MASJID KEMBAR dua bangunan bersebelahan dengan bentuk yang serupa menjadikan Masjid Al-Ikhlas di Desa Sijuk, pulau Belitung ini seperti bangunan kembar. |
Masjid Al-Ikhlas di Desa Sijuk
ini dibangun tahun 1817 dan merupakan masjid tertua yang masih ada dan masih
asli di Pulau Belitung. Masjid pertama yang berdiri di Belitung konon dibangun
di kaki gunung Parang Bulu di Membalong, namun tidak jelas benar kapan tahun
berdirinya dan apakah masih ada sisa jejaknya. Masjid Al Ikhlas ini juga
merupakan saksi sejarah perjuangan rakyat Belitung melawan Belanda, yang pada
saat itu masjid ini menjadi pusat komando perjuangan rakyat Belitung.
Jl. Penghulu, Desa Sijuk, Kecamatan Sijuk 33451
Kabupaten Belitung, Propinsi Bangka Belitung
Masjid dengan arsitektur
sederhana ini dikonservasi keasliannya hingga kini. Sebagian besar bangunannya
menggunakan bahan kayu berdinding papan dengan cat warna coklat dengan atap
limas berumpang dua. namun lantai masjid sudah diberi keramik lantai dan
seluruh permukaan lantainya dipasang karpet sajadah. Mimbar kayu masjid yang
kurus tinggi terkesan sangat sederhana, dan agak mistis, lantaran kain mori
putih pucat yang menutup sisi kanan dan lantai mimbar, serta tiga buah bendera
berbentuk segitiga yang juga berwarna putih menggantung di bagian depan. Sebuah
tongkat putih yang biasa dipegang oleh khotib ketika berkhotbah tampak
menyender pada sisi kiri mimbar.
Disebelah bangunan masjid
terdapat bangunan aula pertemuan yang bentuknya hampir sama dengan bangunan
masjid sehingga sekilas masjid Al-Ikhlas ini tampak seperti masjid kembar dua.
Ukuran bangunannya tidak terlalu besar dengan denah bujur sangkar berukuran 8 x
8 meter. Mihrab masjid dibangun agak menjorok keluar dengan atap yang senada
dengan atap bangunan utamanya, di bagian atas mihrabnya tertulis tanggal
perbaikan masjid tersebut dalam aksara arab melayu “diperbaiki 1 Rajab 1370
Hijriyah”.
Di dalam Masjid Al-Ikhlas Sijuk |
Sekitar 300 meter sebelah barat
dari masjid kita akan melihat klenteng, menurut keterangan penjaga masjid dan
klenteng dua tempat ibadah ini di bangun oleh orang Tionghoa pada tahun yang
sama. Masjid adalah bangunan yang pertama selanjutnya baru Klenteng.
Dilihat dari bukti peninggalan
sejarah kedua bangunan tersebut di atas digambarkan bahwa sejak dulu hingga
sekarang ini kerukunan beragama di Belitung terjaga dengan baik, demikian juga
keakraban antara penduduk Pribumi dan Tionghoa.
Keberadaan etnis Tionghoa di
pulau Belitung ini sudah berlangsung sejak masa kesultanan Palembang. Di masa
lalu wilayah Bangka dan Belitung merupakan bagian dari wilayah Kesultanan
Palembang. Sekitar tahun 1709, timah ditemukan di Pulau Bangka oleh orang-orang
Johor. Setahun berikutnya tau tahun 1710 sumber-sumber Timah di Pulau Bangka
dan Belitung dikelola oleh Kesultanan Palembang, untuk mengelola sumber Timah
tersebut Sultan mendatangkan tenaga ahli pertambangan dari China.
Si timur Masjid Sijuk |
Sejarah Islam di Sijuk
Pemerhati sejarah dan budaya
Belitung Salim YAH menyampaikan teori yang lain tentang sejarah Islam di
Belitung. Beliau mengatakan, pada abad ke-15 Sungai Sijuk diyakini menjadi
pintu masuk rombongan panglima Ceng Ho. Sungai tersebut masih bisa dijumpai
hingga kini. Jadi mungkin saja ada kaitan sejarah Islam di Sijuk dengan
kedatangan Ceng Ho tersebut. Sungai Sijuk juga menyimpan panorama cantik pada
bagian muaranya. Di sana terdapat pangkalan nelayan dan pantai pasir putih
dengan hamparan batu granit. Tak jauh dari Sungai Sijuk juga terdapat Masjid
Al-Ikhlas di Jalan Penghulu Desa Sijuk.
Menurut sumber yang lain, Islam
masuk ke Belitung pada sekitar tahun 1520-an dengan datangnya seorang ulama
asal Gresik bernama Datuk Mayang Gresik, menyusul keruntuhan Kerajaan Majapahit
(1293 – 1500) yang digantikan oleh Kesultanan Demak (1475 – 1548). Datuk Mayang
Gresik dikabarkan tinggal di Pelulusan, sekarang masuk Desa Nyuruk, Kecamatan Dendang,
Belitung Timur.
Raja Majapahit, yang menguasai
Belitung sejak 1293, mempercayakan kepemimpinan Belitung kepada panglima
bergelar Rangga Yuda (Rangga Uda atau Ronggo Udo) dengan pusat pemerintahan di
Badau. Belitung dibagi empat wilayah, yaitu Badau (Tanah Yuda / Singa Yuda,
tempat raja), Buding (Istana Yuda, tempat pesanggrahan raja), Sijuk (Wangsa
Yuda / Krama Yuda, tempat keluarga dan para abdi), dan Belantu (Sura Yuda,
tempat suci atau keramat). Saat Datuk Mayang Gresik datang, yang berkuasa di
Badau adalah Ronggo Udo yang ketiga.***
No comments:
Post a Comment