Masjid Sheikh Yusuf, Gowa |
Bertepatan
dengan bulan ramadan ini, tidak ada salahnya mencoba wisata religi. Wisata
religi ini tidak harus ke Timur Tengah.
Sulsel
juga menyajikan objek wisata religi yang menarik anda kunjungi saat bulan
ramadan. Salah satunya Masjid Tua Katangka dan Masjid Syekh Yusuf di Kabupaten
Gowa.
Di
masa lalu, Gowa diketahui sebagai pusat penyebaran Islam di jazirah Sulawesi.
Menurut catatan sejarah, Islam pertama kali dijadikan sebagai agama resmi
kerajaan pada tahun 1603 lalu. Itu berarti, 409 tahun yang lalu. Dengan rentang
waktu yang sangat panjang, tentu sangat banyak khazanah Islam masa lalu yang
menarik untuk diketahui.
Masjid
Al Hilal, atau yang lebih dikenal dengan sebutan Masjid Tua Katangka. Masjid
ini terletak di Sungguminasa, tepatnya di Kelurahan Katangka, Kecamatan Somba
Opu, Gowa. Masjid ini merupakan salah satu bukti sejarah penyebaran Islam di
masa lalu. Orang-orang percaya, Masjid Al Hilal dibangun pada tahun yang sama
Islam dijadikan agama resmi Kerajaan Gowa. Saat itu, I Mangngarangi Daeng
Manrabia Sultan Alauddin Tumenanga ri Gaukanna, atau yang lebih dikenal sebagai
Sultan Alauddin menjadi Raja Gowa. Sultan Alauddin merupakan kakek dari
pahlawan nasional, Sultan Hasanuddin.
Meski
usianya sudah empat abad, namun masih terdapat sejumlah peninggalan masa lalu
yang bisa ditemukan di dalam atau pun luar masjid. Di bagian dalam masjid,
terdapat beberapa prasasti yang terbuat dari kayu. Prasasti tersebut berisikan
kaligragfi dengan warna emas pada huruf-hurufnya, dan merah menyala pada
latarnya. Meski huruf-hurufnya adalah huruf Arab, tetapi bahasanya bukan Bahasa
Arab. Melainkan Bahasa Makassar.
Setiap
kaligrafi menceritakan secara singkat tentang pembangunan atau renovasi masjid
lengkap dengan tanggalnya. Pada pintu utara, prasastinya menceritakan tentang
renovasi masjid atas perintah Raja Gowa XXXII, Sultan Abdul Kadir Muhammad
Aididdin yang dilaksanakan pada hari Senin 8 Rajab tahun Dal, bertepatan dengan
tanggal 12 April 1886. Tertulis pula di prasasti, Sultan Abdul Kadir
memerintahkan Karaeng Katangka untuk mengurus masjid bersama Tumailalang Lolo,
Gallarang Mangasa, Gallarang Tombolo dan Gallarang Saumata.
Nama-nama
yang disebut dalam prasasti tersebut adalah pejabat penting kerajaan.
Tumailalang Lolo merupakan orang yang menjembatani Sultan dengan para dewan
kerajaan yang dikenal dengan Bate Salapang. Sementara Gallarang adalah kepala
wilayah yang berwenang menunjuk wakilnya menduduki Bate Salapang.
Prasasti
di pintu tengah lain lagi. Di situ menerangkan Sultan pertama melaksanakan
Salat Jumat bersama rakyatnya. Setelah Salat Jumat, Sultan membagi-bagikan
sedakah kepada rakyat yang ikut Salat serta para pekerja yang terlibat dalam
bangunan masjid. Sayangnya, prasasti yang satu ini tidak jelas waktunya. Hanya
melafalkan bahwa masjid dibangun pada bulan Rajab di tahun Dal dan digunakan
untuk pertama kalinya pada hari Jumat di tahun Ba. Apa itu tahun Dal dan tahun
Ba, hingga kini belum ada yang tahu.
Bagian
prasasti lain diartikan bahwa masjid itu direnovasi lagi di masa Raja Gowa
XXXIII, Sultan Idris Adzimuddin. Tertulis pula bahwa masjid itu melibatkan
sangat banyak pekerja. Tetapi tidak tertera tahun pembuatan kaligrafi tersebut.
Yang jelas, Sultan Idris memerintah dalam kurun 1893 - 1895.
Sementara
prasasti yang terletak di puncak mimbar, tempat khatib Jumat, menceritakan
pembuatan mimbar itu sendiri. Artinya kurang lebih, "Mimbar ini pertama
kali dibuat pada Hari Jumat tanggal 2 Muharram 1303 (Hijriyah). Karaeng Katangka
dan Karaeng Loloa menuliskan, sudah ditentukan (oleh Nabi Muhammad saw) barang
siapa berbicara padahal khatib sudah berada di atas mimbar, maka dia tidak akan
memperoleh pahala Jumat." Di atas kaligrafi itu, masih ada lagi kaligrafi
bertuliskan "Muhammad" dan "Ahmad". Muhammad, tidak lain
nama Rasulullah saw. Sementara Ahmad merupakan nama lain Rasulullah dalam
perspektif sufi.
Puas
dengan prasasti kaligrafi kuno, kini giliran kaligrafi moderen yang bisa
ditemukan di masjid lainnya. Masjid Agung Syekh Yusuf mungkin bisa menjadi
persinggahan selanjutnya. Masjid ini terletak di Jl Masjid Raya, depan Kantor
DPRD Gowa. Nama masjid tersebut mengabadikan seorang ulama, sufi sekaligus
pejuang yang sangat terkenal, Syekh Yusuf Tuanta Salamaka.
Meski
tidak memiliki nilai historis seperti Masjid Tua Katangka, Masjid Agung Syekh
Yusuf memiliki keunggulan dalam seni kaligrafi. Di dalam masjid, terdapat
banyak kaligrafi-kaligrafi dengan berbagai jenis gaya (khat) dan paduan warna
yang indah. Kaligrafi terdapat di bagian mihrab, bagian atap puncak serta
sekeliling tembok bagian atas masjid.
Masjid
yang mampu menampung sekitar 4000 jamaah ini didesain seperti Masjid Al Markaz
Al Islami, Makassar. Tentu saja bentuknya lebih kecil.
Pada
bulan Ramadan ini, Masjid Tua Katangka dan Masjid Agung Syekh Yusuf ramai pada
malam hari. Imam Masjid Agung, Abdul Jabbar Hijaz Daeng Sanre mengatakan pada
masjid tersebut bisa ditemukan berbagai keragaman umat Islam.
"Masjid
ini milik semua aliran. Mau tarwih 8 ada, tarwih 20 juga bisa," kata Abdul
Jabbar Hijaz.
Tak
seperti masjid lainnya yang hanya mengagendakan ceramah tarwih dan subuh, di
Masjid Agung Syekh Yusuf juga digiatkan diskusi usai Salat Duhur. (Akbar
Hamdan/kas)
fajar.co.id
- Masjid
Simbol Wisata Religi Gowa
No comments:
Post a Comment