selain itu pada saat shalat di
masjid Teungku Di Pucok Krueng,
beliau sempat meminta kepada pengurus masjid untuk melestarikan bentuk
dan keaslian masjid Tengku
Dipucok Krueng karena menganndung
unsur keunikan dan menjadi bukti sejarah umat Islam di kemukiman Beuracan dan sekitarnya.
Arsitektur
Masjid Tengku Dipucok Krueng, memiliki tiga atap tumpang yang terbuat
dari seng, dinding yang terbuat dari kayu. Kini kayu-kayu aslinya sudah diganti
dengan kayu lain yang diukir dengan motif Aceh. Sebanyak 16 tiang kayu digunakan sebagai penopang atap bagian atas. Masing-masing
tiang tersebut berbentuk segi delapan. Lantainya terbuat dari semen.
Interior Masjid Tua Tengku Dipucok Krueng. |
Pada sisi barat bangunan inti
terdapat bagian yang menjorok keluar yang difungsikan sebagai mihrab. Di dalamnya terdapat sebuah
mimbar dari tembok semen dengan cat putih dan atap dari tirap/kayu dengan pola
hias sulur-suluran dan bunga. Didalamnya juga terdapat sebuah bedug yang
terbuat dari kulit sapi dan batang pohon lontar. Bedug itu biasanya digunakan ketika
Ramadhan tiba.
Guci Antik
Di kompleks masjid ini terdapat sebuah guci besar
yang terisi air. Meski saat diisi
air itu kotor, namun setelah diambil kembali ke dalamnya, airnya sudah sangat
jernih. Guci tersebut kini disemen dan tertanam didalam tanah,
hanya bagian leher dan mulut gucinya yang nampak, namun kain putih
dipasang sebagai pembatas dan kain penutup tersebut.
Menurut pengurus masjid guci tersebut sempat berpindah
tempat, dan ada aturan,
air dalam guci tersebut tidak boleh diciduk oleh perempuan yang sedang haid. Kalau sempat diciduk,
esok harinya air dalam guci tersebut harus diganti, karena airnya telah berbau
busuk. Guci tersebut disemen oleh pengurus masjid
selain karena riwayat yang menyebut bahwa guci tersebut seringkali berpindah sendiri
namun yang pasti warga juga khawatir guci ini dicuri orang-orang yang
suka barang-barang antik. ***
Referensi
No comments:
Post a Comment